Samarinda (ANTARA Kaltim) - Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam beserta jajarannya menerima rombongan Panitia Khusus (Pansus) Raperda Reklamasi dan Pasca Tambang DPRD Kalimantan Timur di Kendari, Senin (1/4) lalu.
Dalam pertemuan tersebut terungkap bahwa Kalimantan Timur dan Sulawesi Tenggara banyak mempunyai kesamaan dalam masalah pertambangan.
Kaltim sebagai provinsi terbanyak menerbitkan Izin Usaha Pertambangan ( IUP) di Indonesia dengan 1.832 IUP dan 26 izin PKP2B, sedangkan Sulawesi Tenggara dengan 500 IUP dan satu izin diterbitkan gubernur.
Oleh karena itu, tingkat kerusakan lingkungan dan dampak lain akibat kegiatan pertambangan, bisa dipastikan kedua provinsi ini juga paling berat merasakannya.
"Kondisi Kalimantan Timur dan Sulawesi Tenggara dalam hal tambang tak jauh berbeda, hanya kalau di Kaltim tambang batu bara, di Sulawesi Tenggara tambang nikel, itu saja yang tidak sama. Tapi persoalan kerusakan lingkungan, terkait reklamasi dan pasca tambang, kedua provinsi sama-sama merasakan dampak yang berat," kata Wakil Ketua Pansus pembahas Raperda tentang Reklamasi dan Pasca Tambang, Muhammad Adam Sinte usai pertemuan Pansus dengan Gubernur Sulawesi Tenggara, H Nur Alam dan jajaran Pemprov Sultra.
Selain Muhammad Adam Sinte, anggota Pansus lainnya yang hadir pada pertemuan tersebut adalah HM Hatta Zainal Abidin, H Zaenal Haq, H Jawad Sirajuddin, Agus Santoso, HM Syahrun HS, H Saifuddin DJ dan Sofian Nur. Turut pula staf Distamben dan BLH Kaltim, serta Tenaga Ahli DPRD Kaltim, DR M Muhdar.
Gubernur H Nur Alam menyambut baik Raperda tentang Reklamasi dan Pasca Tambang yang tengah dibahas Pansus DPRD Kaltim. Dia juga memberikan apresiasi terhadap Dewan yang mengajukan Raperda inisiatif tersebut sebagai payung hukum mengatur kegiatan reklamasi dan pasca tambang.
Pada pertemuan tersebut, Gubernur H Nur Alam menghadirkan seluruh jajarannya, terutama semua kepala SKPD terkait. Tampak Sultra menganggap penting pembahasan regulasi bidang pertambangan, khususnya yang menyangkut reklmasai dan pasca tambang.
"Raperda ini bila sudah disahkan menjadi Perda definitif bisa menjadi contoh bagi daerah lain dalam menyusun Perda yang sama, terutama daerah yang memiliki kegiatan pertambangan," kata Nur Alam yang baru saja terpilih menjadi gubernur untuk masa jabatan kedua.
Gubernur Sultra juga menyoroti kewenangan bupati/walikota yang begitu luas dalam pemberian izin IUP. Seolah-olah IUP itu diobral sehingga timbul permasalahan seperti kerusakan lingkungan, tumpang tindih lahan sampai hingga masalah sosial menyangkut ganti rugi tanah masyarakat.
"Saya pernah mengusulkan kepada Presiden SBY untuk merevisi Undang Undang yang memberikan kewenangan begitu luas kepada bupati/walikota. Juga agar dibentuk Dewan Lokasi, yakni semacam otorita yang ikut mengelola tambang dalam wilayah provinsi. Masalahnya kewenangan bupati/walikota dalam menerbitkan izin tidak diikuti dengan tanggung jawab maksimal dalam hal pengawasan," kata Nur Alam.
Gubernur H Nur Alam yang sebelum menjadi orang nomor satu di Sultra adalah anggota DPRD Provinsi setempat, juga banyak memberikan masukan kepada Pansus.
