Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk serta Keluarga Berencana (DP3APPKB) Pemkot Tarakan mendampingi W (13), korban tindak asusila, yang diduga dilakukan oleh oknum TNI berinisial A yang bertugas di Tarakan.

"Kita hanya sebatas pendampingan saja, misalnya visum kita dampingi dan biayanya dari kita," kata Kepala DP3APPKB Pemkot Tarakan, Maryam di Tarakan, Kalimantan Utara, Rabu.

Dia mengungkapkan bahwa dari laporan petugas pendamping sosial bahwa korban W mengalami trauma dan belum banyak bicara.

Sedangkan untuk pendampingan psikologi dan setelah di pengadilan saat persidangan, ada pendampingan khusus anak.



"Tapi untuk kasus pidana sesuai jalur hukum. Kita tidak intervensi. Kita hanya sekedar pendampingan, menyelamatkan anak itu dari kepentingan dasarnya dia, seperti sekolah dan kesehatan kita pulihkan sampai anak itu siap," kata Maryam.

Dia juga mengatakan bahwa untuk proses mediasi, seandainya dinikahkan si korban jelas belum siap secara fisik dan psikis.

Hal tersebut bisa menyebabkan korban makin terpuruk dan saat ini tinggal pihak keluarganya yang dapat menentukan.

"Asesmen belum dapat dilakukan langsung, kalau sudah selesai penyelidikan dan penyidikan kasusnya," katanya.

Sementara itu pihak Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengecam keras dugaan tindakan asusila tersebut.

"KPAI mengecam tindakan persetubuhan anak di bawah umur (13) yang diduga dilakukan oleh seorang oknum TNI berinisial A sebanyak dua kali," kata Komisioner KPAI Retno Listyarti dalam keterangan tertulis.

KPAI mengapresiasi kesatuan dari terduga pelaku, A, yang akan transparan dalam proses penanganan kasus persetubuhan terhadap anak di bawah umur yang dilakukan oleh anggotanya, bahkan terduga pelaku sudah ditahan.

Bila Melakukan persetubuhan dengan anak dalam UU No. 35/2014 tentang Perlindungan Anak adalah suatu tindak pidana, dan tidak ada alasan suka sama suka dalam hal persetubuhan dengan anak, perbuatan itu apapun alasannya adalah sebuah tindak pidana yang ancaman hukumannya 5-15 tahun. Oleh karena itu, dalam proses pidana harus berpedoman pada UUPA tersebut.

Terkait dengan informasi ada upaya mediasi, seharusnya tidak boleh dilakukan karena ini jelas perbuatan pidana. Keluarga korban dengan keluarga pelaku bisa saja saling memaafkan, namun proses hukum harus tetap berjalan.

Selain itu, korban juga harus mendapatkan hak untuk rehabilitasi medis dan psikologis oleh pemerintah kota Tarakan melalui P2TP2A ataupun Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk serta Keluarga Berencana (DP3APPKB) Pemkot Tarakan.*
 

Pewarta: Susylo Asmalyah

Editor : Gunawan Wibisono


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2022