Samarinda (ANTARA Kaltim) - Gerakan Pemuda Ansor Kalimantan Timur meminta pemerintah mengusut tuntas kasus-kasus orang hilang di berbagai daerah yang diduga bergabung dengan kelompok Gerakan Fajar Nusantara atau Gafatar.
"Selama ini yang mencuat hanya penanganan pada bekas anggota kelompok Gafatar, tetapi sampai saat ini kita belum mendengar adanya pengungkapan mengapa begitu banyak orang yang hilang," ujar Sekretaris Ansor Kaltim Herman A Hasan ketika dihubungi di Samarinda, Sabtu.
Ia mencontohkan kasus hilangnya dokter Rica Tri Handayani yang akhirnya ditemukan di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, hingga kini belum diketahui secara pasti motif dan siapa otak dibalik hilangnya ibu dan anaknya tersebut.
"Walaupun sudah dua orang ditetapkan sebagai tersangka, tetapi sejauh ini kita belum mengetahui motif mengapa dokter Rica dan anaknya mau saja ikut ke Mempawah. Nah, bagaimana puluhan bahkan ratusan orang lainnya yang telah dilaporkan hilang karena diduga bergabung dengan Gafatar," kata Herman.
Semestinya, lanjut Herman, pemerintah dan pihak kepolisian mengungkap tuntas kasus-kasus hilangnya sejumlah orang di seluruh Indonesia.
"Selama ini yang kita lihat upaya pemerintah merelokasi kembali para mantan pengikut kelompok Gafatar, tetapi belum mendengar adanya upaya menangkap dan mengungkap peran petinggi Gafatar terkait hilangnya sejumlah orang tersebut," katanya.
"Jika ada indikasi keterkaitan hilangnya sejumlah orang tersebut, maka para pengurus Gafatar harus ditindak tegas dan diproses hukum, sebab masalah tersebut sudah sangat meresahkan masyarakat," tegasnya.
Menurut ia, kasus hilangnya sejumlah orang yang diduga bergabung dengan Gafatar tersebut semestinya bisa diantisipasi, karena pemerintah memiliki perangkat mulai dari pengurus RT hingga kepala desa dan camat yang bisa mendeteksi dan menangkal kehadiran kelompok atau organisasi yang dinilai memiliki paham radikal dan menyimpang.
Apalagi, kelompok Gafatar merupakan organisasi yang terdiri dari fusi sejumlah organisasi yang selama ini dianggap sesat.
"Seharusnya orang-orang hilang diduga bergabung Gafatar bisa ditangkal sebab pemerintah pemiliki perangkat yang dapat mendeteksi keberadaan kelompok yang dinilai menyimpang," ujarnya.
"Apalagi, jika melihat sejarah lahirnya, Gafatar merupakan organisasi yang terdiri dari fusi sejumlah organisasi yang selama ini dianggap sesat, salah satunya Al-Qiyadah al-Islamiyah atau sebuah aliran kepercayaan yang melakukan sinkretisme ajaran dari Al-Quran, Al-Kitab Injil dan Yahudi, sehingga semestinya sejak awal berdirinya kelompok itu bisa dicegah dan tidak berkembang hingga banyak pengikutnya," jelas Herman.
Ia menilai pemerintah lalai dalam mengantisipasi merebaknya Gafatar yang sudah ada sejak lama, asal-usul organisasi tersebut diketahui.
"Untuk apa banyak lembaga dan organisasi dibentuk guna mewaspadai ormas maupun kelompok yang dianggap dapat membahayakan persatuan, sementara kelompok Gafatar sekian lama secara bebas mengembangkan dan merekrut banyak warga," ujarnya.
