Samarinda (ANTARA Kaltim) - Polemik tentang keberadaan sejumlah satwa langka dan dilindungi yang hidup di kawasan hutan Taman Nasional Kutai di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, sedikit terkuak.
Adalah peneliti dari Orang utan Tropical Peatland Project (OuTrop) Wiwit Juwita S, pada presentasi kepada Kepala Balai Taman Nasional Kutai, Erly Sukrismanto, yang mengklaim berhasil merekam gambar satwa langka jenis Kucing Merah (Pardofelis badia) yang merupakan salah satu spesies kucing kecil endemik pulau Kalimantan.
"Penelitian dengan metode pemotretan menggunakan kamera trap itu berhasil menangkap gerakan seekor kucing yang diduga kuat jenis `Pardofelis Badia` atau kucing merah," kata Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Hernowo Suprianto, baru-baru ini.
IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources) atau serikat antarbangsa bagi konservasi alam mengkategorikan Kucing Merah (Borneo Bay Cat) ini dalam status konservasi "endangered" (genting/terancam punah).
Di Indonesia dan Malaysia, Kucing Merah ini juga dimasukkan sebagai binatang yang dilindungi dari kepunahan.
"Penelitian yang dilakukan sejak Desember 2012 hingga Maret 2013 ini, berhasil mendeteksi kemungkinan keberadaan kucing merah dalam skala terbatas. Pada presentasenya itu, Wiwit Juwita S, memberlihatkan seekor kucing berwarna merah yang patut diduga sebagai kucing merah yang selama ini keberadaanya masih diperdebatkan," katanya.
Namun, peneliti `Outrop` itu meyakini, foto yang berhasil terekam kamera trap yang dipasang di kawasan hutan Prevab, Taman Nasional Kutai adalah `Pardofelis Badia`.
"Penelitian itu hanya dilakukan kurang lebih tiga bulan dengan berbagai keterbatasan, baik kondisi alam maupun peralatan yang mengalami hambatan akibat rusak terkena banjir. Jadi, untuk memastikan, perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam terkait keberadaan Kucing Merah itu di kawasan TNK," kata Hernowo Suprianto.
Penelitian yang dilakukan Wiwit Juwita S itu kata Hernowo Suprianto bertujuan, meneliti keberadaan dan kepadatan kucing-kucingan di Kalimantan, khususnya Macan Dahan atau `Neofelis Nebulosa.
"Juga, meneliti pengaruh manusia terhadap kehadiran dan kepadatan kucing-kucingan khususnya Macan Dahan," ungkap Hernowo Suprianto.
Macan dahan
Selain berhasil menangkap gambar keberadaan Kucing Merah, Wiwit Juwita S juga meyakini masih ada spesies Macan Dahan di kawasan hutan Taman Nasional Kutai.
Macan Dahan merupakan jenis kucing berukuran sedang dengan panjang tubuh mencapai 95 sentimeter.
Pada umumnya, spesies ini memiliki bulu berwarna kelabu kecoklatan dengan gambaran seperti awan dan bintik hitam di tubuhnya.
Bintik hitam di kepalanya berukuran lebih kecil dan terdapat totol putih di belakang telinga. Macan dahan mempunyai kaki pendek dengan telapak kaki besar serta ekor panjang dengan garis dan bintik hitam. Macan Dahan betina serupa.
"Pada penelitian kami di kawasan hutan TNK, kami juga berhasil menangkap pergerakan hewan persis Macan Dahan. Namun, masih perlu gambaran yang utuh untuk memastikan secara jelas tentang keberadaan Macan dahan itu di kawasan TNK," ungkap Wiwit Juwita S.
Macan dahan adalah hewan nokturnal yang aktif berburu di malam hari. Hewan ini banyak menghabiskan waktunya di atas pohon dan dapat bergerak dengan lincah di antara pepohonan.
Mangsa macan dahan terdiri dari aneka satwa liar berbagai ukuran seperti kera, ular, mamalia kecil, burung, rusa dan bekantan. Macan dahan menggunakan lidahnya untuk membersihkan bulu-bulu sebelum memakan mangsanya.
