Jakarta (ANTARA News) - Pemberian hukuman tambahan berupa kebiri kimia
dan pengenaan alat deteksi chip kepada pelaku tindak kekerasan seksual
terhadap anak baru akan dikenakan setelah putusan pengadilan dinyatakan
inkrah.
"Jadi (pemberian) hukuman tambahan menunggu inkrah dulu, barulah eksekusi hukuman itu bisa dilaksanakan," kata Kadivhumas Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar, di Jakarta, Jumat.
Menurutnya, pemberian hukuman tambahan pada pelaku kasus kekerasan seksual terhadap anak berupa kebiri dan pengenaan chip harus menunggu sampai proses peradilan selesai sehingga keputusan hakim sudah bersifat tetap atau inkrah.
"Jadi menunggu sampai keputusan tetap, inkrah barulah eksekusi hukuman itu bisa dilaksanakan," katanya.
Ia berujar proses hukum dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak tidak berbeda dengan proses hukum kasus lain. "Upaya hukum yang dapat dilakukan terdakwa itu berjalan normal, apakah ingin banding, kasasi. Silakan," katanya.
Sementara eksekutor dalam pemberian hukuman tambahan adalah pihak Kejaksaan dan boleh meminta bantuan Polri dalam pelaksanaannya. "Prinsipnya Kejaksaan sebagai eksekutor. Bila pelaksanaan hukumannya nanti dapat meminta bantuan teknis ke Polri," katanya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
"Perppu ini dimaksudkan untuk mengatasi kegentingan yang diakibatkan terjadinya kekerasan seksual terhadap anak yang makin meningkat secara signifikan," kata Presiden Joko Widodo dalam jumpa pers di Istana Negara, Jakarta, Rabu (25/5) sore.
Presiden mengatakan, lingkup Perppu Nomor 1/2016 itu mengatur pemberatan pidana dan atau pidana tambahan serta tindakan lain bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak dan pencabulan dengan syarat-syarat tertentu.
Pemerintah menjelaskan, pemberatan pidana yang dimaksud, yaitu penambahan sepertiga hukuman dari ancaman pidana, pidana mati, pidana seumur hidup serta pidana penjara dengan masa hukuman paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun.
Pemerintah juga telah memutuskan menambah pidana kebiri kimia bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak-anak dalam Perppu tersebut. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016
"Jadi (pemberian) hukuman tambahan menunggu inkrah dulu, barulah eksekusi hukuman itu bisa dilaksanakan," kata Kadivhumas Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar, di Jakarta, Jumat.
Menurutnya, pemberian hukuman tambahan pada pelaku kasus kekerasan seksual terhadap anak berupa kebiri dan pengenaan chip harus menunggu sampai proses peradilan selesai sehingga keputusan hakim sudah bersifat tetap atau inkrah.
"Jadi menunggu sampai keputusan tetap, inkrah barulah eksekusi hukuman itu bisa dilaksanakan," katanya.
Ia berujar proses hukum dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak tidak berbeda dengan proses hukum kasus lain. "Upaya hukum yang dapat dilakukan terdakwa itu berjalan normal, apakah ingin banding, kasasi. Silakan," katanya.
Sementara eksekutor dalam pemberian hukuman tambahan adalah pihak Kejaksaan dan boleh meminta bantuan Polri dalam pelaksanaannya. "Prinsipnya Kejaksaan sebagai eksekutor. Bila pelaksanaan hukumannya nanti dapat meminta bantuan teknis ke Polri," katanya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
"Perppu ini dimaksudkan untuk mengatasi kegentingan yang diakibatkan terjadinya kekerasan seksual terhadap anak yang makin meningkat secara signifikan," kata Presiden Joko Widodo dalam jumpa pers di Istana Negara, Jakarta, Rabu (25/5) sore.
Presiden mengatakan, lingkup Perppu Nomor 1/2016 itu mengatur pemberatan pidana dan atau pidana tambahan serta tindakan lain bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak dan pencabulan dengan syarat-syarat tertentu.
Pemerintah menjelaskan, pemberatan pidana yang dimaksud, yaitu penambahan sepertiga hukuman dari ancaman pidana, pidana mati, pidana seumur hidup serta pidana penjara dengan masa hukuman paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun.
Pemerintah juga telah memutuskan menambah pidana kebiri kimia bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak-anak dalam Perppu tersebut. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016