Balikpapan (ANTARA Kaltim) - Peneliti Universitas Mulawarman Samarinda, Kalimantan Timur, Yaya Rayadin mengemukakan perlu adanya penyusunan prosedur standar operasi atau SOP dalam penanganan konflik yang melibatkan manusia dengan satwa liar dilindungi.

"Tidak mungkin membuat semua wilayah menjadi kawasan konservasi, sehingga yang paling mungkin adalah mesti membagi ilmu cara menangani satwa liar yang dilindungi, khususnya orangutan," kata Yaya Rayadin saat dihubungi dari Balikpapan, Jumat.

Pada pekan lalu, para peneliti dari Balai Penelitian Teknologi dan Konservasi Sumber Daya Alam Universitas Mulawarman memaparkan hasil penelitian mengenai satwa liar.

Rayadin menegaskan pembentukan SOP itu untuk mengatur berbagai hal, mulai dari apa yang harus dilakukan bila mengetahui atau mendapati satwa liar berada di kawasan yang menjadi wilayah budidaya manusia seperti kebun, hingga apa yang bisa dilakukan baik oleh manusia ataupun kepada satwa liar atau orangutan tersebut.

"Orangutan yang terjebak di kebun masyarakat misalnya, bukannya dibunuh, tapi cukup ditangkap dan dilepaskan ke kawasan yang mendukung untuk hidupnya," jelasnya.

"Bagaimana cara menangkapnya, menggunakan alat apa saja, sampai bagaimana dan kemana memindahkannya juga perlu disusun prosedurnya," tambah Rayadin.

Dengan penerapan SOP tersebut, tambah Rayadin, diharapkan bisa tercipta keseimbangan dan keadilan, tidak hanya bagi satwa liar, atau dalam hal ini orangutan, tetapi juga manusia.

Latar belakang dari usulan Yaya Rayadin muncul setelah melihat kenyataan sebagian besar orangutan (Pongopygmaeus morio) di Kaltim ternyata tinggal di luar kawasan yang tidak dilindungi, sehingga memicu rawan konflik.

"Saat ini orangutan kita kebanyakan berada di lahan perkebunan kelapa sawit, hutan tanaman industri, di sekitar tambang batu bara, atau kebun masyarakat. Sangat rawan dengan konflik," paparnya.

Orangutan yang tinggal di kawasan budidaya seperti itu bila terdesak kebutuhan pakannya, akan turun ke kebun sawit untuk makan umbut atau pucuk sawit muda, atau memakan kambium pohon akasia.

"Bila terjadi demikian, maka orangutan akan dianggap hama," ujar Rayadin.

Peristiwa pembantaian orangutan di perkebunan kelapa sawit PT Khaleda Agroprima Malindo yang terjadi beberapa waktu lalu adalah salah satu contohnya.

"Di kebun milik masyarakat, mereka (orangutan) menyerang tanaman jagungnya, nyerang tanaman pepayanya, nyerang pisangnya, nyerang sawit masyarakat," katanya.  (*)

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015