Karena hilangnya habitat hutan, populasi yang terus menyusut dan penangkapan liar yang terus berlanjut untuk diambil bulunya, konsumsi, dan obat-obatan tradisional di beberapa negara, macan dahan dievaluasikan sebagai spesies yang rentan di dalam IUCN Red List. Spesies ini didaftarkan dalam CITES Appendix
Penelitian itu dilakukan dengan memasang 80 stasiun kamera trap dengan masing-masing satu stasiun dipasang dua kamera trap.
Wiwit Juwita S mengatakan, 160 kamera trap tersebut berhasil merekam pergerakan sejumlah satwa langka dan dilindungi lainnya seperti, `Helarctos Malayanus` (Beruang Madu), `Manis Javanica` (Trenggiling) `Neofelis Diardi` (Macan Dahan), `Bos Javanicus `(Banteng) serta `Cervus Unicolor` (Rusa Sambar).
"Pada setiap stasiun karema trap dipasang `grid` dengan jarak setiap kamera hingga satu kilometer dan wilayah yang dijangkau 80 hingga 100 meter bujur sangkar. Jadi, sebaran populasi satwa langka dan dilindungi itu dapat dijangkau untuk memotret semua kemungkinan pergerakan satwa yang ada di areal penelitian yang kami lokalisir sebagai sebaran hewan yang ada di TNK," ujar Wiwit Juwita S.
Pada penelitian tersebut, terekam 48 foto Orangutan Kalimantan (pongo pygmeaus morio) dari 22 lokasi.
Di kawasan Taman Nasional Kutai juga memiliki 80 jenis mamalia, 22 jenis di antaranya termasuk yang dilindungi, 368 jenis burung (88 jenis dilindungi) termasuk orang utan yang diperkirakan berjumlah 2.000 individu.
Keragaman Potensi TNK
Selain masih banyak satwa langka dan dilindungi, TNK yang merupakan kawasan hutan tropis rendah memiliki beragam flora yang masih terjaga, termasuk kayu ulin yang menjadi incaran para pembalak liar.
Untuk jenis flora, TNK memiliki 1.148 jenis tumbuhan yang telah teridentifikasi dan 32 diantaranya merupakan jenis anggrek, dua diantaranya serta terdapat 76 jenis `Dipterocarpaceae` serta 254 jenis tumbuhan obat
Selain keragaman flora dan fauna, TNK juga kata Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Sanggata, Kabupaten Kutai Timur, Hernowo Suprianto, memiliki potensi ekonomi yang cukup besar.
"Berdasarkan hasil valuasi ekonomi jasa lingkungan air pada 2012 diketahui bahwa nilai jasa lingkungan air Taman Nasional Kutai setara dengan 34 milyar rupiah lebih per tahun. Nilai ini berasal dari kebutuhan domestik, perusahaan dan usaha lainnya. Dalam 25 tahun dengan perhitungan sederhana mencapai 440 milyar lebih," kata Hernowo Suprianto.
Walaupun belum pernah dihitung secara ekonomi kata dia, namun dengan keberadaan industri besar di sekitarnya Taman Nasional Kutai memberikan udara bersih dan menyerap emisi gas rumah kaca.
"Berdasarkan literatur penyakit yang peling banyak diderita oleh masyarakat di Kota Bontang dan Sangatta adalah ISPA (infeksi saluran pernafasan atas) sehingga keberadaan Taman Nasional Kutai sangat dibutuhkan," katanya.
Potensi lain lanjut Hernowo Suprianto, satu hektare hutan menghasilkan 0,6 to oksigen untuk dikonsumsi oleh 1.500 penduduk per hari agar dapat bernafas dengan lega.
"Membuang 2,5 ton CO2 per tahun dari atmosfer atau enam kilogram CO2/batang per tahun. Menyimpan 900 meter kubik air tanah per-tahun. Meredam suara tujuh desibel per 30 meter jarak dari sumber suara, pada frekuensi kurang dari 1000 CPS dan menurunkan suhu 5-8 derajat celsius," ungkap Hernowo Suprianto.
