Balikpapan  (ANTARA Kaltim) - Pemkot Balikpapan menaikkan anggaran Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) dari Rp33 miliar pada 2012 menjadi Rp35 miliar pada 2013.

"Pada tahun 2012 dianggarkan Rp13 miliar, kemudian ditambah Rp20 miliar lagi pada APBD Perubahan," kata Sekretaris Dinas Kesehatan Kota (DKK), Balerina, Selasa.

Untuk tahun ini langsung Rp35 miliar di APBD, katanya.

Dana sejumlah itu untuk biaya melayani kesehatan bagi 297 ribu peserta Jamkesda, terutama bagi mereka yang belum terlayani jaminan formal seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek).

Disamping itu, sambung Balerina, Dinas Kesehatan Kota Balikpapan juga sedang melakukan validasi data jumlah peserta Jamkesda tersebut.

"Kan ada yang baru lahir, ada juga yang sudah meninggal," ujarnya.

Dinas menjalankan program kesehatan untuk keluarga miskin (gakin) dalam bentuk Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Warga yang sudah terdaftar mendapat kartu khusus yang berlaku untuk mendapatkan perawatan di rumah sakit.

"Kini warga mudah mendapatkan kartu itu. Tinggal mengurus ke RT lalu ke Puskesmas sehingga bisa dapat kartunya, kartu Jamkesda juga tidak ada batas waktunya," terang Balerina.

Bila ada warga yang belum terdaftar, sebutnya, biasanya karena malas mengurus kartu itu. DKK sudah cukup sosialisasi hingga tingkat RT.

Pada kesempatan ini juga Pemerintah Kota Balikpapan mengancam mencabut izin rumah sakit, baik rumah sakit pemerintah, apalagi rumah sakit swasta yang melalaikan, terlebih lagi menolak pasien keluarga miskin.

"Tidak boleh rumah sakit melalaikan, apalagi menolak pasien. Rumah sakit wajib melayani pasien," tegas Balerina, Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Balikpapan.

Ia mengtakan bila ada rumah sakit menolak melayani pasien adalah perbuatan pidana, yaitu melanggar Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009.

Dalam undang-undang tersebut ditulis jelas, bahwa dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik milik pemerintah maupun swasta wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien.

Ancaman DKK ini dilatarbelakangi peristiwa meninggalnya bayi

Dera Nur Anggraini, bayi pasangan Elias Setya Nugroho dan Lisa Darawati yang meninggal setelah 10 rumah sakit di Jakarta menolak merawatnya dengan alasan sudah penuh.

Balikpapan sendiri memiliki 11 rumah sakit dan puluhan klinik dan pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) dan Puskesmas pembantu di setiap kecamatan.

Rumah sakit pemerintah, yaitu RS dr Kanujoso Djatiwibowo (RSKD) merupakan rumah sakit terbesar dan terlengkap. Rumah sakit ini memiliki 285 tempat tidur yang dibagi dalam kelas-kelas.

Meski fasilitasnya semakin lengkap, RSKD bukan rumah sakit favorit. Oleh warga kaya Balikpapan,RS Restu Ibu, RS Balikpapan Baru, dan belakangan RS Siloam jadi rujukan pertama sebelum berobat ke Jakarta, atau bahkan Singapura.

Bagi warga menengah bawah, klinik-klinik yang bisa melayani lebih cepat dan tanpa administrasi berbelit juga jadi pilihan. Klinik Ibnu Sina milik Pertamina di Muara Rapak, misalnya, baru meminta keluarga pasien mengurus administrasi setelah pasien tertolong.

"Biayanya lumayan terjangkau, melahirkan dengan pertolongan bidan, misalnya, sudah dua hari menginap, lebih kurang Rp1 juta saja," tutur warga Somber, Balikpapan Utara, Jumri, dan ia menambahkan bahwa itu pun untuk warga yang tidak mengikuti program jaminan apa pun. (*)

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Arief Mujayatno


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013