Samarinda, (Antaranews Kaltim) - Harga tiket peswat (angkutan udara) menjadi faktor utama yang mendorong inflasi pada kelompok transportasi dan komunikasi yang terjadi di Provinsi Kalimantan Timur pada Desember 2018, sehingga tingkat inflasinya menjadi 0,54 persen.

   

“Kenaikan tarif angkutan udara telah terjadi secara bertahap sejak pekan pertama bulan Desember 2018 sehingga mencapai tarif batas atasnya,” ujar Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Kaltim, Muhammad Nur di Samarinda, Selasa.

Dia menjelaskan bahwa kebutuhan masyarakat Kaltim yang tinggi akan transportasi udara dari Samarinda, Balikpapan ke provinsi lain maupun angkutan udara dalam provinsi, sehingga menyebabkan harga tiket melambung tinggi dengan andil 1,84 persen dari kelompok transportasi dan komunikasi.U

Untuk inflasi yang bersumber dari kenaikan harga pada kelompok bahan makanan sebesar 0,71 persen, kelompok kesehatan berinflasi 0,64 persen, dan kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 0,17 persen.   

Menurutnya, inflasi bahan makanan disebabkan oleh komoditas daging ayam ras, bawang merah, dan telur ayam ras.

Inflasi komoditas bawang merah disebabkan oleh berkurangnya pasokan dari wilayah sentra, terutama Kabupaten Enrekang karena distribusi yang difokuskan ke wilayah bermayoritas penduduk nasrani untuk kebutuhan Hari Raya Natal. Di samping itu, curah hujan tinggi menyebabkan bawang merah mudah rusak.

Berdasarkan kota pembentuknya, Kota Samarinda mengalami inflasi 0,30 persen yang disebabkan oleh daging ayam ras. Sementara itu, di Kota Balikpapan inflasi tercatat sebesar 0,86 persen yang didorong oleh kenaikan harga tiket pesawat.

 Pada Januari 2019, lanjutnya, tekanan inflasi diperkirakan lebih rendah dibandingkan Desember 2018. Konsumsi masyarakat diperkirkaan berangsur normal paska libur sekolah dan Hari Raya Natal.

“Setelah mengalami deflasi tuga bulan berturut-turut, kemudian pada Desember 2018 Kaltim mengalami inflasi sebesar 0,54 persen. Capaian ini lebih rendah ketimbang inflasi nasional yang sebesar 0,62 persen,” kata Nur.

Dia juga mengatakan bahwa BI Kaltim bersama pihak terkait yang tergabung dalam Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), terus memantau pergerakan inflasi secara khusus, dan perekonomian secara umum baik dalam skala domestik maupun internasional.

Sejumlah kegiatan telah dilakukan guna mengantispasi kenaikan harga yang berkelanjutan, seperti operasi pasar maupun inspeksi mendadak ke pasar tradisional maupun modern, bahkan memantau ketersediaan stok di pasar induk dan distributor utama.

"Hal tersebut dimaksudkan untuk melihat perkembangan harga secara langsung, sekaligus untuk memastikan ketersediaan stok untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat,” ucap Nur lagi.

Pewarta: M.Ghofar

Editor : Abdul Hakim Muhiddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2019