SUHU perpolitikan di Kalimantan Timur kian "memanas" menjelang berakhirnya masa kampanye pada 6 September 2013 dan dilanjutkan pemungutan suara 10 bulan depan.

Dalam masa kampanye ini, tiga pasangan calon gubernur dan tim suksesnya melakukan berbagai strategi agar bisa meraih suara sebanyak-banyaknya dalam hari H nanti.

Terbukanya lebarnya peluang bagi para calon untuk tampil di surat khabar harian melalui halaman kontrak atau iklan (advertorial) benar-benar dimanfaatkan untuk meraih simpati warga.

Masing-masing tim media center memanfaatkan peluang itu, baik dari calon nomor urut 1 adalah pasangan Awang Faroek Ishak - Mukmin Faisyal maupun nomor urut 2 Farid Wadjdy - Aji Sofyan Alex, dan nomor urut 3 adalah pasangan Imdaad Hamid - Ipong Muchlissoni.

Persoalan yang membuat salah satu calon seperti kebakaran jenggot adalah "bola panas" yang dilemparkan oleh tim media pasangan Farid-Alex di salah satu surat khabar harian pada halaman kontrak (advertorial).

Menurut tulisan tersebut, Aji Sofyan Alex mengatakan bahwa kebocoran APBD Kaltim mencapai 40 persen. Hal itu, dapat dilihat dari tingginya APBD Kaltim yang mecapai belasan triliun per tahun, tetapi belum juga mampu mensejahterakan warganya yang hanya 4 juta jiwa.

Mendengar pernyataan itu, kemudian Humas Setprov Kaltim melakukan klarifikasi melalui pemberitaan tim Kaltim Bangkit yang dimuat di halaman kontrak dua media harian setempat.

Dalam penjelasannya, Plt Sekprov Kaltim H Rusmadi mengatakan bahwa semua proses perencanaan hingga pelaksanaan APBD Kaltim selalu dilakukan bersama DPRD setempat. Semua proses dilakukan sesuai aturan dan selalu melibatkan DPRD.

"Mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan hingga laporan hasil selalu ada pengendaliannya. Laporan hasil pengawasan BPK RI selama ini juga disampaikan kepada DPRD. Semua kita publikasikan dalam rangka transparansi publik," kata Rusmadi.

Komentar Aji Sofyan Alex ini juga mendapat respon Anggota DPRD Kaltim, seperti Darlis Pattalongi. Darlis mengaku sulit memahami apa dasar 40 persen lebih kebocoran yang dimaksud Aji Sofyan Alex.

Menurut Anggota Komisi III DPRD Kaltim ini, logikanya, jika kebocoran proyek terjadi hingga 40 persen, sangat tidak mungkin proyek itu dilanjutkan. Indikasi kebocoran fisik sebesar itu sangat nyata, sehingga sangat mudah diketahui.





Koran Rp2 Miliar



Sementara itu, Intoniswan, Sekretaris PWI Kaltim menaggapi polemik itu dengan hitungan angka demi angka, termasuk belanja APBD Kaltim yang selama ini digunakan untuk apa saja, baik untuk belanja langsung maupun belanja tidak langsung.

Intoniswan saat dihubungi di kantornya, Rabu, mengatakan bahwa polemik soal APBD Kaltim antara Pemprov Kaltim yang di media massa diwakili Plt Sekda Provinsi Kaltim H Rusmadi dan Kepala Biro Humas Setwilprov Kaltim, S Adiyat melawan Timses H Farid Wadjdy-H Sofyan Alex.

Dalam Pemprov Kaltim ada pejabat yang paham soal pemberitaan, yakni S Adiyat ditambah sejumlah wartawan muda yang selama ini mengelola halaman Kaltim Bangkit di dua surat kabar lokal, sebaliknya di Timses Farid-Sofyan juga memiliki tim pemberitaan dari sejumlah media.

Pokok permasalahannya, kedua pihak yang kini kepentingannya berseberangan itu sebenarnya ada dua.

Pertama adalah porsi yang ditampilkannya Awang Faroek dan Farid Wadjdy di halaman Kaltim Bangkit, dirasa Timses Farid-Sofyan tidak proporsional atau tidak berimbang, sebelum maupun masa kampanye.

Calon imcumben yang sudah cuti seharusnya tidak memiliki hak untuk tampil di halaman kontrak yang menggunakan dana APBD, tapi kenyataanya sampai sekarang masih ditampilkan mekipun kegiatannya sebelum masa cuti.

Untuk halaman Kaltim Bangkit, kata Inton, panggilan akrabnya, Pemprov Kaltim dikabarkan mengalokasikan dana Rp4 miliar per tahun dari APBD Kaltim, atau masing-masing koran dibayar Rp2 miliar per tahun.

Total belanja Biro Humas Pemprov Kaltim pada 2013 memang meningkat dari tahun sebelumnya yang di bawah Rp10 miliar, kemudian 2013 menjadi sekitar Rp14 miliar.

"Kembali ke masalah porsi yang diberikan ke Awang Faroek Ishak dan ke Farid Wadjdy, sesuai ketentuan tidak tertulis, disesuaikan dengan hirarkhi di pemerintahan, yakni satu sebagai gubernur, satunya lagi wakil gubernur," ujarnya.

Kegiatan yang dihadiri langsung sama Awang Faroek Ishak mendapat tempat di halaman atas dengan foto yang juga besar.

