Penajam (ANTARA Kaltim) - Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, memberhentikan sementara dua orang pegawai negeri sipil di lingkungan pemerintah setempat yang tersangkut kasus dugaan korupsi.

"Kedua PNS berinisial ES dan Bdn saat ini menjadi tahanan Kejaksaan Negeri Penajam Paser Utara, karena diduga terlibat kasus dugaan korupsi," kata Kepala BKD Kabupaten Penajam Paser Utara Surodal Santoso saat ditemui di Penajam, Selasa.

Kejaksaan menahan Kepala Bagian Pembangunan Sekretariat Kabupaten Penajam Paser Utara, ES, terkait dugaan gratifikasi pembebasan lahan bekas kebakaran di Pelabuhan Penajam yang direlokasi ke Gunung Seteleng pada 2009-2010.

Pada pembebasan lahan di Gunung Seteleng itu, ES diduga menerima uang suap sekitar Rp150 juta dari pemilik lahan.

Saat yang bersamaan, Kejari Penajam Paser Utara juga menahan mantan Kepala Seksi Kesejahteraan Sosial Kelurahan Buluminung, Bdn, yang diduga melakukan tindak pidana korupsi anggaran pada Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) dan Dokumen Pelaksanaan Perubahan Amggaran (DPPA) Kelurahan Buluminung tahun 2013.

Bdn selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan membuat laporan pertanggungjawaban penggunaan DPA dan DPPA tahun 2013 tidak sesuai dengan penggunaan anggaran atau fiktif, yang mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp151 juta.

Surodal mengatakan kedua PNS tersebut ditahan Kejari Penajam Paser Utara sejak Rabu (20/7) dan saat ini dititipkan di Rumah Tahanan Kelas II A Samarinda untuk menunggu persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Samarinda.

BKD Kabupaten Penajam Paser Utara masih menunggu putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap untuk menjatuhkan sanksi lebih lanjut terhadap ES dan Bdn.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Aparatur Sipil Negara, ES dan Bdn bisa dijatuhi hukuman sanksi pemberhentian dengan tidak hormat atau dipecat, jika terbukti melakukan tindak pidana korupsi.

Surodal Santoso menyatakan dengan diberhentikan sementara, kedua PNS itu hanya mendapatkan gaji sebesar 50 persen dari gaji pokok.

"Kalau hak tunjangannya sudah dihapus atau tidak lagi mendapatkan tunjangan, itu sudah sesuai dengan peraturan," jelasnya. (*)

Pewarta: Bagus Purwa

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016