Dia mengusulkan kepada pemerintah pusat agar royalti hasil tambang tidak lagi disetor ke pusat tapi cukup disetor ke rekening pemerintah daerah. Dia juga menyoroti Jaminan Reklamasi (Jamrek) yang dalam menghitungnya lebih kecil dibanding akibat yang ditimbulkan. (Humas DPRD Kaltim/adv/mir)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013
Dalam pertemuan tersebut terungkap bahwa Kalimantan Timur dan Sulawesi Tenggara banyak mempunyai kesamaan dalam masalah pertambangan.
Kaltim sebagai provinsi terbanyak menerbitkan Izin Usaha Pertambangan ( IUP) di Indonesia dengan 1.832 IUP dan 26 izin PKP2B, sedangkan Sulawesi Tenggara dengan 500 IUP dan satu izin diterbitkan gubernur.
Oleh karena itu, tingkat kerusakan lingkungan dan dampak lain akibat kegiatan pertambangan, bisa dipastikan kedua provinsi ini juga paling berat merasakannya.
"Kondisi Kalimantan Timur dan Sulawesi Tenggara dalam hal tambang tak jauh berbeda, hanya kalau di Kaltim tambang batu bara, di Sulawesi Tenggara tambang nikel, itu saja yang tidak sama. Tapi persoalan kerusakan lingkungan, terkait reklamasi dan pasca tambang, kedua provinsi sama-sama merasakan dampak yang berat," kata Wakil Ketua Pansus pembahas Raperda tentang Reklamasi dan Pasca Tambang, Muhammad Adam Sinte usai pertemuan Pansus dengan Gubernur Sulawesi Tenggara, H Nur Alam dan jajaran Pemprov Sultra.
Selain Muhammad Adam Sinte, anggota Pansus lainnya yang hadir pada pertemuan tersebut adalah HM Hatta Zainal Abidin, H Zaenal Haq, H Jawad Sirajuddin, Agus Santoso, HM Syahrun HS, H Saifuddin DJ dan Sofian Nur. Turut pula staf Distamben dan BLH Kaltim, serta Tenaga Ahli DPRD Kaltim, DR M Muhdar.
Gubernur H Nur Alam menyambut baik Raperda tentang Reklamasi dan Pasca Tambang yang tengah dibahas Pansus DPRD Kaltim. Dia juga memberikan apresiasi terhadap Dewan yang mengajukan Raperda inisiatif tersebut sebagai payung hukum mengatur kegiatan reklamasi dan pasca tambang.
Pada pertemuan tersebut, Gubernur H Nur Alam menghadirkan seluruh jajarannya, terutama semua kepala SKPD terkait. Tampak Sultra menganggap penting pembahasan regulasi bidang pertambangan, khususnya yang menyangkut reklmasai dan pasca tambang.
"Raperda ini bila sudah disahkan menjadi Perda definitif bisa menjadi contoh bagi daerah lain dalam menyusun Perda yang sama, terutama daerah yang memiliki kegiatan pertambangan," kata Nur Alam yang baru saja terpilih menjadi gubernur untuk masa jabatan kedua.
Gubernur Sultra juga menyoroti kewenangan bupati/walikota yang begitu luas dalam pemberian izin IUP. Seolah-olah IUP itu diobral sehingga timbul permasalahan seperti kerusakan lingkungan, tumpang tindih lahan sampai hingga masalah sosial menyangkut ganti rugi tanah masyarakat.
"Saya pernah mengusulkan kepada Presiden SBY untuk merevisi Undang Undang yang memberikan kewenangan begitu luas kepada bupati/walikota. Juga agar dibentuk Dewan Lokasi, yakni semacam otorita yang ikut mengelola tambang dalam wilayah provinsi. Masalahnya kewenangan bupati/walikota dalam menerbitkan izin tidak diikuti dengan tanggung jawab maksimal dalam hal pengawasan," kata Nur Alam.
Gubernur H Nur Alam yang sebelum menjadi orang nomor satu di Sultra adalah anggota DPRD Provinsi setempat, juga banyak memberikan masukan kepada Pansus.
Dia mengusulkan kepada pemerintah pusat agar royalti hasil tambang tidak lagi disetor ke pusat tapi cukup disetor ke rekening pemerintah daerah. Dia juga menyoroti Jaminan Reklamasi (Jamrek) yang dalam menghitungnya lebih kecil dibanding akibat yang ditimbulkan. (Humas DPRD Kaltim/adv/mir)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013