Samarinda (ANTARA Kaltim) - Puluhan aktivis lingkungan di Samarinda, menggelar unjuk rasa di depan Kantor PT Kaltim Prima Coal, sebuah perusahaan tambang batu bara yang beroperasi di Kabupaten Kutai Timur, pada peringatan delapan tahun Lumpur Lapindo, Kamis.

Selain berorasi pada aksi tersebut, puluhan aktivis terlihat mengenakan topeng bertuliskan angka delapan sambil membawa sejumlah foto tentang peristiwa Lumpur Lapindo delapan tahun silam, serta berbagai kerusakan lingkungan disebabkan oleh aktivitas tambang batu bara.

Aksi aktivis lingkungan yang berasal dari berbagai LSM pencinta lingkungan yakni, Forum Satu Bumi, Pokja 30, Walhi Kaltim, KPMB, Missio Institude dan beberapa elemen mahasiswa yakni, PMII STAIN, HMJ Tarbiyah STAIN, LPM Cakrawala STAIN, IMAPA Universitas Mulawarman, Mapala Plankthos serta Elkis Fakultas Hukum Unmul itu, dikawal ketat puluhan personel Dalmas Satuan Samapta Polresta Samarinda.

"Pada peringatan delapan tahun Lumpur Lapindo ini dan juga menjelang pemilu kami meminta masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya secara cermat dan cerdas untuk tidak memilih pasangan calon presiden ataupun pendukung pasangan calon yang terindikasi terlbat dalam kerusakan lingkungan di Indonesia," ungkap Direktur Pokja 30 Carolus Tuah ditemui di sela-sela unjuk rasa.

Sebelum membubarkan diri, para aktivis terlebih dahulu menghempaskan bendera berbagai warna di aspal sebagai simbol penolakan terhadap penjahat lingkungan pada pemilu presiden mendatang.

Para aktivis lingkungan itu kemudian memasang berbagai foto tentang Lumpur Lapindo dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan aktivitas tambang batu bara di pagar kemudian melemparkan bendera warna warni tersebut ke halaman Kantor PT KPC yang terletak di Jalan S Parman Samarinda.

"Industri pertambangan telah menjadi monster sumber penghancuran bagi keberlanjutan hidup warga khususnya di sekitar kawasan tambang. Industri yang ditempatkan sebagai ujung tombak pembangunan dan devisa negara itu justru merupakan ancaman nyata bagi keselamatan dan daya pulih produktivitas warga dan daya pulih produktivitas warga serta berkelanjutan fungsi-fungsi alam," kata Koordinator Lapangan (Korlap) unjuk rasa peringatan delapan tahun lumpur Lapindo, Rully Dharmadi.

Sekitar 44 persen wilayah Indonesia kara Rully Dharmadi, telah dikapling oleh industri pertambangan dan lebih dari 11.000 izin pertambangan dan migas telah dikeluarkan baik oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.

"Dari jumlah itu, ternyata hanya sekitar 25-27 persen yang menyumbang ketotal pendapatan negara sementara kerusakan, pemulihan lingkungan atau bencana yang ditimbulkan oleh aktivitas pertambangan harus ditanggung negara, ditambah lagi kebocoran pajak deras mengucur akibat penegakan hukum yang lemah di sektor sumber daya alam," ujar Rully Dharmadi.

Di Kaltim lanjut Rully Dharmadi, terdapat 934 izin usaha pertambangan (IUP) yang sejak 2011 menunggak royalti dan iuran tetap serta juga ditemukan 137 tambang tidak memiliki NPWP.

"Momentum 29 Mei 2014 sebagai peringatan delapan tahun Lumpur Lapindo sebagai momen penghukuman politik bagi penjahat tambang yang mencoba masuk dalam demokrasi Indonesia. Tidak boleh lagi ada tempat bagi penjahat tambang di Pemilu 2014," tegas Rully Dharmadi.     (*)

Pewarta: Amirullah

Editor : Amirullah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014