Samarinda (ANTARA Kaltim) -  Anggota Tim Pengawas Pembangunan Daerah Perbatasan DPR RI Hetifah Sjaifudian mengatakan permasalahan di kawasan perbatasan masuk kategori darurat sehingga harus mendapat penanganan serius dari pemerintah pusat dan daerah.

"Beberapa hari lalu kami kembali mengunjungi kawasan perbatasan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Agenda ke depan mengunjungi kawasan perbatasan lain, termasuk Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur," ujar Hetifah dihubungi dari Samarinda, Senin.

Anggota Komisi II DPR RI asal daerah pemilihan Kaltim dan Kaltara ini menyampaikan keseriusannya terhadap upaya percepatan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan di pintu gerbang Indonesia itu, karena perbatasan seharusnya menjadi beranda, bukan daerah pinggiran seperti kondisi selama ini.

"Kami akan terus mengawal dan mengingatkan kepada kementerian dan lembaga terkait mengenai komitmennya terhadap pembangunan di wilayah perbatasan," ujarnya.

Ketika berada di Nunukan pada 24 November 2016, Timwas Pembangunan Daerah Perbatasan DPR RI juga menggelar pertemuan dengan warga dari 21 desa yang termasuk dalam wilayah sengketa "Outstanding Boundary Problem" (OBP) Sinapad-Simantipal-B2700-B3100.

Pertemuan tersebut berlangsung di Balai Adat Dayak Okolod, Desa Mansalong, Kabupaten Nunukan, yang juga dihadiri sejumlah kepala kampung dan tokoh adat.

Dalam kunjungan kerja plus pengawasan ke perbatasan tersebut, rombongan dipimpin oleh Fahri Hamzah (Wakil Ketua DPR RI) dengan empat anggota Timwas yaitu Hetifah Sjaifudian (Golkar), Agung Widyantoro (Golkar), Arteria Dahlan (PDIP), dan Arvin Hakim Thoha (PKB).

Di Indonesia, lanjut Hetifah, terdapat 13 provinsi, 41 kabupaten, dan 187 kecamatan yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, baik perbatasan darat maupun perbatasan laut, seperti di Kabupaten Berau, Kaltim, yang berbatasan wilayah perairan dengan Filipina dan Malaysia.

Mengingat begitu banyaknya daerah yang berbatasan dengan negara lain, ditambah dengan banyaknya pulau terluar, maka perlu perhatian yang serius dalam pengelolaan dan pembangunan kawasan perbatasan.

"Perlu diingat bahwa Pulau Sipadan-Ligitan itu bukan semata masalah hukum, tapi bukti bahwa negara tetangga lebih agresif sehingga secara de facto mereka lebih dekat dengan negara tetangga. Padahal seharusnya pulau ini wilayah Kaltim, Indonesia," ujarnya.

Dalam kaitan itu, lanjutnya, Timwas perlu memantau lebih dekat situasi di garis perbatasan, sehingga tiap isu lokal akan menjadi bahan untuk memperbaiki kebijakan dan menjadi masukan kepada pemerintah. (*)

Pewarta: M.Ghofar

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016