Dari luas 198.629 hektare Taman Nasional Kutai juga dapat menghasilkan 119.177 ton oksigen untuk dikonsumsi oleh 297.943.500 penduduk per hari agar dapat bernafas dengan lega.
"Pada beberapa literatur menyebutkan bahwa hutan primer nilai serapan karbonnya 263 ton per hektare sedangkan hutan sekunder 95 ton per hektare, " katanya.
"Jika diasumsikan harga karbon per tonnya adalah Lima dolar Amerika maka nilai karbon Taman Nasional Kutai adalah 77.106.850 dolar Amerika atau jika dirupiahkan senilai Rp639.961.650.000 dengan nilai kurs rupiah Rp9000 per dolar. Sementara, potensi yang lain seperti udara bersih, bodiversity dan kesehatan, belum dapat dilakukan pendekatan perhitungannya," kata Hernowo Suprianto.
TNK juga merupakan hulu dari 25 sungai yang mengalir ke Kabupaten Kutai Timur dan Kutai Kartanegara serta Kota Bontang.
Selain itu, Taman Nasional Kutai merupakan "kran raksasa", yang mengatur siklus air bagi setidaknya dua kota, Bontang dan Sangatta.
"Keragaman flora dan fauna serta potensi yang ada di Taman Nasional Kutai, khususnya jenis satwa langka dan dilindungi yang sebagain dianggap telah punah, dapat menjawab sinyalemen yang selama ini berkembang bahwa Taman Nasional Kutai sudah tidak tidak memiliki potensi," katanya.
"Jadi, melalui penelitian yang dilakukan `OuTrop` tersebut dapat membuka mata kita bahwa Taman Nasional Kutai harus terus dijaga dan dilindungi kelestariannya, baik perburuan satwa yang ada d dalamnya maupun perambahan dan pembalakan liar. Kami mengajak seluruh masyarakat maupun pihak terkait untuk bersama-sama menjaga TNK sebagai aset bangsa dan umat manusia umumnya," kata Hernowo Suprianto. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013
Adalah peneliti dari Orang utan Tropical Peatland Project (OuTrop) Wiwit Juwita S, pada presentasi kepada Kepala Balai Taman Nasional Kutai, Erly Sukrismanto, yang mengklaim berhasil merekam gambar satwa langka jenis Kucing Merah (Pardofelis badia) yang merupakan salah satu spesies kucing kecil endemik pulau Kalimantan.
"Penelitian dengan metode pemotretan menggunakan kamera trap itu berhasil menangkap gerakan seekor kucing yang diduga kuat jenis `Pardofelis Badia` atau kucing merah," kata Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Hernowo Suprianto, baru-baru ini.
IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources) atau serikat antarbangsa bagi konservasi alam mengkategorikan Kucing Merah (Borneo Bay Cat) ini dalam status konservasi "endangered" (genting/terancam punah).
Di Indonesia dan Malaysia, Kucing Merah ini juga dimasukkan sebagai binatang yang dilindungi dari kepunahan.
"Penelitian yang dilakukan sejak Desember 2012 hingga Maret 2013 ini, berhasil mendeteksi kemungkinan keberadaan kucing merah dalam skala terbatas. Pada presentasenya itu, Wiwit Juwita S, memberlihatkan seekor kucing berwarna merah yang patut diduga sebagai kucing merah yang selama ini keberadaanya masih diperdebatkan," katanya.
Namun, peneliti `Outrop` itu meyakini, foto yang berhasil terekam kamera trap yang dipasang di kawasan hutan Prevab, Taman Nasional Kutai adalah `Pardofelis Badia`.
"Penelitian itu hanya dilakukan kurang lebih tiga bulan dengan berbagai keterbatasan, baik kondisi alam maupun peralatan yang mengalami hambatan akibat rusak terkena banjir. Jadi, untuk memastikan, perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam terkait keberadaan Kucing Merah itu di kawasan TNK," kata Hernowo Suprianto.
