Balikpapan (ANTARA Kaltim) - Aliansi Pemuda-Pemudi Islam Balikpapan, Senin, mendesak pembubaran ormas Front Pembela Islam (FPI), dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI).
Para pendesak berasal dari beberapa organisasi kemasyarakatan Balikpapan, Kalimantan Timur, antara lain Gerakan Pemuda (GP) Ansor, Barisan Serbaguna Nahdlatul Ulama (Banser NU), Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), dan Gerakan Pemuda Asli Kalimantan (Gepak).
"Kami dengar mereka sudah mau mendeklarasi pembentukan FPI di Balikpapan. Kami menolak," kata Wakil Ketua GP Ansor Balikpapan Wamustofa Hamzah.
Wamustofa yang biasa dipanggil Topan, juga menegaskan bahwa memang setiap warga negara berhak untuk berserikat dan berkumpul sebagaimana disebutkan Pasal 28 UUD 1945. Hak berserikat dan berkumpul itu yang diwujudkan dalam berorganisasi.
Namun, setelah organisasi itu berdiri juga ada kewajiban untuk menghargai dan menghormati hak-hak orang lain atau organisasi atau lembaga lain.
"Kami tidak menuduh dan tidak menghakimi. Tapi dari pengalaman di daerah lain kami melihat keberadaan FPI justru membawa dampak buruk," kata Topan.
Satu hal yang lekat dengan FPI, tambah Topan, adalah pemaksaan kebenaran menurut kelompoknya sendiri. Pemaksaan itu bahkan dijalankan misalnya dengan melakukan "sweeping", razia, mencari-cari hal yang dianggapnya salah atau tidak benar.
Menurut Topan, pemaksaan kehendak ini akan menjadi benih perpecahan di masyarakat yang bisa berujung menjadi ancaman bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). "Maka kami menolak keberadaan FPI," kata Topan.
Wakil Wali Kota Rahmad Mas`ud yang menemui ratusan oran dari Aliansi Pemuda-Pemudi Islam menjanjikan akan membahas keberatan dan penolakan tersebut.
Ia menganggap penolakan tersebut adalah wujud kepedulian masyarakat terhadap kondusivitas warga.
"Saya pikir tidak hanya FPI, tapi siapapun atau apapun yang menimbulkan keonaran dan membuat suasana tidak kondusif harus dibubarkan," katas Rahmad.
Penolakan terhadap GNPF-MUI adalah karena organisasi itu mereka anggap sejalan dengan FPI dalam sepak terjangnya, yaitu memaksakan kehendak dan kebenaran versinya sendiri atas yang lain.
Kepala Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Balikpapan Astani menyebutkan tidak ada permohonan pendaftaran untuk mendirikan organisasi massa atas nama FPI atau GNPF-MUI.
"Memang dulu ada, pada masa Wali Kota Imdaad Hamid, tapi saat itu pun ditolak pendiriannya. Alasannya karena bisa mengganggu kondusivitas kota," kata Astani yang ditemui terpisah.
Imdaad Hamid menjadi wali kota Balikpapan periode 2003-2008 dan 2008-2013.
Permohonan pendaftarn FPI di Balikpapan terjadi pada tahun 2012 dan ditolak oh pemerintah setempat. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017
Para pendesak berasal dari beberapa organisasi kemasyarakatan Balikpapan, Kalimantan Timur, antara lain Gerakan Pemuda (GP) Ansor, Barisan Serbaguna Nahdlatul Ulama (Banser NU), Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), dan Gerakan Pemuda Asli Kalimantan (Gepak).
"Kami dengar mereka sudah mau mendeklarasi pembentukan FPI di Balikpapan. Kami menolak," kata Wakil Ketua GP Ansor Balikpapan Wamustofa Hamzah.
Wamustofa yang biasa dipanggil Topan, juga menegaskan bahwa memang setiap warga negara berhak untuk berserikat dan berkumpul sebagaimana disebutkan Pasal 28 UUD 1945. Hak berserikat dan berkumpul itu yang diwujudkan dalam berorganisasi.
Namun, setelah organisasi itu berdiri juga ada kewajiban untuk menghargai dan menghormati hak-hak orang lain atau organisasi atau lembaga lain.
"Kami tidak menuduh dan tidak menghakimi. Tapi dari pengalaman di daerah lain kami melihat keberadaan FPI justru membawa dampak buruk," kata Topan.
Satu hal yang lekat dengan FPI, tambah Topan, adalah pemaksaan kebenaran menurut kelompoknya sendiri. Pemaksaan itu bahkan dijalankan misalnya dengan melakukan "sweeping", razia, mencari-cari hal yang dianggapnya salah atau tidak benar.
Menurut Topan, pemaksaan kehendak ini akan menjadi benih perpecahan di masyarakat yang bisa berujung menjadi ancaman bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). "Maka kami menolak keberadaan FPI," kata Topan.
Wakil Wali Kota Rahmad Mas`ud yang menemui ratusan oran dari Aliansi Pemuda-Pemudi Islam menjanjikan akan membahas keberatan dan penolakan tersebut.
Ia menganggap penolakan tersebut adalah wujud kepedulian masyarakat terhadap kondusivitas warga.
"Saya pikir tidak hanya FPI, tapi siapapun atau apapun yang menimbulkan keonaran dan membuat suasana tidak kondusif harus dibubarkan," katas Rahmad.
Penolakan terhadap GNPF-MUI adalah karena organisasi itu mereka anggap sejalan dengan FPI dalam sepak terjangnya, yaitu memaksakan kehendak dan kebenaran versinya sendiri atas yang lain.
Kepala Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Balikpapan Astani menyebutkan tidak ada permohonan pendaftaran untuk mendirikan organisasi massa atas nama FPI atau GNPF-MUI.
"Memang dulu ada, pada masa Wali Kota Imdaad Hamid, tapi saat itu pun ditolak pendiriannya. Alasannya karena bisa mengganggu kondusivitas kota," kata Astani yang ditemui terpisah.
Imdaad Hamid menjadi wali kota Balikpapan periode 2003-2008 dan 2008-2013.
Permohonan pendaftarn FPI di Balikpapan terjadi pada tahun 2012 dan ditolak oh pemerintah setempat. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017