Kegiatan pemerintahan yang dihadiri Farid Wadjdy, tempatnya di kaki halaman Kaltim Bangkit. Fotonya ukurannya lebih kecil dibandingkan foto Awang Faroek.

Kemudian, kegiatan gubernur yang diwakilkan kepada wakil gubernur, umumnya tetap beritanya di bagian atas, tapi wakil gubernur hanya membacakan sambutan gubernur, isinya tetap apa yang dikatakan gubernur.

Permasalahan kedua adalah terkait dugaan APBD Kaltim yang dikatakan Timses Farid Wadjdy-Sofyan Alex mengalami kebocoran 40 persen. Ini berarti bicara angka-angka yang cukup rumit perhitungannya.

"Ketepatan angka pastinya susah dicari, tetapi sudah umum diduga bocor. Pengertian bocor itu sendiri juga bersayap. Istilah bocor juga tak dikenal dalam akuntansi pemerintahan," tutur Inton.

Dikatkannya, dalam akuntansi keuangan negara hanya dikenal, pemborosan, berpotensi merugikan keuangan negara, atau merugikan keuangan negara.

"Bantahan dari ungkapan APBD Kaltim bocor 40 persen adalah fitnah, sebetulnya jangan terburu-buru dan hanya melihat dari sisi belanja, padahal yang dimaksud dengan APBD, ada sisi pendapatan dan ada sisi belanja," ucapnya.

Dari sisi pendapatan Pemprov Kaltim, tercatat menerima sekitar Rp5,6 triliun dari berbagai pajak dan retribusi daerah. Kalau Timses Farid-Sofyan menyangka ada kebocoran, tentu menurut mereka pendapatan (asli) daerah sewajarnya Rp7,840 triliun.

Kemudian kalau beranggapan sisi belanja bocor 40 persen, maka dari belanja Pemprov Kaltim tahun 2013 sebanyak Rp13 triliun (APBD-Perubahan) belum disahkan, maka yang murni untuk belanja hanya sekitar Rp11 triliun setelah diptong PPN dan PPh 11,5 persen.

Data itu berarti dana yang bocor atau tidak dinikmati rakyat sebesar Rp 4,4 triliun. Angka itu sepertinya besar, tetapi tidaklah besar karena hitungannya, dari sisi belanja ada pengeluaran Pemprov Kaltim untuk membayar gaji, tunjangan, uang lembur PNS, membayar gaji dan uang lembur pegawai honorer sekitar Rp980 miliar pada tahun 2011.

Kemudian yang diambil kontraktor sebagai jasa (keuntungan) sebesar 15 persen x Rp11 triliun atau Rp1,650 triliun, belanja modal untuk kantor sekitar Rp750 miliar, perjalanan dinas, makan minum rapat, pembelian kendaraan dinas, pakaian dinas, dan lain-lain Rp1,020 trilun, maka jumlahnya sudah Rp 4,4 triliun.

Hasil audit BPK RI atas APBD Kaltim setiap tahun juga tidak meliputi seluruh item kegiatan Pemprov Kaltim yang jumlahnya mencapai 9000 kegiatan.

Apalagi, katanya BPK terkesan menghindar melakukan audit atas proyek-proyek besar, seperti proyek tahun jamak (multi-years) kontrak yang nilainya sekitar Rp3,6 triliun. BPK juga enggan mengaudit proyek-proyek yang ada di Dinas Pekerjaan Umum Kaltim.

"Apakah yang dimaksud Timses Farid-Sofyan ada kebocoran 40 persen dari APBD itu meliputi sisi pendapatan sekaligus belanja, dan memasukkan piutang Pemprov Kaltim yang tidak bisa ditagih," katanya.

"Termasuk pemanfaatan aset yang tidak maksimal, serta pembayaran uang muka untuk proyek besar, tapi proyeknya sendiri tidak bisa dikerjakan, atau mempersepsikan kebocoran sama dengan pemborosan, tentu masih perlu klarifikasi," ucapnya.

Tapi menyebut ada kebocoran 40 persen dari APBD Kaltim, dari sisi belanja dan sisi pendapatan, sebetulnya tidak perlu dipolemikkan, bisa benar dan bisa salah, tapi yang jelas banyak potensi pendapatan yang sulit diukur kebenarannya.

Hal ini terjadi karena banyak yang tidak memiliki akses untuk masuk atau membuktikan sendiri jumlah batubara, minyak, dan gas yang keluar dari Kaltim yang dilaporkan perusahaan tambang dan migas merupakan angka sebenarnya.

"Siapa yang bisa membuktikan meteran di pipa gas dan minyak, berfungsi baik saat mencatat migas yang naik ke kapal di tengah laut. Siapa pula yang bisa membuktikan bahwa batu bara yang diekspor Kaltim jumlahnya memang hanya 220 juta ton," ujar Inton.

Berdasarkan berbagai alasan yang dikemukakan oleh Intoniswan, maka apa yang diungkapkan oleh Sofyan Alex merupakan persoalan sangat "debatable", paling tidak bisa menjadi masukan untuk BPK lebih transparan dan teliti memeriksa pengelolaan keuangan provinsi kaya itu.

Di sisi lain, ini membuktikan bahwa sebelum Pilgub Kaltim dilaksanakan, maka pemenangnya sudah sangat transparan di depan mata. Siapakah itu, tidak lain dan tidak bukan, pemenangnya adalah "industrialisasi pers".   (*)

Pewarta: M Ghofar

Editor : Arief Mujayatno


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013