Samarinda (ANTARA Kaltim) - Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anis Matta mengaku tidak mengetahui soal pemindahan mobil dari rumah Luthfi Hasan Ishaaq di Jalan Samali, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, ke kantor DPP PKS.

"Saya tidak mengetahuinya," kata Anis, seusai menjadi pembicara pada Dialog Kebangsaan di Universitas Mulawarman (Unmul) di Samarinda, Selasa.

Sebelumnya, pemindahan lima unit mobil ke DPP PKS diungkapkan oleh Budiyanto, kader PKS, yang menggantikan Luthfi di DPR sekaligus Ketua Bagian Pengembangan Kepemimpinan di DPP PKS, dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (24/10).

Luthfi adalah terdakwa kasus suap pengurusan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian dan tindak pidana pencucian uang, dan meminta stafnya memindahkan mobil dari rumah mantan presiden Partai Keadilan Sejahtera itu ke kantor partai.

Mobil-mobil tersebut adalah Nissan Frontier Navarra, Pajero Sport, VW Carravelle, Mazda CX9 dan Toyota Fortuner.

Anis juga menyatakan alasan ketidakhadirannya sebagai saksi dalam persidangan Luthfi Hasan Ishaaq karena tengah berada di Yogyakarta.

"Saya sedang di Yogya," kata Anis saat ditanya ketidakhadirannya di Pengadilan Tipikor saat sidang.

Dalam perkara tersebut, Luthfi didakwa melakukan korupsi dan TPPU berdasarkan pasal 12 huruf a atau pasal 5 ayat 2 jo pasal 5 ayat 1 atau pasal 11 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman penjara maksimal 20 tahun dan denda Rp1 miliar.

Selanjutnya pasal 3 ayat (1) huruf a, b, dan c UU No 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian uang sebagaimana telah diubah dengan UU no 25 tahun 2003 tentang perubahan atas UU No 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian uang jo pasal 65 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda paling banyak Rp15 miliar.

Serta pasal 6 ayat (1) huruf b dan c UU No15 tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang sebagaimana telah diubah dengan UU No 25 tahun 2003 tentang perubahan atas UU No 15 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang mengenai orang yang menerima atau menguasai harta kekayaan yang diduga merupakan hasil tindak pidana dengan ancaman penjara maksimal 15 tahun penjara dan Rp15 miliar.   (*)

Pewarta: Susylo Asmalyah

Editor : Amirullah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013