New York (ANTARA News) - "Saya terima penghargaan ini atas nama seluruh rakyat Indonesia. Semoga penghargaan ini dapat menjadi momentum bagi kami untuk melanjutkan upaya kami mempromosikan kemanusiaan dan kebaikan di masyarakat."
Kalimat itu diucapkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat menerima penghargaan World Statesman dari organisasi nirlaba Appeal of Concience Foundation (AoCF).
Di bawah sorotan kamera media internasional dan nasional, Presiden Yudhoyono menerima piala berbentuk bola dunia warna emas yang sepintas mirip miniatur dari Piala Dunia itu dari Presiden AoCF, Rabbi Arthur Scheneir.
Disaksikan oleh sang istri, Ani Yudhoyono yang pada Kamis (30/5) mengenakan kebaya berwarna merah jambu, dan para stafnya, Presiden menjabat tangan Rabbi Scheneir, menandai resminya penyerahan penghargaan tersebut.
Penghargaan World Statesman secara rutin diberikan oleh AoCF kepada tokoh-tokoh yang dianggap telah melakukan suatu perubahan.
Di dalam negeri keputusan AoCF untuk memberikan penghargaan kepada Presiden Yudhoyono telah memunculkan penolakan dari sejumlah tokoh, salah satunya Romo Franz Magnis Suseno.
Pihak-pihak yang kontra rata-rata menyebut Presiden Yudhoyono tidak pantas menerima penghargaan itu karena sejumlah kasus pelanggaran hak asasi manusia di negara ini belum selesai.
Namun penghargaan itu tetap diserahkan kepada Yudhoyono dalam sebuah acara di salah satu hotel di New York, menandakan bahwa keputusan AoCF sudah bulat.
Beberapa tokoh internasional seperti mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Henry Kissinger, juga turut menghadiri acara tersebut.
Sejumlah kepala pemerintahan juga secara khusus menyampaikan dukungan tertulis kepada Presiden, termasuk Presiden Amerika Serikat Barack Obama, Perdana Menteri Norwegia Jens Stoltenberg, serta Perdana Menteri Inggris David Cameron.
Obama mengapresiasi terciptanya Forum Demokrasi Bali, Jens Stoltenberg mengapresiasi kepemimpinan Yudhoyono dalam panel pembangunan PBB, dan David Cameron menyebut potensi besar Indonesia dalam mempromosikan demokrasi dan perdamaian di kawasan.
Belum Rampung
Dalam sambutan tertulisnya, Rabbi Arthur Scheneir mengatakan bahwa Tuhan dapat menciptakan dunia yang sempurna namun Tuhan menantang manusia untuk menyempurnakan dunia yang tidak sempurna.
Dengan semangat itulah, lanjut dia, AoCF mengakui kepemimpinan Yudhoyono yang telah membantu negaranya berubah menjadi masyarakat yang demokratis dan menentang pihak-pihak yang berusaha mengembangkan konflik perdaban.
"Penghargaan ini adalah pengakuan atas prestasinya dalam upaya internasional untuk memelihara perdamaian bersama dan adalah dorongan untuk meningkatkan hak asasi manusia, kebebasan beragama, dan kerja sama antar agama," lanjutnya.
Ia juga menegaskan bahwa pemberian penghargaan malam itu tidak berarti pekerjaan telah selesai.
Dia berharap penghargaan itu dapat terus mendorong Presiden Yudhoyono untuk menjamin perlindungan dan hak asasi seluruh rakyat Indonesia, tidak peduli ras dan agamanya.
Hak Asasi Manusia dan perlindungan kelompok minoritas, menurut Rabbi, adalah tantangan terbesar yang dihadapi manusia dalam kehidupan ini.
Kerja Bersama
Dalam sambutan singkat menjelang acara jamuan santap malam, Presiden Yudhoyono mengatakan penghargaan World Statesman merupakan cerminan pencapaian kerja semua pihak di Indonesia untuk mendorong dan menciptakan perdamaian dan kondisi bangsa yang baik.
"Kecakapan sebagai negarawan pencapaiannya tidak selalu hasil dari upaya satu orang. Kecakapan sebagai negarawan dapat berbentuk kolektif," katanya.
Menurut dia, kolektivitas kecakapan sebagai seorang negarawan yang dimiliki masyarakat Indonesia secara keseluruhan membuat Indonesia menjadi lebih maju dan sejahtera.
Ia menilai penghargaan itu pada hakekaktnya adalah penghargaan untuk seluruh rakyat Indonesia yang telah gigih memperjuangkan komitmen-komitmen luhur perdamaian dan perlindungan hak asasi manusia.
"Saya berharap semoga penghargaan ini menjadi momentum bagi kita untuk melanjutkan upaya kita mempromosikan kemanusiaan dan kebaikan bagi semua pihak," katanya.
"Semoga kerja keras dan ketetapan hati bangsa Indonesia semakin memperkuat upaya pencapaian impian para pendiri bangsa yaitu terciptanya masyarakat yang harmonis disatukan oleh kedamaian dan kesejahteraan."
Presiden menambahkan, seorang negarawan bekerja untuk mencapai apa yang dia percaya sebagai sebuah kebenaran dan tidak mendasarkannya pada popularitas berbasis survei.
Sementara soal komentar pihak-pihak yang kontra, Presiden mengakui bahwa masih banyak kekurangan selama masa pemerintahannya, seperti insiden yang tidak mencerminkan kerukunan umat beragama.
"Saya mendengar ada sejumlah kalangan tidak setuju dan protes, saya menghormati dan menghargai pandangan itu," katanya.
