Samarinda (Antaranews Kaltim) -  Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Provinsi Kalimantan Timur menilai bahwa Pergub Kaltm Nomor 1/2018 tentang Penataan Pemberian Izin dan Nonperizinan Pertambangan, Kehutanan dan Perkebunan Kelapa Sawit, terdapat lima kelemahan.

"Kelamahan pertama, seharusnya pergub ini tidak hanya menjelaskan tentang moratorium, tapi juga harus bisa mendorong terjadinya audit pada Izin Usha Pertambangan (IUP) yang sudah ada," ujar Dinamisator Jatam Kaltim Pradarma Rupang di Samarinda, Selasa.

Audit, lanjutnya, dapat dimulai dari pengelolaan reklamasi mulai kewajiban dana Jaminan Reklamasi (Jamrek) dan Pascatambang yang sejak Mei 2017 melalui Korsup Minerba KPK, bahwa 60 persen IUP Kaltim belum menyetor, termasuk 10 IUP tidak kunjung menyetor hingga batas waktu 23 Agustus 2017.

Pergub yang ditandatangani gubernur dan dikeluarkan pada 2 Januari 2018 inni merupakan kebijakan perpanjangan dari Pergub sebelumnya yang mengatur hal yang sama, yaitu Pergub Nomor 17 tahun 2015 yang masa berlakunya akan habis pada April 2018.

Jatam mendorong agar aturan dalam Pergub Kaltim ini selangkah lebih maju melakukan audit terhadap perizinan yang sudah ada, termasuk 17 perusahaan tambang yang menyebabkan meninggalnya anak-anak di lubang tambang batu bara.

baca juga: Jatam gugat Pemprov Kaltim

Lubang bekas galian tambang menelan korban jiwa tersebut, perusahaannya hingga kini tak kunjung diberikan sanksi maksimal dan pencabutan izin. Kemudian transparansi dan membuka data ke publik mestinya juga dilakukan.

Kedua, katanya, moratorium berbasis daya dukung dan prasyarat keselamatan alam dan rakyat, diminta tidak berbasis waktu karena pascadeforestasi tidak memiliki waktu cukup untuk pemulihan lingkungan.

Ketiga, Kaltim sudah waktunya melampaui moratorium, yaitu tidak boleh ada lagi tambang dan transformasi ke sektor ekonomi lain yang berkelanjutan, karena menurut Pemprov Kaltim ada potensi 2,4 juta hektare lahan yang bisa digarap berasal dari 809 IUP yang telah dicabut dan masanya telah berakhir.

Keempat, mestinya selain batu bara, jenis tambang lain juga harus dimoratorium, seperti tambang batu kapur, pabrik semen, dan emas mengingat paradigma pembangunan yang bertumpu pada model pengerukan dan pembongkaran tanah, merupakan model ekonomi gagal yang telah usang dan layak ditinggalkan.

Kelima, Jatam mita kepastian tidak boleh ada gubernur baru yang mencabut moratorium ini setelah Pilkada, mengingat sebelumnya lumrah sebuah peraturan tak berumur panjang hanya karena pergantian pemimpin.

"Masa bakti Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak tersisa sekitar 300 hari. Bagi Kami, moratorium jangan sebatas ajang pencitraan politik tanpa ada efek apapun di lapangan, khususnya bagi masyarakat, sehingga perlu peraturan lain yang memperkuat moratorium," tuturnya. (*)

baca juga: Pemprov Kaltim tak berani tindak tambang bermasalah

Pewarta: M.Ghofar

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2018