Samarinda (ANTARA Kaltim) - Sejumlah nelayan asing yang sempat terdampar di Pulau Maratua, Kabupaten Berau, kata Kepala Kantor Imigrasi Kelas III Tanjung Redeb, Ronny F Purba, merupakan suku Anak Bajau Laut.

"Walapupun kami belum menerima balasan surat dari Konsulat Filipina di Manado, Sulawesi Utara, namun ketujuh nelayan asing yang sebelumnya terdampar di Pulau Maratua itu dipastikan adalah Anak Suku Bajau Laut. Kepastian itu diperoleh berdasahkan bahasa yang digunakan serta perilaku mereka," ungkap Ronny F Purba, dihubungi dari Samarinda, Senin sore.

Ketujuh nelayan dari suku Anak Bajau Laut itu, kata Ronny F Purba, saat ini masih berada di Kantor Imigrasi Kelas III Tanjung Redeb, Kabupaten Berau.

Kantor Imigrasi Kelas III Tanjung Redeb, Kabupaten Berau, lanjut dia, belum bisa mengambil langkah terkait ketujuh nelayan suku Anak Bajau Laut tersebut sebab mereka tidak memiliki status kewarganegaraan.

"Saat ini mereka masih berada di Kantor Imigrasi dan kami tetap memberikan fasilitas seperti makanan dan berbagai kebutuhan lainnya. Warga suku Bajau yang banyak bermukim di Berau juga banyak membantu dengan mengirimkan makanan. Bahkan, saat diberi air bersih untuk mandi, mereka justru minta air laut," katanya.

"Sejauh ini, kami belum bisa mengambil langkah terkait ketujuh nelayan suku Anak Bajau laut itu sebab masih melakukkan koordinasi dengan pemerintah daerah dan pemeirntah pusat. Mereka memang bukan warga negara Indonesia dan walaupun lahir di wilayah Filipina dan tinggal di Pulau Mabul, dekat Sabah, Malaysia, tetapi mereka tidak memiliki administrasi kewarganegaraan," ungkap Ronny F Purba.

Suku Bajau adalah suku yang berasal dari kepulauan Sulu, Filipina Selatan, dan mereka hidup di atas laut secara berpindah-pindah dari satu laut ke laut yang lain.

Dari pengalaman penanganan kasus suku Bajau lanjut Ronny F Purba, mereka akan difasilitasi kemudian dikembalikan ke laut.

"Dari hasil penyelidikan polisi, juga tidak ditemukan adanya pelanggaran pidana dan dari segi Keimigrasian tentu penanganannya berbeda sebab mereka tidak memiliki status kearganegaraan. Pada penagnangan suku Bajau, biasanya mereka difasilitasi untuk kembali ke laut sebab memang mereka merupakan suku nomaden yang hidup di atas perahu dan berpindah-pindah dari satu laut ke laut yang lain," ujar Ronny F Purba.

Tujuh warga negara asing (WNA) yang sebelumnya diduga berkebangsaan Filipina, terdampar di Pulau Maratua, Kabupaten Berau, pada Senin malam (27/1).

Ketujuh nelayan asing tersebut kemudian melapor kepada warga dan Kepala Kampung Maratua.

"Mereka mengaku tinggal di Pulau Mabul, dekat Sabah, Malaysia, namun berkewarganegaraan Filipina. Ketujuh orang itu, mengaku mencari keluarganya yang hilang akibat cuaca buruk dan tidak sengaja masuk ke wilayah perairan Indonesia. Awalnya, mereka mengaku terdampar kemudian melihat suar Pulau Maratua kemudian singgah dan baru menyadari masuk ke wilayah Indonesia," ungkap Kepala Urusan Pembangunan Desa (Kaur Bangdes) Kecamatan Maratua, Osdek.

Warga Pulau Maratua, kata Osdek, menyambut dengan baik dan menjamu ketujuh WNA terdampar tersebut.

"Karena mereka datang dengan baik, sehingga kami menyambut dan menjamu mereka dengan ramah. Namun, mereka tetap diinapkan di Kantor Polsek Maratau. Setelah Pak Sekretaris Kecamatan berkoordinasi dengan Polsek, Kepala Kampung serta Babinsa, kemarin (Rabu) mereka kemudian dibawa ke Polsek Tanjung Batu dan saat ini ketujuh WNA itu sudah berada di Tanjung Redeb, ibu kota Kabupaten Berau," kata Osdek.

Pihak Kantor Imigrasi Kelas III Tanjung Redeb, Kabupaten Berau, kemudian melayangkan surat ke Konsulat Filipina di Manado, untuk memastikan kewarganegaraan ketujuh nelayan asing tersebut.   (*)

Pewarta: Amirullah

Editor : Amirullah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014