Samarinda (ANTARA News Kaltim) - Peneliti dari Pusat Penelitian Hutan Tropis Universitas Mulawaran (Unmul), Samarinda, Kalimantan Timur, Yaya Rayadin, mengakui telah terjadi pembantaian dan perburuan orangutan Kalimantan (Pongo Pygmaeus Mario). 

"Pembantaian itu sudah ada dan sudah terjadi," kata Yaya Rayadin yang juga Dosen Fakultas Kehutanan Unmul Samarinda, saat memberikan pemaparan terkait ekosistem orangutan di Kaltim, Senin.

Konflik perusahaan sawit dengan primata tercerdas setelah gorilla dan simpanse itu menjadi indikator terjadinya pembantaian dan perburuan tersebut.

Pembantaian dan perburuan tersebut, kata dia akibat terjadinya perbedaan perspektif antara konservasionis orangutan dengan pihak perusahaan kelapa sawit.

"Sebagian besar perusahaan kelapa sawit masih menempatkan orangutan sebagai hama sehingga tindakan yang dilakukan juga sama dengan memberantas hama," ungkap Yaya Rayadin.

Doktor Ekologi dan Konservasi Satwa Liar itu mengasumsikan, satu ekor orangutan dapat menghabisakan 30 hingga 50 tanaman sawit yang berumur di bawah satu tahun sehingga, katanya, satu ekor orangutan tersebut dapat menimbulkan kerugian Rp600 ribu hngga Rp1 juta jika diasumsiskan harga sawit itu Rp20 ribu per pohon.

"Kemungkinan, pembantaian itu berlangsung sejak 2009 hingga 2010. Namun secara teknis, saya tidak punya data terkait pembantaian yang terjadi di Desa Puan Cepak, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara. Tetapi, berdasarkan indikator tersebut perburuan orangutan itu sudah terjadi," katanya.

"Selama ini, saya tidak pernah mendengar terjadinya konflik antara orangutan dengan warga. Kecuali, orangutan yang telah direlokasi kemudian masuk ke pemukiman penduduk," ungkap Yaya Rayadin yang mengaku telah melakukan penelitian terhadap orangutan selama 10 tahun.

Terjadinya perubahan pola konsumsi orangutan ke kelapa sawit menurut Yaya Rayadin akibat konversi habitan orangutan menjadi kebun sawit.

"Karena konversi kawasan tersebut dilakukan tanpa perencanaan konservasi yang matang sehingga orangutan tersebut menjadikan kelapa sawit sebagai sumber pakan," kata yaya Rayadin.

Sebagai upaya melindungi populasi orangutan Kalimantan dari kepunahan kata Yaya Rayadin, pemerintah harus segera menetapkan areal relokasi untuk menampung primata cerdas yang terjebak di kawasan industri eksploitasi sumber daya alam serta melepasliarkan kembali oranggutan yang berada di pusat rehabilitasi.  

Dia juga mendesak perusahaan yang area konsesinya merupakan habitat orangutan untuk menyediakan areal konservasi.

"Tentunya, areal konservasi yang layak bagi orangutan bukan areal sisa melainkan areal khusus yang bisa melindungi dan menjaga orangutan tersebut, termasuk dengan ketersediaan pakan," ungkap Yaya Rayadin. (*)
 

Pewarta:

Editor : Arief Mujayatno


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2011