Samarinda (ANTARA Kaltim) - Center for Regional Policy Study (CRPS) Provinsi Kalimantan Timur bekerja sama dengan Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan tujuh item potensi kecurangan dalam pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional di Kota Samarinda.

"Potensi kecurangan yang kami pantau bersama ICW ini mulai berjalan sejak Maret hingga Agustus 2017 atau selama enam bulan terakhir," ujar Dwi Riski Rabsodi, dari Divisi Kajian dan Investigasi CRPS Provinsi Kaltim di Samarinda, Senin.

Hal itu dikatakan Eki, panggilannya, dalam Media Briefing tentang Hasil Penelitian Implementasi Program JKN Kota Samarinda. Hadir dari ICW adalah Dewi Anggraini, mewakili Divisi Kampanye Publik.

Dari tujuh item temuan potensi kecurangan ini, lanjut Eki, tidak ada yang terjadi di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, tetapi semuanya terjadi di pelayanannya atau pada fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

Sedangkan tujuh item kecurangan itu adalah pertama, pembatasan rawat inap yang rata-rata dibatasi antara 4-5 hari, sehingga pasien diminta pulang meski belum sembuh. Padahal dari BPJS Kesehatan dinyatakan dirawat sampai pasien sembuh.

Kedua, keluarga pasien diminta membeli obat, bahkan infus dengan alasan dari pihak rumah sakit bahwa obat tersebut tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan, padahal infus merupakan item yang ditanggung oleh BPJS.

Ketiga, pasien bahkan dokter menyatakan tidak mengetahui penyakit pasien, dimulai dari fasilitas kesehatan (faskes) pertama sampai di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL).

Dalam kasus ini, lanjutnya, bahkan ada pernyataan tenaga medis yang mengatakan jika ditemukan penyakitnya akan dilakukan operasi. Dalam kasus ini, ia menganggap aneh, karena penyakit belum diketahui, namun akan dioperasi.

Keempat, tertutupnya informasi masa pengurusan BPJS Kesehatan dalam 3x24 jam selama masa rawat inap (Jumat-Minggu), sehingga pasien dan keluarga pasien tidak mengetahui apa yang terjadi selama masa itu.

Kelima, pembayaran denda tunggakan iuran saat pelunasan, sementara pasien masih dalam masa perawatan. Diharapkan kasus seperti ini ada pengecualian, karena keluarga pasien masih sibuk urus yang sakit.

Keenam, adanya penghentian tindakan medis padahal pasien kritis karena masih menggunakan infus dan selang oksigen. Dalam hal ini, pasien yang didampingi pihaknya akhir meninggal.

Ketujuh adalah penolakan terhadap pasien dengan alasan tidak terdaftar sebagai pengguna PBI (Penerima Bantuan Iuran). Padahal si pasien memegang JKN kategori PBI, namun anehnya dinyatakan tidak terdaftar.

"Pemantauan ini di antaranya bertujuan mendorong perbaikan layanan BPJS Kesehatan dan layanan faskes bagi peserta JKN, khususnya JKN-PBI," tuturnya.

Beberapa hal yang menjadi fokus pemantauan CRPS dan ICW adalah persoalan akses dan mutu layanan kesehatan, terutama bagi warga miskin, tata kelola BPJS dan layanan kesehatan, serta titik rawan terjadinya praktek kecurangan. (*)

Pewarta: M Ghofar

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017