Samarinda, (ANTARA) - "Welcome to Keinan Kanopi, Madam Naniek Harjanie". Itulah kalimat yang dilontarkan Iyau Tupang, seorang aktivis lingkungan yang mencurahkan perhatiannya untuk Sungai Karang Mumus (SKM) Samarinda, Kalimantan Timur.

           

SKM sebenarnya aset yang tak ternilai karena bisa mendatangkan pendapatan asli daerah (PAD) miliaran rupiah per tahun baik untuk objek wisata, pasar terapung, dan aneka kegiatan ekonomi lain.

           

Sayangnya keberadaan sungai ini dianggap tidak ada. Kalaupun ada yang menganggap ada, namun tetap dianggap tidak bermanfaat sehingga diterlantarkan. Sungguh  tidak cerdas.

           

Ucapan selamat datang dari Iyau Tupang itu ditujukan kepada pensiunan PNS di Samarinda, Naniek Harjanie yang juga Istri Penjabat Sekretaris Kota Samarinda, Hermanto, ketika memasuki deretan pohon peneduh yang berfungsi sebagai kanopi sungai. Kawasan rindang ini bernama Keinan Kanopi.

           

Saat itu Naniek berwisata menyusuri SKM bersama 12 sahabatnya di Samarinda, antara lain Zubaedah selaku Sekretaris Lurah Bukit Pinang, Niken AF selaku Ketua PKK Kelurahan Sempaja Barat, Sri Anggraini, Ketua PKK Kelurahan Pelabuhan, dan Evi selaku Kasi Pembangunan Kelurahan Sempaja Barat.

           

Mereka menyewa tiga unit perahu kayu dengan biaya Rp250 ribu per unit. Satu perahu hanya muat 4-5 penumpang. Naniek juga pernah memboyong  suami dan anak-anaknya menyusuri SKM sampai Keinan Kanopi.

           

Keberadaan SKM dianggap tidak bermanfaat karena tidak diperlakukan layaknya sungai. Seharusnya sungai dijaga kebersihannya agar airnya bening dan dapat dikonsumsi oleh warga. Kemudian bisa sebagai objek wisata maupun sebagai peruntukkan lain.

           

Sebaliknya, SKM justru dijadikan tempat pembuangan sampah, seolah sungai ini diciptakan hanya untuk menjadi tong sampah terpanjang di dunia. Padahal di sungai ini juga masih disedot perusahaan air minum untuk kebutuhan warga.

           

SKM yang membelah Kota Samarinda, Ibukota Provinsi Kaltim, memiliki panjang 34,7 kilometer dan berhulu di Kecamatan Muara Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara. Namun karena sebagian besar alirannya ada di Samarinda, sehingga SKM identik dengan Samarinda.

           

Dari panjang 34,7 km itu, di tengahnya atau sekitar 15 km dari muara SKM, terdapat waduk yang awalnya digunakan untuk irigasi sawah, namun saat ini tidak berfungsi optimal karena terjadi pendangkalan dan banyak ditumbuhi gulma maupun rumput liar sehingga perlu dilakukan normalisasi.

           

Waduk yang tidak optimal lagi itu bernama Bendungan Benanga. Waduk ini berlokasi di Kecamatan Samarinda Utara. Luas Bendung Benanga mencapai 387,10 hektare.

           

Dari Benanga menuju arah hilir, perjalanan menggunakan perahu ketinting sekitar 30 menit terdapat lokasi yang teduh karena banyak pepohonan di sisi kanan dan kiri, yakni Keinan Kanopi.

Lokasi ini berada di kawasan Bengkuring, Kelurahan Sempaja Timur dari sisi kanan arah ke hilir, sedangkan di sisi kirinya masuk Kelurahan Gunung Lingai.

           

Keinan Kanopi inilah yang menjadi magnet utama dalam pengembangan ekowisata berwawasan lingkungan yang sedang digaungkan komunitas Gerakan Memungut Sehelai Sampah Sungai Karang Mumus (GMSS-SKM) Samarinda.

           

Selain Keinan Kanopi, masih ada objek sungai lain yang berfungsi sebagai pendamping pengembangan wisata, seperti Waduk Benanga, aneka satwa khas sungai, berbagai jenis burung, persawahan/perkebunan, dan beberapa pohon yang tumbuh jarang-jarang di sepanjang perjalanan susur sungai.

