Samarinda (ANTARA Kaltim) - Panitia Khusus (Pansus) pembahas Rancangan Peraturan Daerah tentang Jaminan Produk Halal berkonsultasi ke Kementrian Agama RI, Kamis (3/10) lalu. Dalam pertemuan itu Kemenag sangat mendukung Raperda tersebut dikarenakan dinilai sejalan dengan apa yang menjadi keinginan pusat.
“Alhamdulillah, respons dari Kemenag sangat positif dan mendukung Kaltim memiliki produk hukum jaminan produk halal karena akan mengurangi kekhawatiran masyarakat tentang kehalalan atas suatu produk, sehingga menciptakan perdagangan yang sehat, aman, dan tentram, baik dari produsen hingga ke konsumen,†kata Ketua Pansus Jaminan Produk Halal DPRD Kaltim Abdul Djalil Fatah, didampingi Wakil Ketua Syaparudin, dan anggota Maria Margareta, Ahmad Abdullah, Ichruni Lutfi Sarasakti, Ismail, Rahmad Majid Gani, Encik Widyani, dan Nikolas Pangeran.
Pansus menurutnya butuh masukan dari Kementrian Agama karena sangat erat kaitannya dengan substansi raperda yang masih dirancang. Ada beberapa hal yang dibutuhkan pansus untuk memperkaya draf raperda agar lebih maksimal. Di antaranya apa saja yang menjadi kewenangan daerah dalam perda nanti agar tidak tumpang tindih dengan peraturan lebih tinggi.
Di samping itu sebut Djalil, dibutuhkan kejelasan regulasi terhadap siapa yang berhak mengeluarkan sertifikasi halal yang diakui oleh pemerintah dan sah secara hukum, hingga pemberian pemahaman kepada semua pihak terkait produk halal.
“Pemerintah pusat memang saat ini masih membahas rancangan Undang Undang Jaminan Produk Halal. Akan tetapi pembahasannya sudah bertahun-tahun belum selesai. Kalau harus menunggu UU itu disahkan maka dikhawatirkan harus berapa lama lagi masyarakat Kaltim merasa gelisah karena tidak adanya kepastian halal atas suatu produk,†tegas Djalil.
DPRD merasa perlu untuk tetap menjalankan tahapan-tahapan rancangan raperda jaminan produk halal dan sesegera mungkin bisa disahkan. Kalaupun kedepan pemerintah pusat mengesahkan peraturan perundang-undangan terkait dengan produk halal, maka daerah hanya tinggal melakukan penyesuaian.
Sementara itu Karo Hukum Kemenag RI Ahmad Gunaryo mengakui pemerintah pusat memang masih membahas rancangan UU tentang Jaminan Produk Halal. Hanya itu memang berlangsung cukup lama.
Hal tersebut disebabkan tiga hal yang menjadi perdebatan antara DPR dengan Pemerintah. “Di antara beberapa persoalan yang mencuat dalam perdebatan antara dewan dengan pemerintah adalah memang saat ini sertifikasi halal masih di bawah MUI. Namun kemudian lembaga tersebut bukanlah lembaga hukum yang khusus menangani produk halal, melainkan wadah bagi para ulama dalam merumuskan fatwa. Oleh sebab itu dinilai perlu membuat lembaga tersendiri,†kata Ahmad.
Kemudian yang menjadi persoalan adalah DPR menginginkan badan hukum tersebut secara struktual di bawah presiden, sedangkan pemerintah memandang badan sertifikasi halal nantinya di bawah Kementerian Agama.
Pemerintah menilai kalau membuat badan baru yang langsung di bawah presiden maka akan menimbulkan pembengkakan beban negara, karena membutuhkan lagi banyak karyawan dan anggaran lebih sehingga dinilai kurang efetif.
“Kemenag tidak bisa memberikan banyak masukan karena semua jawaban sebenarnya nantinya ada di undang-undang.Namun kalau di daerah memang sangat membutuhkan kenapa tidak untuk segera mengesahkan raperda jaminan produk halal menjadi sebuah payung hukum didaerah,†pungkas Ahmad.
