Samarinda (ANTARA Kaltim) – Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kaltim menargetkan untuk menyelesaikan pengangkatan terhadap sejumlah pegawai negeri sipil (PNS) yang memilih karir untuk menduduki Jabatan Fungsional Tertentu (JFT) bidang kesehatan, khususnya yang bertugas di sejumlah rumah sakit dan pelayanan umum lain.
Penegasan itu disampaikan, Kepala BKD Kaltim, HM Yadi Robyan Noor saat menghadiri Rapat Teknis JFT Lingkup Kesehatan di Lingkungan Pemprov Kaltim yang berlangsung di Aula BKD, Jumat (16/5).
“Kita akan upayakan paling lambat pada September tahun ini, sejumlah PNS yang akan menduduki JFT sudah mendapat kepastian status mereka dan untuk itu kita akan lakukan upaya semaksimal mungkin,†kata Robyan Noor.
Dalam kesempatan itu, Roby menjelaskan hingga kini jumlah PNS Kaltim yang menduduki JFT, mencapai 1.558 orang dan terdapat 265 PNS yang hingga kini belum mendapat surat kepeutusan (SK) pengangkatan untuk menduduki JFT.
Dia menyebutkan dari 1.558 pemegang JFT, 1.409 orang diantaranya berkarya di bidang kesehatan. Demikian juga dengan 265 PNS yang belum diangkat, 173 orang diantaranya bekerja di sejumlah rumah sakit dan instansi kesehatan lain di daerah ini.
“Dengan kondisi itulah, kita akan berupaya keras agar proses pengangkatan sejumlah PNS yang memilih karir JFT bidang kesehatan, selesai paling lambat September tahun ini, khususnya yang selama ini melakukan pelayanan langsung kepada masyarakat,†ujarnya.
Terakit dengan hal itu, Robyan juga minta dukungan dari sejumlah PNS bersangkutan untuk berperan aktif untuk mendukung BKD dalam percepatan proses, sehingga tidak terkendala.
Pertemuan tersebut juga menghadirkan Kepala Kantor Regional VIII BKN Bajarmasin Yudi Yitno yang menjelaskan tentang berbagai kewajiban bagi pemegang JFT untuk memenuhi angka kredit, sebagai syarat kenaikan pangkat atau golongan yang merupakan bagian dari kinerja sehari-hari.
Dia menjelaskan, ada sejumlah PNS yang memegang JFT mempertanyakan tentang kewajiban untuk menyerahkan berkas Sasaran Kerja Pegawai (SKP) dan juga membuat laporan terkait pencapaian angka kredit untuk sayarat kenaikan pangkat.
Berkaitan dengan hal itu, Yudi menjelaskan ada perbedaan antara SKP dan penyampaian angka kredit, yakni SKP merupakan sasaran kerja yang akan dicapai oleh PNS dalam satu tahun. Sementara angka kredit atau Penetapan Angka Kredit (PAK) harus dicapai oleh pemegang JFT paling cepat dua tahun sebagai syarat kenaikan pangkat atau golongan.
“Sangat jelas bedanya, yakni SKP harus dicapai dalam satu tahun, sementara angka kredit poin bila tidak tercapai dalam satu tahun bisa saja dilanjutkan pada tahun berikutnya, yang merupakan syarat untuk kenaikan pangkat atau golongan,†ujarnya.
Selain itu, juga dihadirkan Kepala Bagian Pegembangan Biro Kepegawaian Kementrian Kesehatan Wildan yang menyampaikan tentang kurang menariknya JFT, padahal ke depan justru jabatan inilah yang akan menjadi andalan birokrasi.
Terbukti, ke depan ada rencana penghapusan terhadap jabatan struktural untuk eselon III dan IV. Jadi sudah cukup jelas jika JFT, nantinya merupakan hal menarik dan tentunya harus sudah bisa dicapai saat ini.
Mengapa demikian, karena JFT diemban oleh sejumlah PNS yang memiliki kecakapan dan kemampuan yang teruji. Dengan sistem angka kredit yang dipersyaratkan pada setiap kenaikan pangkat atau golongan, sangat menguntungkan karena bisa naik pangkat setiap dua tahun. Sementara kenaikan pangkat reguler setiap empat tahun.
“Kendati demikian, harus juga diingat bagi PNS yang tidak mampu mencapai angka kredit, bisa saja hingga lima tahun tidak naik pangkat dan terancam dibebaskan dari JFT serta sanksi lebih berat lagi jika lebih dari lima tahun tidak mampu mencapai poin yang dipersyaratkan,†ujarnya.
Karena itu, dalam pengusulan formasi pegawai untuk mengisi JFT, harus sesuai dengan kebutuhan atau analisis beban kerja (ABK). Jangan sampai kebutuhan tenaga hanya tiga orang ternyata yang bekerja lima orang, sehingga terjadi rebutan kerja karena masing-masing ingin mengejar poin kredit.
