Samarinda (ANTARA Kaltim) -  Perdagangan aksesoris kerajinan tangan yang bahannya mengandung karapas penyu sisik di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, selama Ramadhan kembali marak, kata juru kampanye Profauna Bayu Sandi.

"Selama Ramadhan, kami kembali menemukan adanya perdagangan cinderamata yang mengandung karapas penyu sisik di Pasar Sanggam Adjidilayas. Padahal sejak awal 2017, pedagangan cinderamata berbahan karapas penyu sisik sudah bisa dikatakan tidak ada, namun akhir-akhir ini kembali marak," kata Bayu Sandi dihubungi dari Samarinda, Selasa.

Dari pantauan Profauna di Pasar Sanggam Adjidilayas, kata Bayu Sandi, ditemukan delapan lapak yang secara terang-terangan memajang dagangan aksesoris penyu sisik berupa gelang, cincin dan mata kalung.

Aksesori mengandung sisik penyu itu dijual dengan harga bervariasi, tergantung ukurannya.

"Untuk cincin dijual Rp5.000 sampai Rp10.000, gelang Rp25.000 hingga Rp60.000 dan kalung berkisar Rp10.000-Rp15.000," terang Bayu Sandi.

Aksesoris kerajinan tangan berbahan karapas penyu sisik itu dipasok dari salah seorang warga yang tinggal di Pulau Derawan.

"Berdasarkan informasi yang kami peroleh, cinderamata berbahan karapas penyu itu didatangkan dari Pulau Derawan. Dari lima pemasok yang selama ini dikenal, hanya ada satu orang yang memasok dengan alasan butuh biaya untuk melanjutkan anaknya kuliah. Jadi, para pedagang yang menjual cinderamata itu mengaku merasa iba sehingga mau dititipi," jelas Bayu Sandi.

Temuan penjualan aksesoris berbahan penyu sisisk di Pasar Sanggam Adjidilayas itu sudah dilaporkan ke Wakil Bupati Berau Agus Tamtomo.

"Kebetulan Wakil Bupati Berau sangat peduli dengan pelestarian penyu dan selama ini beliau memberi respon positif terhadap setiap laporan terkait eksploitasi penyu tersebut," tuturnya.

"Temuan itu sudah kami laporkan dan langsung ditindaklanjuti wabup dengan menghubungi kepala keamanan Pasar Sanggam Adjidilayas untuk segera dilakukan razia," tambahnya.

Bayu Sandi menyatakan, semua jenis penyu telah dilindungi oleh undang-undang, sehingga segala bentuk perdagangannya, termasuk bagian tubuhnya adalah dilarang.

"Menurut Undang-Undsng Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pelaku perdagangan satwa dilindungi seperti penyu itu bisa diancam dengan hukuman penjara lima tahun dan denda Rp100 juta," ujarnya.

"Jadi, Profauna mendesak aparat terkait untuk menertibkan perdagangan aksesoris mengandung sisik penyu tersebut, sebelum meluas, karena jelas hal itu melanggar undang-undang," kata Bayu Sandi. (*)

Pewarta: Amirullah

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017