Samarinda, (ANTARA Kaltim) - Anggota Komisi II DPR RI dari daerah pemilihan Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara, Hetifah Sjaifudian menilai Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah perlu direvisi.

       
"UU Nomor 33 tahun 2004 harus direvisi sebagai jaminan bagi daerah-daerah penghasil sumber daya alam, karena daerah penghasil merasa hal ini belum adil," ujar Hetifah ketika dihubungi dari Samarinda, Kamis.

       
Provinsi Kalimantan Timur merupakan salah satu daerah penghasil sumber daya alam, seperti minyak, gas bumi dan batu bara.

       
"Seharusnya Kaltim mendapat Dana Bagi Hasil (DBH) lebih banyak ketimbang daerah lain, karena yang menanggung kerusakan alam dari ekploitasi pertambangan adalah daerah itu sendiri," ujarnya.

       
Menurut ia, DBH yang diberikan dari APBN Perubahan 2016 mengalami kenaikan dan harus dimanfaatkan secara bijaksana.

       
Namun demikian, dana perimbangan itu masih jauh dari cukup, sehingga UU Nomor 33 Tahun 2004 harus direvisi untuk memberi jaminan bagi daerah penghasil SDA bisa menuntaskan pembangunannya.

       
Dalam APBN-P 2016, lanjutnya, pemerintah telah menetapkan DBH sebesar Rp109 triliun secara nasional. Jumlah tersebut terdiri dari DBH pajak sebesar Rp68,6 triliun dan DBH SDA sebesar Rp40,4 triliun.

       
Adapun Dana Alokasi Umum (DAU) pada APBN-P 2016 diperkirakan sebesar RP385,3 triliun. DAU sebesar ini juga perhitungan secara nasional.

       
"DPR dan pemerintah telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang APBN-P Tahun Anggaran 2016 menjadi Undang-Undang (UU) pada Rapat Paripurna DPR, dua hari lalu," katanya.

       
Sebelumnya, RUU dibahas dan disepakati oleh Badan Anggaran DPR. Salah satu yang menjadi topik bahasan adalah rencana pemerintah pusat yang akan membayar utang DBH kepada beberapa daerah yang sejak 2014 belum dibayarkan (kurang bayar).

       
Kurang bayar DBH sampai dengan tahun 2014 berdasarkan hasil audit BPK yang dianggarkan dalam APBN-P 2016 adalah untuk Provinsi Kaltim sebesar Rp172,7 miliar dan Provinsi Kaltara sebesar Rp60,9 miliar.

       
Sedangkan kurang bayar DBH dari penundaan penyaluran triwulan IV tahun 2015 yang dianggarkan dalam APBN-P 2016, untuk Provinsi Kaltim sebesar Rp163,9 miliar dan Provinsi Kaltara sebesar Rp44,8 miliar.

       
"Kami sudah meminta Kementerian Keuangan untuk memberikan rincian DBH kepada Pemprov Kaltim dan Kaltara tentang APBN-P 2016, termasuk rincian hutang DBH tahun sebelumnya. Hal ini penting untuk diketahui oleh pemprov dan masyarakat Kaltim maupun Kaltara," ujar politisi Partai Golkar ini. *

Pewarta: Muhammad Ghofar

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016