Samarinda (ANTARA Kaltim) -  Komunitas Gerakan Memungut Sehelai Sampah Sungai Karang Mumus (GMSS-SKM) Samarinda, Kalimantan Timur, mengembangkan pusat pembibitan spesies tanaman lokal guna mendukung restorasi sungai, sekaligus mengembalikan fauna yang dulu pernah ada.

"Pembibitan aneka jenis tanaman khas sungai ini kami lakukan di Muang, tepatnya di sebelah sekolah sungai," ujar Koordinator Umum GMSS-SKM Samarinda Yustinus Sapto Hardjanto di Samarinda, Sabtu.

Pembibitan dipusatkan di sebidang tanah pinjaman dari seorang warga setempat, sehingga komunitas peduli sungai ini sudah melakukan pembibitan secara vegetatif, generatif, dan mengambil bibit alam dari tumbuhan induk.

Saat ini, ujar Yustinus, beberapa yang berhasil dibibitkan dari biji adalah pohon bungur, jinga, putat, dan kapul. Sementara yang masih menunggu perkembangan adalah bibit jabon, pule, dan kademba.

Bibit kademba itu juga mulai ditanam dengan mengambil bibit dari alam yang tumbuh liar di persawahan dan rawa. Sedangkan sejumlah tumbuhan khas yang mulai langka dan tidak lagi ditemukan di Sungai Karang Mumus, sehingga masih dicari bibitnya, antara lain pohon ipil, resak, ara, jambu-jambu, leban, dan lainnya.

Menurutnya, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam restorasi keseluruhan terhadap SKM, seperti restorasi hidrologi dan marfologi, mengingat bentuk sungai terkait erat dengan kuantitas, kualitas, dan kontinuitas air.

Untuk itu, perubahan bahkan pengubahan sungai dan lingkungannya akan membuat siklus air menjadi terganggu, sementara sungai wajib memiliki area lindung, area resapan, sekaligus kawasan penyimpanan air yang berfungsi untuk menjaga air.

Kemudian restorasi sosio ekonomi kultural, mengingat dalam perjalanan sejarahnya bahwa sungai ini juga untuk menopang kehidupan warga Samarinda. Namun, seiring perkembangan kota, kini sungai itu terlupakan jasanya, bahkan kini menjadi tempat pembuangan sampah yang seolah tidak pernah berjasa.

Untuk itu, lanjutnya, upaya menyadarakan sekaligus memberikan pengetahuan kepada warga tentang fungsi dan makna penting sebuah sungai harus terus diberikan, termasuk mencari alternatif baru ekonomi berbasis sungai sehingga akan mendorong untuk memulihkan, menjaga, dan merawat sungai karena mereka sadar bahwa sungainya ternyata mendatang manfaat besar.

"Dengan pemberdayaan berbasis ekonomi lokal ini, maka akan tercipta partisipatif warga terhadap sungai, sehingga tanpa diminta pun warga akan sadar dengan peran penting sebuah sungai," tuturnya.

Selanjutnya adalah restorasi ekosistem SKM, karena selama ini akibat dari campur tangan manusia dan pemanfaatan berlebihan, sehingga menyebabkan hilangnya flora dan fauna yang dulu banyak di SKM, seperti orangutan, monyet, bekantan, biawak, aneka burung, dan berbagai tanaman khas sungai.

Untuk itu, tambahnya, perlu dilakukan penanaman kembali atau revegatasi terhadap flora lokal, sehingga jika berbagai jenis flora lokal tersebut berkembang dan berbuah, maka alam itu sendiri mampu memanggil aneka fauna yang pernah pergi sehingga mereka bisa pulang ke rumahnya.

"Hal yang tidak kalah penting adalah restorasi kelembagaan, karena sungai pada dasarnya milik semua orang, sehingga pemerintah perlu melibatkan masyarakat secara aktif dalam pengelolaan sumber daya sungai, serta perlu diperkuat manajamen sungai berbasis komunitas peduli sungai," kata Yustinus. (*)

Pewarta: M.Ghofar

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017