Hari Batik Nasional 2 Oktober di Kota Balikpapan, tidak berlalu begitu saja, karena Samantha Project menandainya dengan menampilkan 5 koleksi yang kaya akan motif khas kain Nusantara itu, seperti selipan batik.

“Saya masukkan unsur batik di setiap koleksi yang ditampilkan hari ini,” kata Atha, desainer sekaligus pemilik Samantha Project, Senin.

Bersama busana rancangan Adis dari rumah mode House of Ara dan sejumlah koleksi Hunge Indonesia, baju-baju koleksi Samantha ditampilkan di ajang peragaan busana Balikpapan Fest di Dome, awal pekan ini.

Batik yang diselipkan Atha dalam rancangannya pun bukan sekadar batik, tapi batik yang dibuat oleh perajin difabel Balikpapan. Motifnya juga khas Balikpapan, yang menampilkan garis-garis membentuk gambar kantong semar (Nephentes), flora pemakan daging yang banyak tumbuh di bukit-bukit pasir Kota Minyak itu.

Di sisi lain, pola batik yang muncul tersebut, menurut Atha, memang ‘diselipkan’ di busana yang ditampilkan. Hal tersebut karena semua pakaian yang diperagakan dibuat dari kain sisa.

“Inpirasinya muncul saat saya bingung melihat begitu banyak kain sisa yang bagus-bagus. Bertumpuk-tumpuk, dan kemudian berkarung-karung, Sayang banget kalau dibuang,” tutur Atha.

Maka lahirlah Anthology, koleksi busana yang dibuat dari menggabungkan berbagai jenis kain, corak, dan warna. Dari kain lurik, batik, katun, tenun, hingga brokat.

Lebih jauh, jelas Atha, Anthology juga menjadi semangat untuk menerapkan sustainable fashion, atau busana yang berkelanjutan.

“Industri fashion termasuk penyumbang limbah lewat sisa kain, benang, Jadi kalau bisa berkontribusi mengurangi limbah, tentu bagus,” kata Atha yang sudah 13 tahun lebih ber-KTP Kota Minyak setelah hijrah dari Kota Gudeg di 2010.

Unsur batik juga ditampilkan Hunge Indonesia, label busana asal Samarinda, Kalimantan Timur. Batik yang ditampilkan Hunge berasal dari para perajin Bahau dan Kenyah dari pedalaman dan hulu Sungai Mahakam dan Sungai Bahau.

“Ada ulap doyo, ada bedeng tencep, made in Tanjung Isuy, Jempang, Kutai Barat,” antar Bulan Erika, manajer Hunge Indonesia.

Kain ulap doyo, adalah kain yang ditenun dari doyo, daun sejenis pandan yang sesudah diolah sedemikian rupa ditambah keterampilan menenenun Orang Kenyah atau Orang Bahau, sebagaimana juga Orang Tunjung, bisa menjadi bahan sandang berkualitas tinggi.

Tampilan House of Ara. (ANTARA/novi abdi)

Nama ‘hunge’ sendiri, jelas Bulan, adalah kata untuk ‘sungai’ dalam bahasa Bahau. Nama itu sebagai pengingat dan penanda kultur sungai masyarakat Kalimantan Timur yang tenang dan cinta damai.

Dari busana yan ditampilkan Hunge Indonesia malam itu, kepraktisan menjadi yang utama. Tampilan kemeja atau gaun terlihat tanpa aksen menyolok, sehingga bisa dikenakan dalam kesempatan apa saja. Perbedaannya dari pakaian harian baru terlihat kalau dilihat dari dekat dan diperhatikan baik-baik karena bahan pembuatnya adalah ulap doyo atau tencep.

Peragaan busana di awal pekan ini adalah bagian dari acara Balikpapan Fest 2022 dan bertema “Nusantara Kita”. Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga (Dispora) menjadi penyelenggara utama bersama sejumlah event organizer.

“Saya senang acara ini bisa menjadi pendorong kemunculan berbagai bakat dan kreativitas,” kata Kepala Dispora dr Cokorda Ratih. Apalagi bakat-bakat dan kreativitas ini bila terus ditekuni dapat menjadi ajang ekspresi dan membawa kemandirian. 

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2022