Samarinda (ANTARA Kaltim) - Lembaga berjaringan internasional yang bergerak di bidang perlindungan dan pelestarian satwa liar dan habitatnya, Profauna Borneo, bersama Turtle Foundation asal Jerman menjajaki kerja sama untuk melakukan kampanye nasional penyelamatan penyu sisik.

"Kami tengah menyusun rencana kerja sama dengan Turtle Foundation untuk menggelar kampanye perlindungan penyu sisik secara nasional," ujar Koordinator Profauna Borneo Bayu Sandi dihubungi dari Samarinda, Rabu.

Kampanye serentak penyelamatan penyu sisik itu rencananya dipusatkan di Kabupaten Berau.

"Dipusatkan di Kabupaten Berau, karena masih ada eksploitasi penyu sisik di kawasan itu," ujarnya.

Menurut Bayu, rencana kampanye serentak perlindungan penyu sisik itu masih dalam tahap penyusunan strategi serta menunggu kesepakatan dengan Turtle Foundation.

"Kalau sudah ada lampu hijau dari Turtle Foundation, kami akan segera melakukan kampanye secara serentak di seluruh Indonesia.

Namun, hal itu juga tentu bergantung pada situasi dan kondisi, khususnya terkait anggaran. Artinya, kalau semuanya sudah mendukung, kami akan langsung bergerak secara nasional secara kongkrit, yakni melalui advokasi," jelas Bayu Sandi.

Ia menjelaskan, langkah kampanye penyelamatan penyu sisik itu melalui advokasi itu dilakukan dengan diawali survei dan investigasi untuk mengetahui seberapa banyak volume perdagangan aksesoris penyu sisik.

"Setelah diketahui, kami akan mencoba menurunkan sekian persen kurun waktu dua tahun. Seperti itulah rencana kampanye penyelamatan penyu sisik secara nasional tersebut," katanya.

Kurun waktu beberapa tahun terakhir, tambah Bayu, Profauna Borneo telah melakukan pendidikan kepada masyarakat, khususnya para pedagang yang ada di Kabupaten Berau agar tidak menjual aksesoris berbahan karapas penyu sisik.

Dari 27 pedagang aksesoris berbahan karapas penyu sisik yang didata Profauna Borneo, lebih dari 50 persen pedagang mengaku tidak mengetahui jika penggunaan karapas penyu itu dilarang.

"Setidaknya, saat ini tidak ada alasan masyarakat dan pedagang tidak mengetahui bahwa penyu sudah dilindungi. Kalau dulu kami bisa maklumi, sebab awalnya mereka beraggapan yang dilarang itu mengambil telur dan dagingnya. Namun, setelah kami gencar melakukan sosialisasi, tentu masyarakat harus tahu konsekuensi hukumnya jika masih mengeksploitasi karapas penyu sisik menjadi aksesoris," jelas Bayu Sandi. (*)

Pewarta: Amirullah

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017