Yogyakarta (ANTARA News) - 58 persen remaja putri yang hamil secara
tidak diinginkan, berupaya menggugurkan kandungannya alias memilih
aborsi.
"Tingkat remaja yang hamil dan berupaya aborsi itu cukup tinggi, mencapai 58 persen. Ini angka yang mengkhawatirkan," ujar Peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) Universitas Gadjah Mada, Sri Purwatiningsih, di Yogyakarta, Rabu.
Ia mengatakan, berdasarkan hasil kerjasama mereka dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana dalam menganalisis data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan.
Pertama, kata dia, pada skala nasional terdapat penurunan angka fertilitas remaja, yakni 51 dalam 1.000 kelahiran (SDKI 2007) menjadi 48 dalam 1000 kelahiran (SDKI 2012).
"Namun, kalau dilihat per daerah atau provinsi maka terjadi variasi angka. Masih ada wilayah dengan angka perkawinan remaja yang cukup tinggi," jelas dia.
Kedua, lanjutnya, tindakan remaja saat hamil secara tidak diinginkan, hasil analisisnya cukup mengkhawatirkan yaitu 6,4 persen di antara mereka mencoba aborsi namun gagal, sementara yang meneruskan kehamilannya ada 33 persen.
Purwatiningsih menegaskan, persoalan ini harus menjadi perhatian bersama, sebab para remaja perempuan karena belum punya surat nikah, kerap sulit mengakses layanan kesehatan.
"Belum lagi, harus menghadapi respon kurang baik dari petugas kesehatan. Bagaimanapun, kehamilan pada remaja sesungguhnya memiliki efek beruntun," kata dia.
"Bahkan banyak remaja karena hamil di luar nikah mengalami stress, juga kekurangan zat besi. Ini tentu berdampak terhadap kondisi bayi yang dilahirkan, misalnya berat badan bayi kurang," kata dia. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016
"Tingkat remaja yang hamil dan berupaya aborsi itu cukup tinggi, mencapai 58 persen. Ini angka yang mengkhawatirkan," ujar Peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) Universitas Gadjah Mada, Sri Purwatiningsih, di Yogyakarta, Rabu.
Ia mengatakan, berdasarkan hasil kerjasama mereka dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana dalam menganalisis data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan.
Pertama, kata dia, pada skala nasional terdapat penurunan angka fertilitas remaja, yakni 51 dalam 1.000 kelahiran (SDKI 2007) menjadi 48 dalam 1000 kelahiran (SDKI 2012).
"Namun, kalau dilihat per daerah atau provinsi maka terjadi variasi angka. Masih ada wilayah dengan angka perkawinan remaja yang cukup tinggi," jelas dia.
Kedua, lanjutnya, tindakan remaja saat hamil secara tidak diinginkan, hasil analisisnya cukup mengkhawatirkan yaitu 6,4 persen di antara mereka mencoba aborsi namun gagal, sementara yang meneruskan kehamilannya ada 33 persen.
Purwatiningsih menegaskan, persoalan ini harus menjadi perhatian bersama, sebab para remaja perempuan karena belum punya surat nikah, kerap sulit mengakses layanan kesehatan.
"Belum lagi, harus menghadapi respon kurang baik dari petugas kesehatan. Bagaimanapun, kehamilan pada remaja sesungguhnya memiliki efek beruntun," kata dia.
"Bahkan banyak remaja karena hamil di luar nikah mengalami stress, juga kekurangan zat besi. Ini tentu berdampak terhadap kondisi bayi yang dilahirkan, misalnya berat badan bayi kurang," kata dia. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016