Namun, sebaliknya ada juga yang terjadi beban kerja lima orang hanya diisi oleh tiga pegawai, sehingga terjadi kelebihan beban kerja yang tidak proporsional dan itu tidak bagus dalam sebuah sistem kerja.(Humas Prov Kaltim/santos).
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014
Penegasan itu disampaikan, Kepala BKD Kaltim, HM Yadi Robyan Noor saat menghadiri Rapat Teknis JFT Lingkup Kesehatan di Lingkungan Pemprov Kaltim yang berlangsung di Aula BKD, Jumat (16/5).
“Kita akan upayakan paling lambat pada September tahun ini, sejumlah PNS yang akan menduduki JFT sudah mendapat kepastian status mereka dan untuk itu kita akan lakukan upaya semaksimal mungkin,†kata Robyan Noor.
Dalam kesempatan itu, Roby menjelaskan hingga kini jumlah PNS Kaltim yang menduduki JFT, mencapai 1.558 orang dan terdapat 265 PNS yang hingga kini belum mendapat surat kepeutusan (SK) pengangkatan untuk menduduki JFT.
Dia menyebutkan dari 1.558 pemegang JFT, 1.409 orang diantaranya berkarya di bidang kesehatan. Demikian juga dengan 265 PNS yang belum diangkat, 173 orang diantaranya bekerja di sejumlah rumah sakit dan instansi kesehatan lain di daerah ini.
“Dengan kondisi itulah, kita akan berupaya keras agar proses pengangkatan sejumlah PNS yang memilih karir JFT bidang kesehatan, selesai paling lambat September tahun ini, khususnya yang selama ini melakukan pelayanan langsung kepada masyarakat,†ujarnya.
Terakit dengan hal itu, Robyan juga minta dukungan dari sejumlah PNS bersangkutan untuk berperan aktif untuk mendukung BKD dalam percepatan proses, sehingga tidak terkendala.
Pertemuan tersebut juga menghadirkan Kepala Kantor Regional VIII BKN Bajarmasin Yudi Yitno yang menjelaskan tentang berbagai kewajiban bagi pemegang JFT untuk memenuhi angka kredit, sebagai syarat kenaikan pangkat atau golongan yang merupakan bagian dari kinerja sehari-hari.
Dia menjelaskan, ada sejumlah PNS yang memegang JFT mempertanyakan tentang kewajiban untuk menyerahkan berkas Sasaran Kerja Pegawai (SKP) dan juga membuat laporan terkait pencapaian angka kredit untuk sayarat kenaikan pangkat.
Berkaitan dengan hal itu, Yudi menjelaskan ada perbedaan antara SKP dan penyampaian angka kredit, yakni SKP merupakan sasaran kerja yang akan dicapai oleh PNS dalam satu tahun. Sementara angka kredit atau Penetapan Angka Kredit (PAK) harus dicapai oleh pemegang JFT paling cepat dua tahun sebagai syarat kenaikan pangkat atau golongan.
“Sangat jelas bedanya, yakni SKP harus dicapai dalam satu tahun, sementara angka kredit poin bila tidak tercapai dalam satu tahun bisa saja dilanjutkan pada tahun berikutnya, yang merupakan syarat untuk kenaikan pangkat atau golongan,†ujarnya.
Selain itu, juga dihadirkan Kepala Bagian Pegembangan Biro Kepegawaian Kementrian Kesehatan Wildan yang menyampaikan tentang kurang menariknya JFT, padahal ke depan justru jabatan inilah yang akan menjadi andalan birokrasi.
Terbukti, ke depan ada rencana penghapusan terhadap jabatan struktural untuk eselon III dan IV. Jadi sudah cukup jelas jika JFT, nantinya merupakan hal menarik dan tentunya harus sudah bisa dicapai saat ini.
Mengapa demikian, karena JFT diemban oleh sejumlah PNS yang memiliki kecakapan dan kemampuan yang teruji. Dengan sistem angka kredit yang dipersyaratkan pada setiap kenaikan pangkat atau golongan, sangat menguntungkan karena bisa naik pangkat setiap dua tahun. Sementara kenaikan pangkat reguler setiap empat tahun.
“Kendati demikian, harus juga diingat bagi PNS yang tidak mampu mencapai angka kredit, bisa saja hingga lima tahun tidak naik pangkat dan terancam dibebaskan dari JFT serta sanksi lebih berat lagi jika lebih dari lima tahun tidak mampu mencapai poin yang dipersyaratkan,†ujarnya.
Karena itu, dalam pengusulan formasi pegawai untuk mengisi JFT, harus sesuai dengan kebutuhan atau analisis beban kerja (ABK). Jangan sampai kebutuhan tenaga hanya tiga orang ternyata yang bekerja lima orang, sehingga terjadi rebutan kerja karena masing-masing ingin mengejar poin kredit.
Namun, sebaliknya ada juga yang terjadi beban kerja lima orang hanya diisi oleh tiga pegawai, sehingga terjadi kelebihan beban kerja yang tidak proporsional dan itu tidak bagus dalam sebuah sistem kerja.(Humas Prov Kaltim/santos).
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014