           

Di sepanjang sungai yang merupakan jalur hijau ini seharusnya bisa menjadi hutan kota, karena ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Samarinda masih minim yang hanya 5 persen, padahal sesuai UU Nomor 26/2007 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, seharusnya RTH mencapai 20 persen dari total luas Samarinda yang mencapai 71.800 hektare (718 km persegi).

          

 Ekowisata SKM sesungguhnya sangat indah, unik, dan memiliki daya tarik tersendiri, namun instansi terkait hingga kini belum melirik ke arah itu, padahal dari upaya GMSS-SKM yang bukan hanya konsentrasi memungut sampah dari SKM tetapi juga mencoba membangun wisata air.

          
                           Super Women
Sebelum pensiun atau ketika masih menjabat Kepala Instalasi Farmasi Kota Samarinda, Naniek Harjanie tentu disibukkan dengan urusan aneka jenis obat dan distribusinya ke semua Puskesmas di Samarinda.

           

Namun setelah mengajukan Masa Persiapan Pensiun (MPP) sejak September 2015 hingga September 2016, ia mendadak mencurahkan perhatiannya untuk kebersihan SKM sekaligus berupaya menjadikan sebagai tujuan wisata.

           

Terlalu sering ia terlihat bersama anggota GMSS-SKM memungut sampah di sungai yang hingga kini masih dijadikan pembuangan sampah tersebut.

           

Terlalu sering pula ia mengajak siapapun untuk berwisata di SKM sebagai bentuk apresiasi terhadap sungai. Ia telah beberapa kali menemani kaum hawa berwisata di sungai ini.

           

Akibat dari seringnya memungut sampah dan perhatian yang lebih terhadap SKM, sehingga sebagian anggota GMSS-SKM menjuluki Naniek Harjanie sebagai wanita perkasa, wanita hebat, dan sebagian lagi menyebutnya "Super Women". Ini karena ia lebih "ganas" merawat sungai ketimbang pria.    
 

Dari seringnya memungut sampah baik di bibir sungai maupun menggunakan perahu, ia telah melihat langsung bahwa sampah di SKM bukan hanya yang dibuang oleh warga di bantaran, tetapi sampah juga dari anak sungai, gorong-gorong atau parit yang mengalir ke SKM.

           

"Harapan saya seperti yang sering saya sampaikan kepada pertemuan dalam Dharma Wanita Perstauan (DWP), warga Samarinda bertanggungjawab terhadap kebersihan paritnya masing-masing, termasuk jangan membuang sampah ke sungai," kata Naniek.

           

Apabila hal itu bisa dilakukan, ia yakin Samarinda tidak banjir, karena banjir yang terjadi di Samarinda akibat tidak lancarnya drainase yang salah satunya akibat tumpukan sampah. Termasuk sedimentasi di SKM yang juga banyaknya sampah berat yang dibuang warga.

           

Ia juga minta instansi terkait menegakkan Peraturan Daerah (Perda) yang ada sejak lama di Samarinda, yakni Perda Nomor 2 tahun 2011 tentang Pengelolahan Sampah. Bila Perda ini ditegakkan, diyakini warga tidak akan berani membuang sampah ke parit atau sungai.

           

Naniek juga telah beberapa kali turut membangun wisata SKM dengan mengajak kenalan maupun sahabatnya, seperti sejumlah pejabat maupun PNS di beberapa SKPD Kota Samarinda, pegawai kecamatan, dan beberapa pegawai maupun istri pegawai kelurahan di Samarinda.

           

Wisata sungai yang dirintis GMSS-SKM didukung Naniek Harjanie memang tidak mudah, banyak aral yang kerap menghadang, baik karena faktor alam maupun faktor manusia akibat perbuatan yang disengaja maupun akibat ketidakpahaman tentang bagaimana seharusnya memperlakukan sungai.

           

Acap kali wisatawan susur sungai bukan hanya kipas mesin ketinting yang dibelit aneka sampah seperti plastik, pempes, tali, dan jenis sampah lain, tetapi perahu juga sering terhambat oleh kayu panjang yang sengaja dibuang ke sungai, kandas oleh sedimentasi, tebalnya rumput liar, maupun menabrak batang pohon melintang.

           

Namun sedikit demi sedikit rintangan itu terus dikurangi sehingga kini wisatawan bisa sampai ke Benanga walau perjalanan tak mulus.

