Samarinda (ANTARA Kaltim) - Komite Olahraga Nasional Indonesia mewacanakan untuk mencoret atau tidak melombakan cabang binaraga pada Pekan Olahraga Nasional yang dimulai saat PON XX tahun 2020 di Papua.
Wakil Ketua Bidang Pembinaan dan Prestasi KONI Pusat Suwarno di Samarinda, Selasa, mengemukakan, wacana tersebut muncul seiring munculnya kasus doping yang menimpa sejumlah atlet binaraga pada ajang empat tahunan itu.
"Terakhir pada PON 2016 di Jawa Barat, dari 12 atlet yang terindikasi doping, delapan atlet di antaranya berasal dari cabang binaraga," kata Suwarno saat penutupan Musyawarah Olahraga Provinsi KONI Kaltim.
Parahnya, lanjut Suwarno, ada sejumlah pihak yang mengatakan delapan atlet binaraga yang terindikasi doping itu hanya ketiban sial, karena kalau semua atlet binaraga diwajibkan menjalani tes doping, maka hasilnya mungkin lebih banyak.
"Daripada setiap perhelatan PON ke PON selalu begitu, mendingan tidak usah dipertandingkan. Apalagi pada PON Papua, jumlah cabang olahraga kemungkinan bakal berkurang, karena kesiapan tuan rumah akan sarana dan prasarana," jelasnya.
Wacana pencoretan cabang binaraga pada pesta olahraga empat tahunan tersebut mendapat reaksi keras dari mantan atlet binaraga nasional asal Kaltim, Hendra Radinal Ari.
Menurut peraih medali emas empat kali PON tersebut, kasus doping yang menimpa atlet binaraga adalah kasus pribadi para atlet dan tidak bisa digeneralisasi ke cabang olahraganya.
"Seperti saya bisa juara PON dan sejumlah kejuaraan internasional tanpa doping, itu tergantung dari atletnya sendiri," katanya.
Ia sependapat jika atlet yang terindikasi menggunakan doping harus mendapatkan sanksi tegas dari induk olahraga maupun KONI, namun bukan mematikan cabang olahraganya.
"Binaraga juga dipertandingkan di kejuaraan Internasional, bahkan hingga olimpiade dan kami para atlet juga berharap binaragawan Indonesia bisa meraih prestasi di ajang internasional," ujarnya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017
Wakil Ketua Bidang Pembinaan dan Prestasi KONI Pusat Suwarno di Samarinda, Selasa, mengemukakan, wacana tersebut muncul seiring munculnya kasus doping yang menimpa sejumlah atlet binaraga pada ajang empat tahunan itu.
"Terakhir pada PON 2016 di Jawa Barat, dari 12 atlet yang terindikasi doping, delapan atlet di antaranya berasal dari cabang binaraga," kata Suwarno saat penutupan Musyawarah Olahraga Provinsi KONI Kaltim.
Parahnya, lanjut Suwarno, ada sejumlah pihak yang mengatakan delapan atlet binaraga yang terindikasi doping itu hanya ketiban sial, karena kalau semua atlet binaraga diwajibkan menjalani tes doping, maka hasilnya mungkin lebih banyak.
"Daripada setiap perhelatan PON ke PON selalu begitu, mendingan tidak usah dipertandingkan. Apalagi pada PON Papua, jumlah cabang olahraga kemungkinan bakal berkurang, karena kesiapan tuan rumah akan sarana dan prasarana," jelasnya.
Wacana pencoretan cabang binaraga pada pesta olahraga empat tahunan tersebut mendapat reaksi keras dari mantan atlet binaraga nasional asal Kaltim, Hendra Radinal Ari.
Menurut peraih medali emas empat kali PON tersebut, kasus doping yang menimpa atlet binaraga adalah kasus pribadi para atlet dan tidak bisa digeneralisasi ke cabang olahraganya.
"Seperti saya bisa juara PON dan sejumlah kejuaraan internasional tanpa doping, itu tergantung dari atletnya sendiri," katanya.
Ia sependapat jika atlet yang terindikasi menggunakan doping harus mendapatkan sanksi tegas dari induk olahraga maupun KONI, namun bukan mematikan cabang olahraganya.
"Binaraga juga dipertandingkan di kejuaraan Internasional, bahkan hingga olimpiade dan kami para atlet juga berharap binaragawan Indonesia bisa meraih prestasi di ajang internasional," ujarnya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017