Balikpapan (ANTARA Kaltim) - Ribuan orang memenuhi lapangan timur kawasan Lapangan Merdeka, Balikpapan, Kalimantan Timur, Sabtu (30/9) malam, untuk menonton bersama-sama film Pemberontakan Gerakan 30 September (G30S).
"Perhitungan kami ada sekitar 7.000 orang," kata Komadan Komando Distrik Militer (Kodim) 0905 Balikpapan Letnan Kolonel Infanteri (Letkol Inf) Hendri Wijaya.
Acara nobar itu memang atas prakarsa Kodim 0905 Balikpapan, seperti yang diperintahkan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.
Ribuan masyarakat Balikpapan itu berdesakan di lapangan rumput seluas lapangan sepakbola itu. Mereka duduk di rumput menghadap layar kain ukuran 10X7 meter yang dibentang di sisi utara lapangan.
Film mulai diputar sejak pukul 20.00 dan berlangsung selama 4 jam, atau hingga pukul 24.00. Sebagian besar penonton adalah anak-anak muda yang belum pernah menonton film yang diputar pertama kali di bioskop tahun 1985 itu.
"Penasaran saja kenapa sih sampai harus diajak kita nonton bareng. Apalagi Panglima TNI sampai keluarkan perintah," kata Alif, warga Gunung Sari Ilir.
Ada juga Desi, warga Karang Jati yang sudah datang ke Lapangan Merdeka sejak pukul 19.00 agar bisa dapat tempat nyaman saat menonton.
Tak sedikit terlihat warga yang membawa anak isteri, walaupun tidak menonton sampai selesai karena anak atau istrinya minta pulang.
"Saya ingin kasih lihat ke anak saya ini film sejarah. Bahwa di negara kita dahulu ada yang namanya partai komunis yang lalu memberontak," kata Anto, warga Gunung Guntur. Ia menonton tak sampai selesai karena anaknya yang baru 11 tahun keburu mengantuk dan minta pulang.
"Sengaja kita rayakan besar-besar agar menciptakan rasa nasionalisme dan menambah wawasan sejarah tentang pembunuhan 6 jenderal ini, bahwa kejadian di film G30S memang benar-benar nyata terjadi waktu itu," tegas Dandim Hendri.
Peristiwa Gerakan 30 September adalah peristiwa penculikan dan pembunuhan terhadap jenderal-jenderal Angkatan Darat, di antara Menteri/Panglima Angkatan Darat Jenderal Achmad Jani, dan Letnan Satu Pierre Tendean, perwira pertama ajudan Jenderal Abdul Harris Nasution, Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) saat itu. Peristiwa terjadi pada malam 30 September 1965 hingga dinihari 1 Oktober.
Di dalam film itu diceritakan Mayjen Soeharto yang menjabat Komandan Komando Strategis Angkatan Dart (Kostrad) bertindak cepat untuk memulihkan keamanan dan ketertiban. Soeharto juga menuduh perbuatan tersebut adalah gerakan orang-orang komunis, dalam hal ini Partai Komunis Indonesia (PKI).
"Perhitungan kami ada sekitar 7.000 orang," kata Komadan Komando Distrik Militer (Kodim) 0905 Balikpapan Letnan Kolonel Infanteri (Letkol Inf) Hendri Wijaya.
Acara nobar itu memang atas prakarsa Kodim 0905 Balikpapan, seperti yang diperintahkan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.
Ribuan masyarakat Balikpapan itu berdesakan di lapangan rumput seluas lapangan sepakbola itu. Mereka duduk di rumput menghadap layar kain ukuran 10X7 meter yang dibentang di sisi utara lapangan.
Film mulai diputar sejak pukul 20.00 dan berlangsung selama 4 jam, atau hingga pukul 24.00. Sebagian besar penonton adalah anak-anak muda yang belum pernah menonton film yang diputar pertama kali di bioskop tahun 1985 itu.
"Penasaran saja kenapa sih sampai harus diajak kita nonton bareng. Apalagi Panglima TNI sampai keluarkan perintah," kata Alif, warga Gunung Sari Ilir.
Ada juga Desi, warga Karang Jati yang sudah datang ke Lapangan Merdeka sejak pukul 19.00 agar bisa dapat tempat nyaman saat menonton.
Tak sedikit terlihat warga yang membawa anak isteri, walaupun tidak menonton sampai selesai karena anak atau istrinya minta pulang.
"Saya ingin kasih lihat ke anak saya ini film sejarah. Bahwa di negara kita dahulu ada yang namanya partai komunis yang lalu memberontak," kata Anto, warga Gunung Guntur. Ia menonton tak sampai selesai karena anaknya yang baru 11 tahun keburu mengantuk dan minta pulang.
"Sengaja kita rayakan besar-besar agar menciptakan rasa nasionalisme dan menambah wawasan sejarah tentang pembunuhan 6 jenderal ini, bahwa kejadian di film G30S memang benar-benar nyata terjadi waktu itu," tegas Dandim Hendri.
Peristiwa Gerakan 30 September adalah peristiwa penculikan dan pembunuhan terhadap jenderal-jenderal Angkatan Darat, di antara Menteri/Panglima Angkatan Darat Jenderal Achmad Jani, dan Letnan Satu Pierre Tendean, perwira pertama ajudan Jenderal Abdul Harris Nasution, Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) saat itu. Peristiwa terjadi pada malam 30 September 1965 hingga dinihari 1 Oktober.
Di dalam film itu diceritakan Mayjen Soeharto yang menjabat Komandan Komando Strategis Angkatan Dart (Kostrad) bertindak cepat untuk memulihkan keamanan dan ketertiban. Soeharto juga menuduh perbuatan tersebut adalah gerakan orang-orang komunis, dalam hal ini Partai Komunis Indonesia (PKI).
Film diakhiri dengan adegan pemakaman jenderal-jenderal di hari jadi TNI, 5 Oktober 1965.
"Bagus juga anak-anak muda menonton film ini, sebab sejarah mempunyai banyak sisi," kata Adri, warga Taman Bukit Sari di utara Balikpapan. Sebagai perimbangan, ia menyarankan juga membaca buku-buku dari berbagai sumber untuk melengkapi wawasan.
"Saya lihat di internet ada buku Cornell Paper yang sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Itu ditulis sejarawan Benedict Anderson yang berisi analisis ilmiah beliau atas peristiwa itu. Dulu sempat dilarang, kalau tidak salah," paparnya. (*)
"Bagus juga anak-anak muda menonton film ini, sebab sejarah mempunyai banyak sisi," kata Adri, warga Taman Bukit Sari di utara Balikpapan. Sebagai perimbangan, ia menyarankan juga membaca buku-buku dari berbagai sumber untuk melengkapi wawasan.
"Saya lihat di internet ada buku Cornell Paper yang sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Itu ditulis sejarawan Benedict Anderson yang berisi analisis ilmiah beliau atas peristiwa itu. Dulu sempat dilarang, kalau tidak salah," paparnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017