Penelitian yang dilakukan Wiwit Juwita S itu kata Hernowo Suprianto bertujuan, meneliti keberadaan dan kepadatan kucing-kucingan di Kalimantan, khususnya Macan Dahan atau `Neofelis Nebulosa.
"Juga, meneliti pengaruh manusia terhadap kehadiran dan kepadatan kucing-kucingan khususnya Macan Dahan," ungkap Hernowo Suprianto.
Macan dahan
Selain berhasil menangkap gambar keberadaan Kucing Merah, Wiwit Juwita S juga meyakini masih ada spesies Macan Dahan di kawasan hutan Taman Nasional Kutai.
Macan Dahan merupakan jenis kucing berukuran sedang dengan panjang tubuh mencapai 95 sentimeter.
Pada umumnya, spesies ini memiliki bulu berwarna kelabu kecoklatan dengan gambaran seperti awan dan bintik hitam di tubuhnya.
Bintik hitam di kepalanya berukuran lebih kecil dan terdapat totol putih di belakang telinga. Macan dahan mempunyai kaki pendek dengan telapak kaki besar serta ekor panjang dengan garis dan bintik hitam. Macan Dahan betina serupa.
"Pada penelitian kami di kawasan hutan TNK, kami juga berhasil menangkap pergerakan hewan persis Macan Dahan. Namun, masih perlu gambaran yang utuh untuk memastikan secara jelas tentang keberadaan Macan dahan itu di kawasan TNK," ungkap Wiwit Juwita S.
Macan dahan adalah hewan nokturnal yang aktif berburu di malam hari. Hewan ini banyak menghabiskan waktunya di atas pohon dan dapat bergerak dengan lincah di antara pepohonan.
Mangsa macan dahan terdiri dari aneka satwa liar berbagai ukuran seperti kera, ular, mamalia kecil, burung, rusa dan bekantan. Macan dahan menggunakan lidahnya untuk membersihkan bulu-bulu sebelum memakan mangsanya.
Karena hilangnya habitat hutan, populasi yang terus menyusut dan penangkapan liar yang terus berlanjut untuk diambil bulunya, konsumsi, dan obat-obatan tradisional di beberapa negara, macan dahan dievaluasikan sebagai spesies yang rentan di dalam IUCN Red List. Spesies ini didaftarkan dalam CITES Appendix
Penelitian itu dilakukan dengan memasang 80 stasiun kamera trap dengan masing-masing satu stasiun dipasang dua kamera trap.
Wiwit Juwita S mengatakan, 160 kamera trap tersebut berhasil merekam pergerakan sejumlah satwa langka dan dilindungi lainnya seperti, `Helarctos Malayanus` (Beruang Madu), `Manis Javanica` (Trenggiling) `Neofelis Diardi` (Macan Dahan), `Bos Javanicus `(Banteng) serta `Cervus Unicolor` (Rusa Sambar).
"Pada setiap stasiun karema trap dipasang `grid` dengan jarak setiap kamera hingga satu kilometer dan wilayah yang dijangkau 80 hingga 100 meter bujur sangkar. Jadi, sebaran populasi satwa langka dan dilindungi itu dapat dijangkau untuk memotret semua kemungkinan pergerakan satwa yang ada di areal penelitian yang kami lokalisir sebagai sebaran hewan yang ada di TNK," ujar Wiwit Juwita S.
Pada penelitian tersebut, terekam 48 foto Orangutan Kalimantan (pongo pygmeaus morio) dari 22 lokasi.
Di kawasan Taman Nasional Kutai juga memiliki 80 jenis mamalia, 22 jenis di antaranya termasuk yang dilindungi, 368 jenis burung (88 jenis dilindungi) termasuk orang utan yang diperkirakan berjumlah 2.000 individu.
Keragaman Potensi TNK
Selain masih banyak satwa langka dan dilindungi, TNK yang merupakan kawasan hutan tropis rendah memiliki beragam flora yang masih terjaga, termasuk kayu ulin yang menjadi incaran para pembalak liar.
