Samarinda (ANTARA Kaltim) - Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Samarinda, Kalimantan Timur, menghentikan aktivitas sebuah perusahaan pengembang perumahan karena dinilai tidak mengindahkan masalah analisis mengenai dampak lingkungan (amdal).
"Setelah kami melakukan pantauan di lapangan ternyata pihak pengembang tidak membuat polder atau tanggul penampung air untuk mengantisipasi agar air tidak turun ke pemukiman warga. Selama ini, dampak dari aktivitas pembangunan perumahan tersebut menyebabkan terjadinya banjir di kawasan Air Putih sehingga kami menghentikan aktivitasnya," ungkap Kepala BLH Kota Samarinda, Endang Liansyah, Minggu.
Parahnya, ujar Endang Liansyah, izin Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL/UPL) dari perumahan Royal Regency telah "mati" (tidak berlaku) dan hingga kini belum ada tindakan untuk melakukan perpanjangan izin.
"Padahal, dari pemantauan kami di lapangan, sudah ada pembukaan lahan seluas satu hektare oleh pengembang dan kini sudah berdiri sekitar 20 unit rumah," katanya.
Sejak diterbitkannya izin UKL/UPL pada 2009, Royal Regency kata Endang Liansyah tidak pernah menyampaikan persentase capaian terhadap aktivitas pembangunan perumahan yang dilakukan.
"Bahkan, kemungkinan aktivitas pembangunannya sempat vakum selama tiga tahun," ujar Endang.
Akibat dampak banjir yang ditimbulkan oleh aktivitas pembangunan perumahan selama tiga bulan terakhir serta izin UKL/UPL yang belum diperpanjang, maka BLH mamasang `police line` atau garis polisi di atas lahan 10 hektare areal Royal Regency untuk mengawasi agar tidak lagi melakukan aktivitas di areal tersebut.
"Batas waktu penghentian ini kami berikan hingga pihak Royal Regency mengurus perpanjangan izin UKL/UPL secara tuntas dan mematuhi saran untuk membuat `sedimenpond` atau kolam penampungan air," tegasnya.
Tindakan tegas yang dilakukan BLH itu, kata dia, merupakan komitmen Wali Kota Samarinda, Syaharie Jaang, dalam menegakkan aturan terhadap perusahaan yang melanggar.
"Tindakan ini merupakan komitmen Pemerintah Kota Samarinda terhadap siapapun yang melanggar tidak terkecuali pihak perusahaan," ungkap Endang Liansyah. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013
"Setelah kami melakukan pantauan di lapangan ternyata pihak pengembang tidak membuat polder atau tanggul penampung air untuk mengantisipasi agar air tidak turun ke pemukiman warga. Selama ini, dampak dari aktivitas pembangunan perumahan tersebut menyebabkan terjadinya banjir di kawasan Air Putih sehingga kami menghentikan aktivitasnya," ungkap Kepala BLH Kota Samarinda, Endang Liansyah, Minggu.
Parahnya, ujar Endang Liansyah, izin Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL/UPL) dari perumahan Royal Regency telah "mati" (tidak berlaku) dan hingga kini belum ada tindakan untuk melakukan perpanjangan izin.
"Padahal, dari pemantauan kami di lapangan, sudah ada pembukaan lahan seluas satu hektare oleh pengembang dan kini sudah berdiri sekitar 20 unit rumah," katanya.
Sejak diterbitkannya izin UKL/UPL pada 2009, Royal Regency kata Endang Liansyah tidak pernah menyampaikan persentase capaian terhadap aktivitas pembangunan perumahan yang dilakukan.
"Bahkan, kemungkinan aktivitas pembangunannya sempat vakum selama tiga tahun," ujar Endang.
Akibat dampak banjir yang ditimbulkan oleh aktivitas pembangunan perumahan selama tiga bulan terakhir serta izin UKL/UPL yang belum diperpanjang, maka BLH mamasang `police line` atau garis polisi di atas lahan 10 hektare areal Royal Regency untuk mengawasi agar tidak lagi melakukan aktivitas di areal tersebut.
"Batas waktu penghentian ini kami berikan hingga pihak Royal Regency mengurus perpanjangan izin UKL/UPL secara tuntas dan mematuhi saran untuk membuat `sedimenpond` atau kolam penampungan air," tegasnya.
Tindakan tegas yang dilakukan BLH itu, kata dia, merupakan komitmen Wali Kota Samarinda, Syaharie Jaang, dalam menegakkan aturan terhadap perusahaan yang melanggar.
"Tindakan ini merupakan komitmen Pemerintah Kota Samarinda terhadap siapapun yang melanggar tidak terkecuali pihak perusahaan," ungkap Endang Liansyah. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013