Balikpapan (ANTARA Kaltim) - Komisi Pengawas Persaingan usaha mengingatkan DPR RI perlu segera mengubah definisi pelaku usaha yang tersebut dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
"UU tersebut menyebutkan pelaku usaha itu mereka yang berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Indonesia, sementara saat ini kita sudah terancam atas praktik persaingan tidak sehat dari pengusaha negara lain," kata Komisioner KPPU Dr Muhammad Syarkawi Rauf di Balikpapan, Kalimantan Timur, Minggu.
Dalam pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 yang memuat definisi-definisi, disebutkan pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.
Adanya penyebutan berada di dalam wilayah hukum Indonesia tersebut, jelas Rauf, KPPU tidak memiliki wewenang untuk menangani praktik persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan pengusaha negara lain.
Rauf memberi contoh mengenai perdagangan dan jasa di Batam dan Singapura, atau di wilayah perbatasan Kalimantan Utara dengan negara bagian Sabah, Malaysia.
"Di Batam itu banyak `speedboat` besar yang melayani transportasi penyeberangan ke Singapura, kalau semua speedboat itu disediakan oleh pengusaha Singapura saja tentu tidak baik. Pelayanan kepada masyarakat menjadi rentan," paparnya.
Di perbatasan Kalimantan Utara antara Nunukan dengan Tawau, KPPU mencurigai adanya "cross border" kartel, di mana sedemikian rupa para pengusaha Malaysia bisa bersatu dan menekan biaya, sehingga harga-harga produk mereka lebih murah dibandingkan produk serupa dari Indonesia.
Produk yang lebih murah itu pun membanjiri pasar-pasar Indonesia dan mendapat pembeli dari Indonesia.
"Kalau definisi itu diubah menjadi lebih luas, KPPU tentu bisa terlibat meskipun itu juga tidak langsung, masih harus melewati lembaga pengawas persaingan usaha di negara tersebut," tambah Rauf.
KPPU bisa meminta badan pengawas persaingan usaha di negara yang bersangkutan untuk menangani hal tersebut.
"Kalau Indonesia adalah pasar potensial mereka, permintaan untuk mengatur persaingan ke arah lebih sehat dari kita tentu didengar," kata Rauf. ***2***
(T.KR-NVA/B/D010/D010) 06-09-2015 15:03:42
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015
"UU tersebut menyebutkan pelaku usaha itu mereka yang berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Indonesia, sementara saat ini kita sudah terancam atas praktik persaingan tidak sehat dari pengusaha negara lain," kata Komisioner KPPU Dr Muhammad Syarkawi Rauf di Balikpapan, Kalimantan Timur, Minggu.
Dalam pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 yang memuat definisi-definisi, disebutkan pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.
Adanya penyebutan berada di dalam wilayah hukum Indonesia tersebut, jelas Rauf, KPPU tidak memiliki wewenang untuk menangani praktik persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan pengusaha negara lain.
Rauf memberi contoh mengenai perdagangan dan jasa di Batam dan Singapura, atau di wilayah perbatasan Kalimantan Utara dengan negara bagian Sabah, Malaysia.
"Di Batam itu banyak `speedboat` besar yang melayani transportasi penyeberangan ke Singapura, kalau semua speedboat itu disediakan oleh pengusaha Singapura saja tentu tidak baik. Pelayanan kepada masyarakat menjadi rentan," paparnya.
Di perbatasan Kalimantan Utara antara Nunukan dengan Tawau, KPPU mencurigai adanya "cross border" kartel, di mana sedemikian rupa para pengusaha Malaysia bisa bersatu dan menekan biaya, sehingga harga-harga produk mereka lebih murah dibandingkan produk serupa dari Indonesia.
Produk yang lebih murah itu pun membanjiri pasar-pasar Indonesia dan mendapat pembeli dari Indonesia.
"Kalau definisi itu diubah menjadi lebih luas, KPPU tentu bisa terlibat meskipun itu juga tidak langsung, masih harus melewati lembaga pengawas persaingan usaha di negara tersebut," tambah Rauf.
KPPU bisa meminta badan pengawas persaingan usaha di negara yang bersangkutan untuk menangani hal tersebut.
"Kalau Indonesia adalah pasar potensial mereka, permintaan untuk mengatur persaingan ke arah lebih sehat dari kita tentu didengar," kata Rauf. ***2***
(T.KR-NVA/B/D010/D010) 06-09-2015 15:03:42
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015