"Jika melihat fenomena yang terjadi saat ini, bisa dikatakan pemerintah daerah dan aparatnya kecolongan dalam mengantisipasi kelompok Gafatar yang sudah membasis. Seharusnya, mereka tidak punya kesmepatan berkembang. Tetapi karena sudah terlanjur, pemerintah seharusnya memulangkan dan mencari orang-orang yang hilang tersebut tentunya juga harus mengungkap kemungkinan keterlibatan petinggi Gafatar terkait hilangnya sejumlah orang tersebut," kata Herman A Hasan. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016
"Selama ini yang mencuat hanya penanganan pada bekas anggota kelompok Gafatar, tetapi sampai saat ini kita belum mendengar adanya pengungkapan mengapa begitu banyak orang yang hilang," ujar Sekretaris Ansor Kaltim Herman A Hasan ketika dihubungi di Samarinda, Sabtu.
Ia mencontohkan kasus hilangnya dokter Rica Tri Handayani yang akhirnya ditemukan di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, hingga kini belum diketahui secara pasti motif dan siapa otak dibalik hilangnya ibu dan anaknya tersebut.
"Walaupun sudah dua orang ditetapkan sebagai tersangka, tetapi sejauh ini kita belum mengetahui motif mengapa dokter Rica dan anaknya mau saja ikut ke Mempawah. Nah, bagaimana puluhan bahkan ratusan orang lainnya yang telah dilaporkan hilang karena diduga bergabung dengan Gafatar," kata Herman.
Semestinya, lanjut Herman, pemerintah dan pihak kepolisian mengungkap tuntas kasus-kasus hilangnya sejumlah orang di seluruh Indonesia.
"Selama ini yang kita lihat upaya pemerintah merelokasi kembali para mantan pengikut kelompok Gafatar, tetapi belum mendengar adanya upaya menangkap dan mengungkap peran petinggi Gafatar terkait hilangnya sejumlah orang tersebut," katanya.
"Jika ada indikasi keterkaitan hilangnya sejumlah orang tersebut, maka para pengurus Gafatar harus ditindak tegas dan diproses hukum, sebab masalah tersebut sudah sangat meresahkan masyarakat," tegasnya.
Menurut ia, kasus hilangnya sejumlah orang yang diduga bergabung dengan Gafatar tersebut semestinya bisa diantisipasi, karena pemerintah memiliki perangkat mulai dari pengurus RT hingga kepala desa dan camat yang bisa mendeteksi dan menangkal kehadiran kelompok atau organisasi yang dinilai memiliki paham radikal dan menyimpang.
Apalagi, kelompok Gafatar merupakan organisasi yang terdiri dari fusi sejumlah organisasi yang selama ini dianggap sesat.
"Seharusnya orang-orang hilang diduga bergabung Gafatar bisa ditangkal sebab pemerintah pemiliki perangkat yang dapat mendeteksi keberadaan kelompok yang dinilai menyimpang," ujarnya.
"Apalagi, jika melihat sejarah lahirnya, Gafatar merupakan organisasi yang terdiri dari fusi sejumlah organisasi yang selama ini dianggap sesat, salah satunya Al-Qiyadah al-Islamiyah atau sebuah aliran kepercayaan yang melakukan sinkretisme ajaran dari Al-Quran, Al-Kitab Injil dan Yahudi, sehingga semestinya sejak awal berdirinya kelompok itu bisa dicegah dan tidak berkembang hingga banyak pengikutnya," jelas Herman.
Ia menilai pemerintah lalai dalam mengantisipasi merebaknya Gafatar yang sudah ada sejak lama, asal-usul organisasi tersebut diketahui.
"Untuk apa banyak lembaga dan organisasi dibentuk guna mewaspadai ormas maupun kelompok yang dianggap dapat membahayakan persatuan, sementara kelompok Gafatar sekian lama secara bebas mengembangkan dan merekrut banyak warga," ujarnya.
"Jika melihat fenomena yang terjadi saat ini, bisa dikatakan pemerintah daerah dan aparatnya kecolongan dalam mengantisipasi kelompok Gafatar yang sudah membasis. Seharusnya, mereka tidak punya kesmepatan berkembang. Tetapi karena sudah terlanjur, pemerintah seharusnya memulangkan dan mencari orang-orang yang hilang tersebut tentunya juga harus mengungkap kemungkinan keterlibatan petinggi Gafatar terkait hilangnya sejumlah orang tersebut," kata Herman A Hasan. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016