Samarinda, (ANTARA News Kaltim) - Delapan Fraksi DPRD Kalimantan Timur   sepakat menghentikan pertambangan batubara yang merusak lingkungan dan melanggar aturan.

Ahmad Abdullah dari Fraksi PKS pada Rapat Paripurna DPRD, di Samarinda, Rabu mengatakan, derita masyarakat akibat pertambangan batubara  seakan tiada akhir. Seperti nasib  dua bocah warga Jalan Pelita 7 Blok H RT 30, Kelurahan Sambutan, Kecamatan Sambutan,  Samarinda, yakni Dede Rahmat alias Eza (6 tahun) dan Ema (6 tahun) yang tewas tenggelam di lubang yang diduga bekas galian tambang batubara.

"Ini merupakan kasus kesekian kalinya, ada korban tewas tenggelam di kolam bekas tambang batubara dan menurut kami perusahaan tambang yang bermasalah layak mendapatkan peringatan," kata Ahmad Abdullah.

Menurut dia, sudah saatnya pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota tidak mentoleransi kecerobohan dan pelanggaran perusahaan-perusahaan tambang batubara dalam mengelola lingkungan pascatambang. Apalagi sampai berakibat fatal bagi keselamatan masyarakat.

"Stop operasi tambang batubara perusak lingkungan. Menambang batubara tanpa memperhatikan perbaikan lingkungan pascatambang,  waktunya diakhiri," tegas Ahmad Abdullah.

Sedangkan anggota Fraksi Partai Golkar, H Abdul Djalil Fatah mengatakan, sesuai Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan Undang Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, angkutan tambang tidak boleh menggunakan jalan umum dan akan dikenakan sanksi bila melanggar ketentuan tersebut.

"Sejauh mana optimalisasi pengawasan aparat di daerah terhadap penggunaan jalan secara ilegal.  Adakah sanksi atau teguran yang telah dikeluarkan oleh pemerintah atau aparat yang berwenang," kata Abdul Djalil Fatah.

    
Tak Terkendali
Fraksi Hanura melalui Yefta Berto mengemukakan, peristiwa banjir yang merendam ratusan rumah warga, merusak fasilitas umum, sarana pemerintah, sarana pendidikan, persawahan, pencemaran air minum, pencemaran udara dan kerusakan jalan utama merupakan deretan dampak adanya tambang batubara yang tidak terkendali.

"Sayangnya berbagai penderitaan dan kerusakan pembangunan yang demikian besar  akibat   tambang batubara hanya  dipandang sebelah mata oleh pemerintah," katanya.

Selama ini, kata dia, tidak ada upaya nyata untuk melakukan pembelaan terhadap masyarakat.  Masyarakat hanya diberi wacana yang tidak ada ujung pangkalnya. Pernyataan demi pernyataan tidak ada wujudnya.

"Berkenaan dengan hal tersebut pemerintah provinsi perlu lebih serius, lebih berani  dan lebih tegas terhadap pemerintah kabupaten/kota dan para pengusaha batubara yang tidak taat aturan dengan cara memberikan teguran, menuntut bagi para pelanggar atau bentuk-bentuk lain sesuai kewenangan yang dimiliki,  demi keadilan bagi masyarakat," kata Yefta Berto.

Anggota Fraksi PDI Perjuangan, Datu Yasir Arafat meminta  Gubernur Kalimantan Timur mendesak Pemerintah Kota Samarinda agar segera menghentikan pertambangan batubara di Samarinda yang telah melanggar ketentuan, mengingat telah banyak korban.

"Baik  korban jiwa, harta benda dan kerugian infrastruktur jalan umum yang rusak akibat operasional perusahaan tambang batubara di Samarinda yang tidak memenuhi ketentuan. Hal ini penting kami sampaikan agar Samarinda benar-benar menjadi ibu kota  provinsi yang teduh, rapi, aman dan nyaman untuk aktivitas masyarakat.  Apalagi ini juga berkaitan erat dengan program Pemerintah Provinsi Kaltim  yang hendak mewujudkan Kaltim Hijau (Green Kaltim)," kata Datuk Yasir Arafat.

    
Jalan Sendiri
Anggota Fraksi PAN, Zain Taufik Nurrohman mengatakan, Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara,  mewajibkan perusahaan tambang memiliki sarana dan prasarana sendiri termasuk jalan.

Dengan asumsi bila ketentuan UU ini dapat dilaksanakan secara konsisten,  maka sudah dapat dilakukan antisipasi dini terhadap kerusakan jalan akibat aktivitas perusahaan,  mengingat perusahan-perusahaan tambang dan perkebunan seharusnya memiliki jalan sendiri sebelum mereka beroperasi.

Namun pada kenyataannya, pemerintah tetap memberikan izin dan bahkan membiarkan perusahaan tambang batu bara mempergunakan jalan umum untuk aktivitas angkutan penambangan yang sesungguhnya tidak diizinkan oleh UU tersebut, sehingga terjadilah kerusakan jalan yang sangat merugikan kepentingan publik dan daerah.

"Karena itu,  kami memandang keberadaan perda ini sangat penting dan mendesak,  sebagai penerjemahan terhadap UU Nomor 4 Tahun 2009 dan UU terkait lainnya," kata Zain Taufik.(*) 

Pewarta: Arumanto

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012