Samarinda (ANTARA Kaltim) - Pengamat Politik dan Hukum Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah mensinyalir Komisi Pemilihan Umum Kota Samarinda, Kalimantan Timur, melakukan pelanggaran etik terkait pemusnahan kelebihan surat suara yang tercetak.

"Jika pemusnahan surat suara untuk pemilihan kepala daerah di Kota Samarinda memang benar dilakukan di Surabaya, Jawa Timur, itu bukan terkait masalah hukum, tetapi hanya etik yang tentunya menimbulkan kecurigaan," ujar Herdiansyah Hamzah ketika dihubungi di Samarianda, Jumat.

Apalagi, pemusnahan itu dilakukan sebelum surat suara disortir. "Bagaimana jika ternyata surat suara itu kurang," kata Herdiansyah Hamzah.

Ia mengemukakan hal itu menanggapi reaksi salah satu pasangan calon yang menuding KPU Samarinda tidak transparan terkait adanya pemusnahan kelebihan surat suara yang dilakukan di percetakan Peruri Surabaya pada 16 November 2015.

Staf pengajar Fakultas Hukum Unmul Samarinda itu menyatakan pemusnahan surat suara yang rusak dan melebihi jumlah kebutuhan, memang sah dilakukan.

"Pada pasal 31 ayat (2) huruf a Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2015, tidak boleh dilihat secara parsial atau tidak berdiri sendiri. Frase dilarang mencetak surat suara melebihi jumlah yang ditetapkan KPU bermakna jika lebih, harus dimusnahkan," ujarnya.

"Pasal 40 ayat (1) jelas menyebut bahwa KPU melakukan pemusnahan surat suara rusak dan yang melebihi jumlah kebutuhan. Itu artinya, pemusnahan sah saja dilakukan," jelas Herdiansyah.

Tidak dilibatkannya pasangan calon pada pemusnahan surat suara itu, menurut dia, juga bukan suatu pelanggaran.

"Pada pasal 40 ayat (20) Peraturan KPU Nomor 6/2015 itu menyebutkan, pemusnahan disaksikan oleh kepolisian, Bawaslu Provinsi dan panwas kabupaten/kota. Jadi, menurut saya, tidak dilibatkannya pasangan calon pada pemusnahan tersebut, bukan suatu pelanggaran sebab hal itu sudah sesuai ketentuan Peraturan KPU Nomor 6/2015," ujarnya.

Hanya saja, tambah dia, secara administrasi seharusnya berita acara pemusnahan surat suara itu ditunjukkan ke publik.

Terpenting lagi yang harus diklarifikasi oleh KPU Samarinda adalah apakah memang benar pemusnahan itu disaksikan oleh pihak kepolisian serta Bawaslu provinsi dan panwas kabupaten/kota.

"Jika tidak, secara prosedural atau hukum formilnya bisa dikatakan cacat administrasi. KPU harusnya sigap dan segera merespon masalah ini, paling tidak menjawab pertanyaan masyarakat, khususnya dari pasangan calon," ujarnya.

Ia juga menyarankan agar pasangan calon tidak terburu-buru meminta pencetakan ulang surat suara, tetapi harus menunggu KPU Samarinda menunjukkan berita acara pemusnahan, sekaligus meminta Bawaslu dan panwas mengklarifikasi apakah benar menyaksikan pemusnahan itu.

"Permasalahannya menurut saya, yaitu mengapa dimusnahkan di Surabaya, apalagi belum disortir, sehingga tentunya akan menimbulkan kecurigaan. Jadi, bukan persoalan hukum tetapi masalah etik saja," kata Herdiansyah.

Sebelumnya pada Kamis (26/11), puluhan pendukung pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Samarinda Mudiyat Noor-Iswandi, mendatangi Kantor KPU menuntut dilakukan pencetakan surat suara karena diduga terjadi pelanggaran.

Tim sukses pasangan Mudiyat Noor-Iswandi mempersoalkan pemusnahan kelebihan surat suara yang dilakukan perusahaan percetakan Peruri di Surabaya, karena dinilai tidak melibatkan pasangan calon.

Padahal sebelumnya, kata Saiful selaku Ketua Tim Sukses pasangan Mudiyat Noor-Iswandi, ada kesepakatan antara KPU Kota Samarinda dengan Panwaslu untuk melibatkan pasangan calon dalam proses pencetakan hingga distribusi surat suara.

"Sebelum pencetakan surat suara kami diundang untuk menyepakati surat suara yang akan naik cetak tetapi setelah selesai, kami tidak dilibatkan kelanjutannya, tahu-tahu ada informasi surat suara yang dicetak lebih 30.656 lembar dan telah dimusnahkan di Surabaya," kata Saiful. (*)

Pewarta: Amirullah

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015