Samarinda (ANTARA Kaltim) - Sebanyak 28 ribu wisatawan baik lokal maupun mancanegara mengunjungi berbagai potensi wisaya yang ada di Kecamatan Biduk-biduk, Kabupaten Berau.

Sepanjang Januari hingga September 2016, tercatat 28 ribu wisatawan, baik lokal maupun dari luar negeri berkunjung ke Biduk-biduk.

"Coba bayangkan, jika satu orang wisatawan membelanjakan uangnya minimal Rp100 ribu, berapa banyak uang yang beredar di Biduk-biduk," ujar Sekretaris Kampung Giring-giring, Ramli.

Wisatawan tersebut kata Ramli, mengunjungi berbagai objek wisata alam yang ada di Kecamatan Biduk-biduk.

Ia menyatakan, potensi wisata di sejumlah kampung di Kecamatan Biduk-biduk sangat eksotis karena terbentuk dari alam.

"Keindahan alam yang ada di Kecamatan Biduk-biduk sangat eksotis karena terbentuk dari alam melalui bentangan kars yang menghasilkan sumber air yang sangat jernih. Bahkan, terdapat banyak mata air di laut yang bisa digunakan warga mencuci," kata Ramli.

Namun, keindahan alam yang ada di Kecamatan Biduk-biduk tersebut tambah Ramli, terancam akibat adanya izin tambang di daerah itu.

"Kami sangat menyesalkan adanya rekomendasi dari Dinas Pariwisata Kabupaten Berau terhadap tambang semen. Semestinya, Dinas Pariwisata yang harus menjaga dan melestarikan berbagai potensi pariwisata, tetapi justru memberikan rekomendasi," tuturnya.

Walaupun di Kampung Giring-giring bukan areal eksploitasi industri semen, tetapi tentu dampaknya akan dirasakan masyarakat.

"Selama ini, warga Kampung Giring-giring ikut merasakan dampak positif dari geliat pariwisata di Biduk-biduk sehingga jika ada pabrik semen beroperasi di Kampung Teluk Sulaiman dan Teluk Sumbang, tentu juga dampaknya dirasakan warga kami," jelas Ramli.

Semestinya menurut dia, kawasan Biduk-biduk ditetapkan sebagai destinasi wisata yang lengkap dan legal.

"Saya melihat, perekonomian masyarakat Biduk-biduk sudah baik apalagi selama ini asumsi orang bahwa kampung nelayan itu terkesan jorok, kumuh dan miskin jauh berbeda dengan kondisi di Biduk-biduk," katanya.

"Jadi, kondisi itu jangan sampai dirusak dengan kehadiran kegiatan ekstraktif, tetapi justru lingkungan yang harus diperbaiki dan ditata atas wisatawan semakin banyak berkunjung," tutur Ramli.

Selama dua tahun terakhir, sebagian besar warga Biduk-biduk menolak kehadiran perkebunan kelapa sawit di daerah itu namun sejak adanya rencana pembangunan pabrik semen, banyak warga yang menerima.

Sementara, Kepala Kampung Giring-giring Irvan Kiay menyatakan, menyerahkan sepenuhnya keputusan ke masyarakat terkait rencana tambang pabrik semen tersebut.

"Kami menyerahkan sepenuhnya kepada masyarakat. Jika mereka menyetujui adanya pabrik semen, kami tentu tidak bisa menolak, begitu pun sebaliknya," kata Irvan Kiay.

Kepala Kampung Teluk Sulaiman, Gamaluddin menyatakan, keberadaan pabrik semen di daerahnya akan merusak lingkungan yang selama ini digunakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan, termasuk sektor wisata yang selama ini sudah banyak menghidupi warganya.

"Warga Teluk Sulaiman sudah berkembang tanpa sawit dan semen. Jadi, kami tidak membutuhkan adanya perkebunan kelapa sawit dan pabrik semen disini. Tetapi, pembangunan pariwisata justru akan mendukung pelestarian lingkungan," kata Gamaluddin.

Kampung Teluk Sulaiman merupakan salah satu areal yang menjadi lokasi tambang ekstraktif oleh Semen Bosowa.

Ia menyatakan, sekitar 60 persen warga Teluk Sulaiman bekerja sebagai nelayan dan selama ini mreka mendapatkan hasil laut yang melimpah.

Jika pabrik semen dan perkebunan kelapa sawit beroperasi, tentu akan snagat merugikan masyarakat sebaba selama ini banyak mengandalkan kehidupan dari nelayan.

Apalagi di sektor wisata, Teluk Sulaiman memiliki sejumlah goa yang kalau dimaksimalkan akan memberikan dampak positif bagi masyarakat dan tentu kelestarian alam tetap terjaga," tutur Gamaluddin.        (*)

Pewarta:

Editor : Amirullah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016