Balikpapan (ANTARA Kaltim) - Pengamat Ekonomi Ichsannuddin Norsy menilai pemanfaatan sumber daya alam untuk menunjang kemakmuran rakyat di Provinsi Kalimantan Timur tidak efektif terbukti dengan relatif rendahnya pertumbuhan yang hanya 1,59 persen.

"Angka pertumbuhan ekonomi Kalimantan Timur yang hanya 1,59 persen adalah tanda rendahnya kinerja pemerintahan Kalimantan Timur dan juga gambaran betapa tidak efektifnya penggunaan sumber daya alam (SDA) untuk kemakmuran rakyat, khususnya rakyat Kaltim sendiri," katanya di Balikpapan, Kamis.

Ketika tsmpil sebagai pembicaraq pada Forum Otoritas Jasa Keuangan di Hotel Sagita, dia mengatakan angka pertumbuhan tersebut dirilis oleh Bank Indonesia Kantor Perwakilan Kalimantan Timur. Angka itu melibatkan terutama sektor pertambangan batubara dan minyak dan gas (migas).

"Itu merupakan gambaran ekonomi makro yang tidak bagus," katanya.

Ia mengatakan, pertumbuhan ekonomi itu menurun karena gejolak pasar mineral dan batubara dunia. Permintaan produk batubara Kaltim menurun, karena China yang semula menjadi pasar batubara Indonesia, justru mulai menambang sendiri persediaannya.

Begitu pula, katanya, penemuan shell gas di Amerika Serikat dan penggunaanya untuk bahan bakar pembangkit listrik menggantikan batubara. Kelebihan suplai dari Amerika Utara juga dilempar ke pasar dunia hingga akhirnya menekan harga komoditas itu.

"Angka pertumbuhan ekonomi 1,59 persen itu juga karena dalam sektor pertambangan itu, hampir sebagian besar tambang dimiliki oleh pemodal dari luar Kalimantan Timur sendiri," kata Ichsanuddin Norsy.

Pendapatannya, kata dia, tentu saja lebih banyak dibawa keluar Kaltim daripada yang dihabiskan di daerah ini.

Akibatnya, menurut dia, "gini rationya" mencapai 0,4 persen. Di masyarakat angka itu akan terasa, dan juga terlihat jelas ketimpangan pemerataan pendapatan.

"Gini ratio" adalah mengukur ketimpangan nilai sesuai dengan distribusi frekuensinya.

Eksploitasi SDA, katanya, hanya membuat yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin. Karena itu Kalimantan Timur memerlukan arah baru kebijakan untuk pemerataan pendapatan tersebut agar tidak melulu menjadi sapi perahan pemodal.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Kaltim Ameriza M Moesa mengatakan, angka 1,59 persen itu tidak perlu dikhawatirkan. Banyak sektor lain yang saat ini terus berkembang dan menggantikan sektor pertambangan dan industri pengolahan yang selama ini cukup mempengaruhi perekonomian Kaltim.

"Di sektor lain, pertumbuhan ekonomi Kaltim malah mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Tulang punggung ekonomi Kaltim yang sebenarnya adalah sektor pertanian dengan angka pertumbuhan mencapai angka 26,6 persen pada 2013," ujarnya.

Disusul sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan angka 21,6 persen. Berikutnya sektor pertambangan dan industri pengolahan menyusul dengan masing-masing angka pertumbuhan 10 persen dan 6 persen.

Penurunan pertumbuhan ekonomi, menurut dia, tidak terlalu berdampak pada ekonomi masyarakat Kaltim. Angka 1,59 persen adalah angka total dari semua sektor ekonomi, sehingga sangat dipengaruhi oleh sektor yang dikelola perusahaan besar.

"Kalau dilihat per sektor, hanya dua yang mengalami penurunan. Yang lainnya malah mengalami peningkatan. Lihat saja, pada tahun 2013 ekonomi menurun, tapi mal dan hotel di Kaltim malah ramai," kata Ichsanuddin Norsy.   (*)

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Amirullah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014