Balikpapan (ANTARA News Kaltim) - Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Balikpapan akan segera menuntaskan pembuatan sertifikat tanah milik Pemerintah Kota Balikpapan, Kaltim.

"Sertifikasi lahan ini baik yang terdapat bangunan maupun lahan kosong," kata Kepala BPN Balikpapan, Muhammad Hikmad di Balikpapan, Rabu.

Menurut Hikmad bahwa hal ini berkenaan dengan seringnya lahan milik Pemerintah Kota diklaim oleh pihak-pihak tertentu yang memafaatkan celah-celah UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA)

Kasus Cemara Rindang yang sempat membuat suasana Kota Balikpapan memanas adalah cermin yang sangat jelas bagi Pemkot agar segera menuntaskan masalah sertifikasi itu.

Kasus itu bermula klaim oleh warga yang mengaku mendapat hak kepemilikan tanah tersebut dari Sultan Kutai padahal Pemkot menganggap itu adalah lahan pemerintah sehingga sudah mengelolanya.

Klaim warga ini akhirnya dimenangkan oleh Mahkamah Agung setelah 30 tahun proses persidangan.

Menurut analisis Hikmad, kasus Cemara Rindang itu terjadi karena UUPA tidak menyebutkan secara tegas jangka waktu penguasaan sebuah lahan atau kawasan apabila kawasan tersebut tidak dipelihara tanda-tanda batasnya dan tidak ada aktivitas manusia apa pun di atasnya.

"Yang diatur UUPA hanya kewajiban pemilik tanah, yaitu menguasai dan memelihara tanda-tanda batas tanah," jelas Hikmad.

Menguasai itu antara lain dengan memberi batas yang jelas atas tanah tersebut, semisal memberi pagar dan mengurus sertifikatnya seandainya belum ada.

Seandainya tanah ditelantarkan, UUPA tidak menetapkan aturan sampai berapa lama kepemilikan itu bertahan karena bila ditelantarkan berarti tidak dipelihara, termasuk tanda-tanda batasnya yang bisa saja hilang atau dihilangkan.

"Kalau soal kapan tanah itu harus dimanfaatkan dan kapan kembali menjadi hak milik negara kalau tidak dimanfaatkan, UU memang tidak mengatur soal itu," kata Hikmad.

Di sisi lain, BPN sendiri, seperti disebutkan Hikmad, tidak memiliki kewenangan menguji materiil. "Kewenangan itu dimiliki polisi dan jaksa. Kami di BPN itu ibarat pabrik biskuit, soal bahannya darimana, ilegal atau tidak, kami tinggal olah bahan yang tersedia itu," katanya lagi.

Bahan yang dimaksud adalah surat-surat atau syarat-syarat yang digunakan untuk memenuhi persyaratan pembuatan sertifikat tersebut.

Jadi ketika ada orang datang ke BPN minta diterbitkan sertifikat berdasarkan sejumlah dokumen yang dimilikinya yang memenuhi persyaratan untuk penerbitan sertifikat itu, dan kemudian dalam prosesnya tidak ada yang menyanggah, maka BPN tidak berhak menghalangi penerbitan sertifikatnya.  (*)

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Arief Mujayatno


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2011