Dinas Kesehatan Kalimantan Timur telah memperbaharui kepengurusan Komisi Daerah Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komda PP-KIPI) periode        yang bertugas menangani insiden pasca imunisasi.

"Komisi tersebut diangkat untuk memperbaharui kepengurusan yang dibentuk pada SK tahun 2020, dan tidak ada periode yang baku. Pengurus bisa berganti jika ada yang berpindah tempat atau meninggal dunia," ujar Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kalimantan Timur (Kaltim) Ivan Hariyadi di Samarinda, Rabu.
 
Ivan menambahkan, kepengurusan Komda PP-KIPI terdiri dari ketua, sekretaris, dan empat pokja, yaitu pokja komunikasi informasi dan edukasi (KIE), pokja medik, pokja investigasi, dan pokja kehumasan dan hukum.
 
Ia menyebutkan, sebagai Ketua Komda PP-KIPI  Kaltim adalah dokter William, spesialis anak. Sebagian besar anggota Komda PP-KIPI juga dokter anak, karena memang banyak kasus PP-KIPI terjadi pada anak.
 
Akan tetapi, kata Ivan, pihaknya juga melibatkan dokter dari spesialisasi lain, seperti penyakit dalam, kebidanan, saraf, bedah, forensik, dan rehabilitasi medik. 
 
"Jadi kita harap kalau ada kasus PP-KIPI itu bisa ditangani secara komprehensif sampai dengan rehabilitasi pasiennya," ucapnya.
 
Ia menerangkan, sekretariat Komda PP-KIPI berada di Dinkes Kaltim. Kesekretariatan tugasnya mengkoordinasikan kegiatan Komda PP-KIPI dengan pihak-pihak terkait, seperti dinas kesehatan kabupaten/kota, puskesmas, rumah sakit, dan masyarakat.
 
Dikemukakannya, ditingkat provinsi namanya Komda PP-KIPI, sedangkan di kabupaten/kota namanya Pokja PP-KIPI. Jadi harus bersinergi dengan pokja-pokja di kabupaten/kota untuk mengawasi dan menyelesaikan kasus PP-KIPI yang terjadi di daerah.
 
Menurut Ivan, imunisasi adalah program pemerintah yang bertujuan untuk mencegah anak-anak menderita penyakit yang bisa dicegah dengan vaksin. Cakupan imunisasi di Kaltim sudah cukup bagus, namun masih ada kendala dalam hal aplikasi data imunisasi.
 
“Kita sekarang menggunakan aplikasi ASIK (Aplikasi Satu Sehat Indonesia), yang berbasis NIK (Nomor Induk Kependudukan),” ungkap Ivan.
 
Lanjutnya dengan aplikasi  tersebut  bisa melihat riwayat imunisasi anak-anak. Namun masalahnya adalah banyak anak-anak yang belum punya NIK sejak lahir.
 
"Jadi kita harus menginput data imunisasi mereka secara manual dulu baru bisa masuk ke aplikasi ASIK," tutur Ivan.
 
Selain itu,  masih ada kelompok masyarakat tertentu yang belum mau melakukan imunisasi karena alasan-alasan tertentu. 
 
Dikemukakannya, Pokja KIE Komda PP-KIPI terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang manfaat dan keamanan imunisasi.
 
“Kita juga terus memperkenalkan imunisasi-imunisasi baru yang ada sekarang, seperti rotavirus, PCV (pneumococcal conjugate vaccine), dan HPV (human papillomavirus)," sebutnya.
 
Ivan menambahkan imunisasi rotavirus untuk mencegah diare akibat virus pada bayi usia 2-4 bulan. Imunisasi PCV untuk mencegah pneumonia atau sesak nafas pada anak usia 2-12 bulan. Imunisasi HPV untuk mencegah kanker serviks pada anak putri kelas 5 SD. 
 
"Jadi kita harap masyarakat bisa memanfaatkan imunisasi ini untuk kesehatan anak-anak mereka,” pungkas Ivan.

Pewarta: Ahmad Rifandi

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2023