Sangatta, (Antara Kaltim) - Ketua DPRD Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur  Mahyunadi mengatakan pihaknya telah mengundang Kepala Balai Taman Nasional Kutai (TNK) untuk meminta penjelasan soal  "cncluve"  seluas 8.715 hektare dan rencana pembangunan di Kecamatan Sangatta Selatan dan Teluk Pandan 2015.

"Beberapa hari lalu, DPRD secara khusus mengundang Kepala Balai  TNK untuk meminta penjelasan mengenai titik dan lokasi serta batas enclave di tamana nasional yang disetujui Kementerian Kehutanan (Kemenhut)  yang luasnya 8.715 hektare," katanya di Sangatta, Kamis.

"Enclave" adalah pemilikan hak-hak pihak ketiga di dalam kawasan hutan yang dapat berupa permukiman dan atau lahan garapan.

"Menteri Kehutanan hanya menyetujui Encluve 8.715 hektare dari luas 17.500 hektare yang telah disetujui tim terpadu," katanya.

Menurut  politisi Partai Golkar  bahwa berdasarkan Surat Menteri Kehutanan Nomor SK-718/Menhut/II/2014 tanggal 29 Agustus 2014 tentang Kawasan Hutan Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara.

"DPRD dan Pemkab Kutai Timur, sangat berkepentingan untuk segera mengetahui desa mana saja yang termasuk dalam kawasan hutan seluas 7.815 hektare  yang masuk dalam  enclave sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan,"  katanya didampingi  anggota Fraksi Golkar DPRD Sayed Anjas.

Mahyunadi menilai hal itu penting karena mulai tahun depan, 2015 akan dialokasikan APBD  Kutai Timur untuk melaksanakan pembangunan di dua kecamatan itu, terutama infrastruktur yang selama tiga tahun tidak mendapat dana APBD Kutai Timur dan  dan APBD  Kaltim.

Dia menjelaskan, selama tiga tahun Kecamatan Sangatta Selatan dan Kecamatan Teluk Pandan dengan delapan desa hanya menerima dana ADD dan PNPM.

Menurut dia, tidak dialokasikannya dana APBD karena larangan Balai  TNK mengakibatkan daerah itu cukup tertinggal dari kecamatan dan desa lainnya.

"Oleh karena itu, kami mengundang  Kepala BTNK agar menjelaskan secara detail dan jelas batas-batas dari ebcluve supaya nantinya tidak terjadi kesalahan dan keleliruan serta tidak melanggar aturan ketika Pemkab melaksanakan pembangunan di daerah itu," ujarnya.
    
Mahyunadi juga meminta penjelasan desa mana saja yang termasuk di dalam 8.715 hektare sesuai SK Menhut agar ketika ada pembangunan tidak terjadi kesalahan yang melanggar aturan.
 
Balai Taman Nasional Kutai  Erly Sukrismanto  membenarkan terbitnya SK Menhut tentang enclave seluas 8.715 hektare, namun belum dijelaskan batas-batasnya.

"Untuk menentukan batas-batas dan titik yang termasuk didalam enclave berdasarkan SK Menhut ini harus diterbitkan lagi Peraturan Pemerintah (PP) yang mengaturnya dan melaksanakannya. Kalau hanya SK itu belum kuat, sehingga Pemerintah harus membuat Peraturan Pemerintah (PP) untuk mengatur pelaksanaan termasuk batas-batas," katanya.

Kepala Desa Sangkima M. Jafar mengatakan, sejak Kemenhut melalui Balai BTNK melarang penggunaan dana APBD dan APBN di Kecamatan Sangatta Selatan tiga tahun berturut-turut sangat menyelutkan pembangunan.

"Pembangunan Desa Sangkima sudah ketinggalan jauh dari desa lainnya, karena BTNK melarang pemerintah mengalokasikan dana APBD untuk membangun infrastruktur," kata Jafar. (*) 

Pewarta: Adi Sagaria

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014