           

Rintangan yang parah masih menghadang hingga kini adalah mulai Jembatan Muang hingga ke Benanga yang sebenarnya hanya butuh waktu tempuh 10 menit jika kondisi normal.

           

Dalam jarak yang hanya 1 km ini terlalu banyak tunggul pohon besar dan batang pohon yang melintang, sehingga acap kali wisatawan kecewa karena tidak bisa sampai di Bendungan Benanga, namun bagi yang penasaran bisa ke Benanga melalui jalan darat.

           

Kebanyakan wisatawan tidak begitu kecewa meskipun tidak bisa sampai ke Benanga, asalkan mereka bisa sampai di Keinan Kanopi karena di lokasi ini bisa merasakan kesejukan di bawah payung aneka pepohonan.    
 

Puas merasakan sensasi Keinan Kanopi, paket perjalanan Ekowisata SKM berikutnya adalah ke Muang, Kelurahan Lempake. Di Muang inilah wisata kuliner tergarap. Salah satu rumah warga Muang dijadikan percontohan untuk pengembangan wisata kuliner.

          

Ke depan, jika peminat wisata terus bertambah dan ada puluhan perahu yang bersandar di Muang maupun di Bendungan Benanga setiap hari, bisa dipastikan satu kuliner percontohan itu akan kewalahan melayani turis, sehingga bisa menumbuhkan kuliner lainnya.

           

Alhasil, dari upaya merintis ekowisata berbasis sungai, dalam beberapa bulan terakhir telah berhasil memberangkatkan 76 perahu atau 76 kali perjalanan khusus wisata mulai titik Jembatan Kehewanan hingga ke Muang maupun hingga ke Benanga.

           

Perjalanan wisata susuri SKM mulai Jembatan Kehewanan hingga Muang butuh waktu 1,45 jam, atau sekitar 2 jam untuk sampai ke Waduk Benanga.

           

Keindahan wisata SKM baru terasa ketika memasuki area Griya Mukti, Sempaja, hingga ke Muang, karena di kanan dan kiri sungai kawasan ini belum ada rumah penduduk di bantaran, sehingga keindahan dan keasrian alam masih kental, terutama di Keinan Kanopi dan sekitarnya.

           

Sedangkan mulai Jembatan Kehewanan hingga Jembatan Griya Mukti, mayoritas yang dapat dilihat adalah kolong rumah warga yang dipenuhi sampah, baik sampah hanyut di sungai, aroma khas comberan jika surut, belasan rumah pemotongan ayam di Pasar Segiri, hingga pemandangan lain yang tidak sedap.

           

Aroma khas comberan dan aneka sampah terus menumpuk di sepanjang DAS SKM karena budaya warga yang bisa dikatakan biadab terhadap sungai.

           

Mereka tidak mensyukuri nikmat Tuhan karena dianugerahi sungai yang seharusnya dirawat sambil dimanfaatkan, tapi sungai ini malah dirusak.

           

Pengrusakan masyarakat terhadap SKM antara lain berdirinya deretan jamban sebagai pembuangan tinja. Padahal di tempat yang sama mereka juga gosok gigi, mandi, cuci, membuat tempe dan tahu (home industry), dan untuk membersihkan aneka perkakas rumah tangga.

           

Pengurusakan ini terus terjadi karena banyaknya warga yang tinggal di bantaran SKM. Jumlah rumah di bantaran SKM berdasarkan pendataan Pemkot Samarinda pada 2010, terdapat 3.915 rumah.

           

Dari total rumah sebanyak itu, terdapat 1.355 unit rumah yang berhasil direlokasi, sehingga masih sebanyak 2.560 rumah yang perlu direlokasi.

           

Namun data itu ada kemungkinan bertambah karena tidak ada larangan maupun pengawasan dari Pemkot Samarinda, sehingga rumah-rumah baru tiap tahun selalu tumbuh di bantaran SKM.

          

 Di beberapa kota di dunia ada yang sengaja membangun sungai dengan biaya triliunan jika dirupiahkan agar memiliki wisata sungai, seperti di Soul, Korea Selatan dan di Vinesia, Italia.

           
Tapi di Samarinda, Tuhan sudah menciptakan sungai. Anehnya pemerintah bersama warga tidak memelihara aset triliunan rupiah tersebut. Padahal sungai merupakan modal besar untuk ekowisata, energi listrik, dan untuk membangkitkan ekonomi lokal. *

 

Pewarta: Muhammad Ghofar

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016