Balikpapan (ANTARA Kaltim) - Satuan Kerja Khusus (SKK) Migas mengenalkan lagi model Perjanjian Pemanfaatan Lahan Bersama (PPLB) yang bisa jadi jalan tengah kasus penguasaan lahan antarperusahaan.

Sebab, pencaplokan lahan yang kerap dilakukan perusahaan pertambangan batubara membuat perusahaan minyak dan gas mengalah.

Kepala Urusan Operasi SKK Migas Perwakilan Kalimantan dan Sulawesi Roy Widiartha di Balikpapan, Senin, mengatakan sesuai nama perjanjiannya, PPLB adalah perjanjian antara perusahaan kontraktor kontrak kerjasama (KKS) migas dengan perusahaan lain yang juga mau atau telah berusaha di lahan yang secara hukum untuk pertama kali dikuasai KKKS.

Bagi perusahaan, khususnya pertambangan, yang baru mau menambang di wilayah yang terlebih dahulu menjadi wilayah kerja migas, PPLB menjadi syarat izin pertambangan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah setempat.

Umumnya di Kalimantan Timur perusahaan yang menindih wilayah kerja perusahaan migas adalah perusahaan tambang batubara, dan bisa pula perkebunan, terutama perkebunan kelapa sawit.

Menurut Roy Widiartha, dasar PPLB adalah semua memiliki hak yang sama untuk mencari sumber daya alam untuk kepentingan bangsa dan negara. Demikian pula semua memiliki kewajiban yang sama untuk berkontribusi kepada bangsa dan negara.

"Titik berat PPLB adalah kaidah keselamatan dan kesesuaian dengan kaidah hukum," jelas Widiartha.

Berdasar pada kaidah keselamatan dan kaidah hukum itu, diatur hak dan kewajiban para pihak yang menjalani perjanjian.

"Dengan demikian kita harapkan tidak akan terjadi lagi kasus casing sumur minyak terekspos sebab tanah di sekitarnya dikeruk oleh eksavator untuk diambil batubaranya, ujarnya.

Kejadian seperti itu dialami oleh Pertamina EP Sangasanga, Kutai Kartanegara. Pada 2010 lampau, sekurangnya ada 2 sumur mereka yang tanah di sekitarnya dikupas eksavator dari perusahaan tambang batubara. Terbukanya casing sumur membawa risiko ledakan dan kebakaran, apalagi di tengah pertambangan batubara.

Di tahun 2016 ini, satu guesthouse Pertamina kini rusak parah sebab pondasinya runtuh sebab eksavator tambang batubara mengupas lahan di sekitarnya.

Di sisi lain, untuk memperoleh PPLB diperlukan rekomendasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Rekomendasi itu menjadi pertimbangan bagi Pemda, SKK Migas, dan KKKS untuk merumuskan hak dan kewajiban para pihak di lahan tersebut.

"Sekali lagi, prioritasnya adalah keselamatan dan kesesuaian kaidah hukum," tegas Widiartha. (*)

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016