Samarinda (ANTARA Kaltim) -  Anggota Komisi II DPRD Kalimantan Timur Ahmad mengemukakan kegiatan pertambangan batu bara di sejumlah daerah diduga telah mengganggu aktivitas pertanian di provinsi setempat, termasuk kegagalan panen pada lahan sawah dan kebun milik petani.

Menurut Ahmad dalam keterangannya di Samarinda, Minggu, banyak lahan pertanian di sejumlah daerah, baik ladang maupun sawah menjadi tidak produktif atau gagal panen, karena terendam lumpur yang berasal dari kegiatan pertambangan dan "land clearing" masif.

"Salah satu contoh seperti kejadian di Kutai Kartanegara. Menurut keterangan sejumlah pihak, para petani gagal panen karena lahan mereka terendam oleh lumpur dari kegiatan pertambangan," jelasnya.

Selain itu, debu yang disebabkan oleh aktivitas tambang juga berpengaruh pada fotosintesis tanaman dan produksi pertanian.

Namun, kerugian yang dialami para petani hampir terlepas dari perhatian instansi terkait, karena jaraknya yang cukup jauh dari aktivitas pembukaan lahan tambang yang terjadi.

"Lahan para petani memang berada cukup jauh dari areal pertambangan, tetapi kenyataan di lapangan, debu yang dihasilkan sampai ke lahan perkebunan dan pertanian sehingga menghambat pertumbuhan," tambah Ahmad.

Oleh sebab itu, ia meminta kepada pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota melalui dinas terkait agar menindaklanjuti masalah yang diduga sudah terjadi sejak lama dan mengakibatkan kerugian bagi petani.

Politikus Partai Golkar ini menuturkan bahwa perusahaan dengan berbekal izin tambang membuat petani seakan dilemahkan. Padahal, perusahaan seharusnya berkewajiban untuk memberikan perhatian dan kepedulian terhadap lingkungan di sekitar.

Pemerintah, lanjut Ahmad, perlu melakukan pengamatan dan evaluasi secara rutin melalui Penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) yang dituangkan dalam peraturan daerah di setiap kabupaten/kota.

"Perda tersebut harus didahului dengan penelitian yang komprehensif sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 41 Tahun 2009 pasal 28, Perda Provinsi Kaltim Nomor 1 Tahun 2013 pasal 7 dan 8," imbuhnya.

Ia menambahkan Perda PLP2B harus menyebutkan secara tepat dan detail koordinat lokasi PLP2B agar tidak dikonversi menjadi pemanfaatan non-pertanian pangan.

"Perlu ada mekanisme sanksi jika ada pelanggaran yang terjadi, sehingga hak hidup dan beraktifitas masyarakat kecil bisa terlindungi," tegasnya.(*)

Pewarta: Arumanto

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015