Samarinda (ANTARA Kaltim) -  Polsek Loa Kulu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, masih terus mendalami kasus pencabulan seorang oknum guru yang mencabuli tujuh siswinya.

"Kami masih terus mendalami kasus pencabulan yang dilakukan oleh seorang oknum guru terhadap tujuh siswinya," ujar Wakil Kepala Kepolisian Sektor Loa Kulu, Inspektur Polisi Satu Juwadi, dihubungi dari Samarinda.

Hingga saat ini, kata Juwadi, baru tujuh siswi SMA, yang melaporkan dugaan pencabulan yang dilakukan oknum guru Bimbingan Konseling (BK) berinisial Md (46) tersebut.

"Sejauh ini, ada tujuh siswa yang mengaku menjadi korban pencabulan oknum guru itu. Namun, kami masih melakukan penyidikan, terkait kemungkinan adanya korban lain. Kami meninta para siswi yang merasa pernah menjadi korban, agar segera melapor," kata Juwadi.

Kasus pencabulan yang dilakukan guru Bimbingan Konseling di SMA Loa Kulu itu lanjut Juwadi, terungkap berdasarkan laporan kepala sekolah pada 6 Februari 2017.

Dari laporan kepala sekolah itu tambah Juwadi, polisi langsung menjemput Md, pada Rabu (8/2).

"Pelaku kami amankan saat mengajar dan langsung dibawa ke Polsek Loa Kulu untuk menjalani pemeriksaan," ucap Juwadi.

Sebelum dilaporkan secara resmi oleh kepala sekolah kata ia, kasus pencabulan yang dilakukan oknum guru BK itu sempat diadukan oleh dua guru mereka.

"Sebelum kasus itu dilaporkan secara resmi, salah satu siswi sempat menceritakan apa yang dialaminya ke ibu gurunya. Kemudian, ibu guru tersebut berkonsultasi ke polsek selanjutnya secara resmi dilaporkan oleh kepala sekolah mereka," terang Juwadi.

Dugaan pencabulan yang dilakukan oknum guru BK itu jelas Juwadi dengan modus, mengaku dapat mengobati berbagai penyakit.

Saat itulah lanjut ia, para siswi dicabuli dengan cara diraba pada beberapa bagian tubuh korban.

"Oknum guru BK itu mengaku bisa mengobati penyakit kemudian meraba-raba bagian tubuh korban. Aksi itu dilakukan selama periode Mei hingga Desember 2016 di dalam ruangan BK," tutur Juwadi.

Oknum guru yang bertatus PNS itu kata Juwadi, terancam dijerat pasal pasal 81 ayat (2) juncto pasal 76 D Undang-undang Nomor 35 tahun 2004 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara. (*)

Pewarta: Amirullah

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017