Pria pengidap obesitas, Ahmad Juwanto (19) yang berbobot 200 kilogram hanya bisa berbaring dan duduk di dalam rumahnya yang beralamat di Jalan SMP 160, Kelurahan Ceger, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur.
Ahmad tidak bisa beraktivitas seperti teman-temannya yang memiliki berat normal karena bobotnya yang mencapai 200 kilogram tersebut.
"Sejak umur 10 tahun mulai obesitas. Waktu itu masih bisa beraktivitas sampai umur 17 tahun. Naik drastis (berat badan) umur 18 tahun," kata Juwanto ketika ditemui di kediamannya, Rabu.
Bobot tubuhnya sekarang membuat Juwanto tidak memungkinkan untuk berjalan, sehingga seluruh waktunya dihabiskan dengan berbaring dan duduk di ruang tamu rumah.
Keterbatasan ekonomi pihak keluarga dan obesitas diderita juga membuat Juwanto terpaksa putus sekolah.
Setelah sekolah swasta tempat Juwanto belajar tutup karena kekurangan murid, hingga kini Juwanto belum melanjutkan pendidikan ke jenjang kelas 2 Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Baca juga: Diet sehat dapat dimulai kurangi gula dan nasi
Dia juga memimpikan berat badan yang ideal dan ingin mengejar cita-citanya menjadi seorang dokter.
"Inginnya badan normal seperti teman-teman. Cita-cita saya ingin jadi dokter agar bisa bantu orang tua sama orang lain," kata Juwanto.
Sebelum beratnya lebih dari 200 kilogram pihak keluarga sebenarnya sudah berupaya membawa Juwanto ke sejumlah fasilitas kesehatan untuk mendapat penanganan medis.
Sudah tiga rumah sakit di wilayah Jakarta Timur didatangi, tapi karena tidak membuahkan hasil dan pihak keluarga terbebani dengan biaya akomodasi pengobatan pun terpaksa terhenti.
Nenek Juwanto, Lina (54) mengaku tidak mengetahui pasti penyebab obesitas yang diderita Juwanto, sehingga mereka tidak dapat berbuat banyak untuk memulihkan kondisi Juwanto.
Menurut dia, sejak masih duduk di Sekolah Dasar (SD) cucunya tersebut memang sudah mengalami obesitas dan bobotnya terus bertambah hingga dewasa.
"Memang badannya gede dari kecil sih, dari SD juga sudah besar badannya. Sudah kelihatan gede," tutur Lina.
Baca juga: Bocah obesitas asal Karawang dirujuk ke RSHS Bandung
Pada Jumat (30/6) lalu petugas medis dan jajaran Sudin Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat ) Jakarta Timur sempat hendak mengevakuasi Juwanto ke rumah sakit.
Namun karena pihak keluarga belum mendapat jaminan pembiayaan selama Juwanto menjalani perawatan di rumah sakit dari pemerintah daerah, sehingga tawaran tersebut sempat ditolak.
"Nanti soal biaya bagaimana. Dua tahun lalu sudah pernah berobat selama enam bulan, dapat bantuan. Tapi enggak ada perubahan. Cuman dibilang pola makan diatur," tuturnya.
Pihak keluarga tidak menolak Juwanto dirawat di rumah sakit, namun pemerintah menjamin menanggung seluruh biaya pengobatan dan akomodasi karena ada keterbatasan ekonomi.
"Sebelum-sebelumnya orang dari puskesmas dan kelurahan datang, tapi kontrol kondisi saja. Kita mau bawa ke rumah sakit juga bagaimana, enggak ada biaya," tuturnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2023
Ahmad tidak bisa beraktivitas seperti teman-temannya yang memiliki berat normal karena bobotnya yang mencapai 200 kilogram tersebut.
"Sejak umur 10 tahun mulai obesitas. Waktu itu masih bisa beraktivitas sampai umur 17 tahun. Naik drastis (berat badan) umur 18 tahun," kata Juwanto ketika ditemui di kediamannya, Rabu.
Bobot tubuhnya sekarang membuat Juwanto tidak memungkinkan untuk berjalan, sehingga seluruh waktunya dihabiskan dengan berbaring dan duduk di ruang tamu rumah.
Keterbatasan ekonomi pihak keluarga dan obesitas diderita juga membuat Juwanto terpaksa putus sekolah.
Setelah sekolah swasta tempat Juwanto belajar tutup karena kekurangan murid, hingga kini Juwanto belum melanjutkan pendidikan ke jenjang kelas 2 Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Baca juga: Diet sehat dapat dimulai kurangi gula dan nasi
Dia juga memimpikan berat badan yang ideal dan ingin mengejar cita-citanya menjadi seorang dokter.
"Inginnya badan normal seperti teman-teman. Cita-cita saya ingin jadi dokter agar bisa bantu orang tua sama orang lain," kata Juwanto.
Sebelum beratnya lebih dari 200 kilogram pihak keluarga sebenarnya sudah berupaya membawa Juwanto ke sejumlah fasilitas kesehatan untuk mendapat penanganan medis.
Sudah tiga rumah sakit di wilayah Jakarta Timur didatangi, tapi karena tidak membuahkan hasil dan pihak keluarga terbebani dengan biaya akomodasi pengobatan pun terpaksa terhenti.
Nenek Juwanto, Lina (54) mengaku tidak mengetahui pasti penyebab obesitas yang diderita Juwanto, sehingga mereka tidak dapat berbuat banyak untuk memulihkan kondisi Juwanto.
Menurut dia, sejak masih duduk di Sekolah Dasar (SD) cucunya tersebut memang sudah mengalami obesitas dan bobotnya terus bertambah hingga dewasa.
"Memang badannya gede dari kecil sih, dari SD juga sudah besar badannya. Sudah kelihatan gede," tutur Lina.
Baca juga: Bocah obesitas asal Karawang dirujuk ke RSHS Bandung
Pada Jumat (30/6) lalu petugas medis dan jajaran Sudin Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat ) Jakarta Timur sempat hendak mengevakuasi Juwanto ke rumah sakit.
Namun karena pihak keluarga belum mendapat jaminan pembiayaan selama Juwanto menjalani perawatan di rumah sakit dari pemerintah daerah, sehingga tawaran tersebut sempat ditolak.
"Nanti soal biaya bagaimana. Dua tahun lalu sudah pernah berobat selama enam bulan, dapat bantuan. Tapi enggak ada perubahan. Cuman dibilang pola makan diatur," tuturnya.
Pihak keluarga tidak menolak Juwanto dirawat di rumah sakit, namun pemerintah menjamin menanggung seluruh biaya pengobatan dan akomodasi karena ada keterbatasan ekonomi.
"Sebelum-sebelumnya orang dari puskesmas dan kelurahan datang, tapi kontrol kondisi saja. Kita mau bawa ke rumah sakit juga bagaimana, enggak ada biaya," tuturnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2023