Samarinda (ANTARA Kaltim) - Sekitar 100 petani dan perwakilan petani di Provinsi Kalimantan Timur menggelar demo di teras kantor gubernur di Samarinda, Senin, menuntut pengembalian lahan mereka, serta pemulihan lahan dan kampung yang telah dirusak perusahaan kelapa sawit.

"Mereka yang melakukan aksi ini merupakan petani dan perwakilan petani yang berasal dari tiga kecamatan di Kabupaten Kutai Kartanegara, yakni Kecamatan Muara Jawa, Loa Janan, dan Kecamatan Sanga-Sanga," ujar perwakilan petani, Akmal Rabbany.

Ia menceritakan kronologis perampasan lahan itu, ketika perusahaan kelapa sawit PT Perkebunan Kaltim Utama (PKU) I hadir di tiga kecamatan itu pada 2005 dengan izin lokasi yang diterbitkan Bupati Kutai Kartanegara Nomor 10/DPtn/UM-10/V-2004.

Kemudian perusahaan melakukan penanaman kelapa sawit tanpa melakukan sosialisasi dan pembebasan lahan kepada kelompok tani atau pemilik lahan.

"Di antara cara yang dilakukan adalah dengan menggusur lahan produktif yang sebagian berada di perkampungan Sungai Nangka, Teluk Dalam," ujarnya.

Perusahaan tersebut menggusur lahan enam kelompok tani yang tersebar di tiga kecamatan dengan luas mencapai 1.300,59 hektare, lalu perusahaan itu juga merusak tanaman milik petani.

Cara lainnya adalah dengan melakukan penanaman kelapa sawit tanpa minta izin dengan pemilik lahan. Jika pemilik lahan protes, maka proses negosiasi baru dilakukan, bahkan perusahaan kemudian menanam sawit pada malam hari.

Akmal melanjutkan kelompok tani yang memperjuangkan hak tersebut memiliki legalitas sah yang terdaftar di Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP3K), lahan garapan yang dirintis sejak 1970-an juga memiliki legalitas SPPT dan sertifikat tanah.

Selain itu, Hak Guna Usaha (HGU) milik PT PKU I yang diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) menjadi senjata andalah perusahaan, ketika masyarakat menanyakan alasan menggusur lahan petani, namun bukti fisik tersebut tidak pernah diperlihatkan kepada masyarakat.

"Belakangan kami ketahui bahwa HGU perusahaan tersebut bermasalah, karena sebelum menerbitkan HGU, seharusnya BPN melakukan pengecekan kembali di lapangan tentang apakah lahan tersebut sudah dibebaskan dari pemilik lahan atau untuk mengetahui apakah lahan masih tumpang tindih kepemilikan atau tidak?," katanya.

Kemudian berdasarkan putusan PTUN Jakarta Nomor 18/G2011/PYUN/-JKT, lanjut Akmal, pengadilan telah membatalkan SHGU dan HGU PT PKU I dengan HGU Nomor 75/HGU/BPN RI/2009. (*)

Pewarta: M Ghofar

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017