Untuk jenis flora, TNK memiliki 1.148 jenis tumbuhan yang telah teridentifikasi dan 32 diantaranya merupakan jenis anggrek, dua diantaranya serta terdapat 76 jenis `Dipterocarpaceae` serta 254 jenis tumbuhan obat
Selain keragaman flora dan fauna, TNK juga kata Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Sanggata, Kabupaten Kutai Timur, Hernowo Suprianto, memiliki potensi ekonomi yang cukup besar.
"Berdasarkan hasil valuasi ekonomi jasa lingkungan air pada 2012 diketahui bahwa nilai jasa lingkungan air Taman Nasional Kutai setara dengan 34 milyar rupiah lebih per tahun. Nilai ini berasal dari kebutuhan domestik, perusahaan dan usaha lainnya. Dalam 25 tahun dengan perhitungan sederhana mencapai 440 milyar lebih," kata Hernowo Suprianto.
Walaupun belum pernah dihitung secara ekonomi kata dia, namun dengan keberadaan industri besar di sekitarnya Taman Nasional Kutai memberikan udara bersih dan menyerap emisi gas rumah kaca.
"Berdasarkan literatur penyakit yang peling banyak diderita oleh masyarakat di Kota Bontang dan Sangatta adalah ISPA (infeksi saluran pernafasan atas) sehingga keberadaan Taman Nasional Kutai sangat dibutuhkan," katanya.
Potensi lain lanjut Hernowo Suprianto, satu hektare hutan menghasilkan 0,6 to oksigen untuk dikonsumsi oleh 1.500 penduduk per hari agar dapat bernafas dengan lega.
"Membuang 2,5 ton CO2 per tahun dari atmosfer atau enam kilogram CO2/batang per tahun. Menyimpan 900 meter kubik air tanah per-tahun. Meredam suara tujuh desibel per 30 meter jarak dari sumber suara, pada frekuensi kurang dari 1000 CPS dan menurunkan suhu 5-8 derajat celsius," ungkap Hernowo Suprianto.
Dari luas 198.629 hektare Taman Nasional Kutai juga dapat menghasilkan 119.177 ton oksigen untuk dikonsumsi oleh 297.943.500 penduduk per hari agar dapat bernafas dengan lega.
"Pada beberapa literatur menyebutkan bahwa hutan primer nilai serapan karbonnya 263 ton per hektare sedangkan hutan sekunder 95 ton per hektare, " katanya.
"Jika diasumsikan harga karbon per tonnya adalah Lima dolar Amerika maka nilai karbon Taman Nasional Kutai adalah 77.106.850 dolar Amerika atau jika dirupiahkan senilai Rp639.961.650.000 dengan nilai kurs rupiah Rp9000 per dolar. Sementara, potensi yang lain seperti udara bersih, bodiversity dan kesehatan, belum dapat dilakukan pendekatan perhitungannya," kata Hernowo Suprianto.
TNK juga merupakan hulu dari 25 sungai yang mengalir ke Kabupaten Kutai Timur dan Kutai Kartanegara serta Kota Bontang.
Selain itu, Taman Nasional Kutai merupakan "kran raksasa", yang mengatur siklus air bagi setidaknya dua kota, Bontang dan Sangatta.
"Keragaman flora dan fauna serta potensi yang ada di Taman Nasional Kutai, khususnya jenis satwa langka dan dilindungi yang sebagain dianggap telah punah, dapat menjawab sinyalemen yang selama ini berkembang bahwa Taman Nasional Kutai sudah tidak tidak memiliki potensi," katanya.
"Jadi, melalui penelitian yang dilakukan `OuTrop` tersebut dapat membuka mata kita bahwa Taman Nasional Kutai harus terus dijaga dan dilindungi kelestariannya, baik perburuan satwa yang ada d dalamnya maupun perambahan dan pembalakan liar. Kami mengajak seluruh masyarakat maupun pihak terkait untuk bersama-sama menjaga TNK sebagai aset bangsa dan umat manusia umumnya," kata Hernowo Suprianto. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013