Rapat konsutasi tersebut dihadiri pula oleh perwakilan Dinas Peternakan Kaltim Dadang Sudarya, Retno dan Sri, LPPOM Kaltim Sumarsongko Bidang Bimas Islam Kanwil Depag Kaltim M Elbadiansyah, dan Biro Hukum Provinsi Kaltim Nahedawati. (Humas DPRD Kaltim/adv/bar/dhi/met)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013
“Alhamdulillah, respons dari Kemenag sangat positif dan mendukung Kaltim memiliki produk hukum jaminan produk halal karena akan mengurangi kekhawatiran masyarakat tentang kehalalan atas suatu produk, sehingga menciptakan perdagangan yang sehat, aman, dan tentram, baik dari produsen hingga ke konsumen,†kata Ketua Pansus Jaminan Produk Halal DPRD Kaltim Abdul Djalil Fatah, didampingi Wakil Ketua Syaparudin, dan anggota Maria Margareta, Ahmad Abdullah, Ichruni Lutfi Sarasakti, Ismail, Rahmad Majid Gani, Encik Widyani, dan Nikolas Pangeran.
Pansus menurutnya butuh masukan dari Kementrian Agama karena sangat erat kaitannya dengan substansi raperda yang masih dirancang. Ada beberapa hal yang dibutuhkan pansus untuk memperkaya draf raperda agar lebih maksimal. Di antaranya apa saja yang menjadi kewenangan daerah dalam perda nanti agar tidak tumpang tindih dengan peraturan lebih tinggi.
Di samping itu sebut Djalil, dibutuhkan kejelasan regulasi terhadap siapa yang berhak mengeluarkan sertifikasi halal yang diakui oleh pemerintah dan sah secara hukum, hingga pemberian pemahaman kepada semua pihak terkait produk halal.
“Pemerintah pusat memang saat ini masih membahas rancangan Undang Undang Jaminan Produk Halal. Akan tetapi pembahasannya sudah bertahun-tahun belum selesai. Kalau harus menunggu UU itu disahkan maka dikhawatirkan harus berapa lama lagi masyarakat Kaltim merasa gelisah karena tidak adanya kepastian halal atas suatu produk,†tegas Djalil.
DPRD merasa perlu untuk tetap menjalankan tahapan-tahapan rancangan raperda jaminan produk halal dan sesegera mungkin bisa disahkan. Kalaupun kedepan pemerintah pusat mengesahkan peraturan perundang-undangan terkait dengan produk halal, maka daerah hanya tinggal melakukan penyesuaian.
Sementara itu Karo Hukum Kemenag RI Ahmad Gunaryo mengakui pemerintah pusat memang masih membahas rancangan UU tentang Jaminan Produk Halal. Hanya itu memang berlangsung cukup lama.
Hal tersebut disebabkan tiga hal yang menjadi perdebatan antara DPR dengan Pemerintah. “Di antara beberapa persoalan yang mencuat dalam perdebatan antara dewan dengan pemerintah adalah memang saat ini sertifikasi halal masih di bawah MUI. Namun kemudian lembaga tersebut bukanlah lembaga hukum yang khusus menangani produk halal, melainkan wadah bagi para ulama dalam merumuskan fatwa. Oleh sebab itu dinilai perlu membuat lembaga tersendiri,†kata Ahmad.
Kemudian yang menjadi persoalan adalah DPR menginginkan badan hukum tersebut secara struktual di bawah presiden, sedangkan pemerintah memandang badan sertifikasi halal nantinya di bawah Kementerian Agama.
Pemerintah menilai kalau membuat badan baru yang langsung di bawah presiden maka akan menimbulkan pembengkakan beban negara, karena membutuhkan lagi banyak karyawan dan anggaran lebih sehingga dinilai kurang efetif.
“Kemenag tidak bisa memberikan banyak masukan karena semua jawaban sebenarnya nantinya ada di undang-undang.Namun kalau di daerah memang sangat membutuhkan kenapa tidak untuk segera mengesahkan raperda jaminan produk halal menjadi sebuah payung hukum didaerah,†pungkas Ahmad.
Rapat konsutasi tersebut dihadiri pula oleh perwakilan Dinas Peternakan Kaltim Dadang Sudarya, Retno dan Sri, LPPOM Kaltim Sumarsongko Bidang Bimas Islam Kanwil Depag Kaltim M Elbadiansyah, dan Biro Hukum Provinsi Kaltim Nahedawati. (Humas DPRD Kaltim/adv/bar/dhi/met)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013