Tapi apapun perdebatannya tampaknya kedua belah pihak telah sepakat bahwa insiden masih terjadi dan kerja belum selesai sehingga akan lebih baik bila kemudian semua bekerja bersama memperbaiki ketidaksempurnaan ini daripada terus berdebat tak berujung. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013
Kalimat itu diucapkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat menerima penghargaan World Statesman dari organisasi nirlaba Appeal of Concience Foundation (AoCF).
Di bawah sorotan kamera media internasional dan nasional, Presiden Yudhoyono menerima piala berbentuk bola dunia warna emas yang sepintas mirip miniatur dari Piala Dunia itu dari Presiden AoCF, Rabbi Arthur Scheneir.
Disaksikan oleh sang istri, Ani Yudhoyono yang pada Kamis (30/5) mengenakan kebaya berwarna merah jambu, dan para stafnya, Presiden menjabat tangan Rabbi Scheneir, menandai resminya penyerahan penghargaan tersebut.
Penghargaan World Statesman secara rutin diberikan oleh AoCF kepada tokoh-tokoh yang dianggap telah melakukan suatu perubahan.
Di dalam negeri keputusan AoCF untuk memberikan penghargaan kepada Presiden Yudhoyono telah memunculkan penolakan dari sejumlah tokoh, salah satunya Romo Franz Magnis Suseno.
Pihak-pihak yang kontra rata-rata menyebut Presiden Yudhoyono tidak pantas menerima penghargaan itu karena sejumlah kasus pelanggaran hak asasi manusia di negara ini belum selesai.
Namun penghargaan itu tetap diserahkan kepada Yudhoyono dalam sebuah acara di salah satu hotel di New York, menandakan bahwa keputusan AoCF sudah bulat.
Beberapa tokoh internasional seperti mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Henry Kissinger, juga turut menghadiri acara tersebut.
Sejumlah kepala pemerintahan juga secara khusus menyampaikan dukungan tertulis kepada Presiden, termasuk Presiden Amerika Serikat Barack Obama, Perdana Menteri Norwegia Jens Stoltenberg, serta Perdana Menteri Inggris David Cameron.
Obama mengapresiasi terciptanya Forum Demokrasi Bali, Jens Stoltenberg mengapresiasi kepemimpinan Yudhoyono dalam panel pembangunan PBB, dan David Cameron menyebut potensi besar Indonesia dalam mempromosikan demokrasi dan perdamaian di kawasan.
Belum Rampung
Dalam sambutan tertulisnya, Rabbi Arthur Scheneir mengatakan bahwa Tuhan dapat menciptakan dunia yang sempurna namun Tuhan menantang manusia untuk menyempurnakan dunia yang tidak sempurna.
Dengan semangat itulah, lanjut dia, AoCF mengakui kepemimpinan Yudhoyono yang telah membantu negaranya berubah menjadi masyarakat yang demokratis dan menentang pihak-pihak yang berusaha mengembangkan konflik perdaban.
"Penghargaan ini adalah pengakuan atas prestasinya dalam upaya internasional untuk memelihara perdamaian bersama dan adalah dorongan untuk meningkatkan hak asasi manusia, kebebasan beragama, dan kerja sama antar agama," lanjutnya.
Ia juga menegaskan bahwa pemberian penghargaan malam itu tidak berarti pekerjaan telah selesai.
Dia berharap penghargaan itu dapat terus mendorong Presiden Yudhoyono untuk menjamin perlindungan dan hak asasi seluruh rakyat Indonesia, tidak peduli ras dan agamanya.
Hak Asasi Manusia dan perlindungan kelompok minoritas, menurut Rabbi, adalah tantangan terbesar yang dihadapi manusia dalam kehidupan ini.
Kerja Bersama
Dalam sambutan singkat menjelang acara jamuan santap malam, Presiden Yudhoyono mengatakan penghargaan World Statesman merupakan cerminan pencapaian kerja semua pihak di Indonesia untuk mendorong dan menciptakan perdamaian dan kondisi bangsa yang baik.
"Kecakapan sebagai negarawan pencapaiannya tidak selalu hasil dari upaya satu orang. Kecakapan sebagai negarawan dapat berbentuk kolektif," katanya.
Menurut dia, kolektivitas kecakapan sebagai seorang negarawan yang dimiliki masyarakat Indonesia secara keseluruhan membuat Indonesia menjadi lebih maju dan sejahtera.
Ia menilai penghargaan itu pada hakekaktnya adalah penghargaan untuk seluruh rakyat Indonesia yang telah gigih memperjuangkan komitmen-komitmen luhur perdamaian dan perlindungan hak asasi manusia.
"Saya berharap semoga penghargaan ini menjadi momentum bagi kita untuk melanjutkan upaya kita mempromosikan kemanusiaan dan kebaikan bagi semua pihak," katanya.
"Semoga kerja keras dan ketetapan hati bangsa Indonesia semakin memperkuat upaya pencapaian impian para pendiri bangsa yaitu terciptanya masyarakat yang harmonis disatukan oleh kedamaian dan kesejahteraan."
Presiden menambahkan, seorang negarawan bekerja untuk mencapai apa yang dia percaya sebagai sebuah kebenaran dan tidak mendasarkannya pada popularitas berbasis survei.
Sementara soal komentar pihak-pihak yang kontra, Presiden mengakui bahwa masih banyak kekurangan selama masa pemerintahannya, seperti insiden yang tidak mencerminkan kerukunan umat beragama.
"Saya mendengar ada sejumlah kalangan tidak setuju dan protes, saya menghormati dan menghargai pandangan itu," katanya.
Tapi apapun perdebatannya tampaknya kedua belah pihak telah sepakat bahwa insiden masih terjadi dan kerja belum selesai sehingga akan lebih baik bila kemudian semua bekerja bersama memperbaiki ketidaksempurnaan ini daripada terus berdebat tak berujung. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013