Harga minyak tergelincir untuk hari kedua berturut-turut pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), setelah persediaan minyak mentah AS naik lebih banyak dari yang diiperkirakan, bahkan ketika OPEC berencana untuk mempertahankan pendekatan yang hati-hati untuk menambah pasokan ke pasar.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman November tergerus 45 sen menjadi menetap di 78,64 dolar AS per barel, setelah menyentuh level 80 dolar AS pada Selasa (28/9/2021). Harga minyak berjangka West Texas Intermediate (WTI) melemah 46 sen menjadi ditutup di 74,83 dolar AS per barel.
Persediaan minyak mentah AS naik 4,6 juta barel pekan lalu, melebihi ekspektasi, didorong oleh rebound dalam produksi karena fasilitas lepas pantai yang ditutup setelah dihantam dua badai Teluk AS kembali melanjutkan aktivitasnya.
Pasar juga tertekan oleh penguatan dolar AS, yang mencapai level tertinggi satu tahun terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya. Karena minyak ditransaksikan dalam dolar, penguatan mata uang AS membuat komoditas itu lebih mahal di seluruh dunia.
Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama, melonjak 0,61 persen menjadi 94,3392 pada akhir perdagangan Rabu (29/9/2021), menyusul kenaikan 0,41 persen di sesi sebelumnya. Secara historis, harga minyak berbanding terbalik dengan harga dolar AS.
Harga minyak telah menguat karena ekonomi pulih dari penguncian pandemi dan permintaan bahan bakar meningkat, sementara beberapa negara produsen telah melihat gangguan pasokan.
Stok minyak, bensin, dan sulingan AS naik minggu lalu, menurut Departemen Energi AS. Produksi AS meningkat menjadi 11,1 juta barel per hari, kira-kira sejalan dengan produksi sebelum Badai Ida melanda sekitar sebulan lalu.
Produksi di Amerika Serikat telah gagal untuk meraih kembali tingkat yang terlihat pada akhir 2019, ketika produksi naik menjadi hampir 13 juta barel per hari. Produksi minyak serpih lambat untuk pulih, memperketat pasokan global karena OPEC enggan menaikkan kuotanya.
“Produksi akan kembali tetapi tidak di tempat yang seharusnya,” kata Phil Flynn, pedagang di Price Futures Group.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya termasuk Rusia, yang dikenal sebagai OPEC+, kemungkinan akan tetap berpegang pada kesepakatan yang ada untuk menambah 400.000 barel per hari (bph) ke produksinya untuk November ketika bertemu minggu depan, kata sumber, meskipun ada tekanan dari konsumen untuk lebih banyak pasokan.
Dengan pengakuannya sendiri, permintaan minyak diperkirakan akan meningkat kuat dalam beberapa tahun ke depan. OPEC memperingatkan pada Selasa (28/9/2021) bahwa dunia perlu terus berinvestasi dalam produksi untuk mencegah krisis bahkan ketika bertransisi ke bentuk energi yang kurang berpolusi.
Melemahnya pasar perumahan China dan meningkatnya pemadaman listrik telah memukul sentimen karena setiap kejatuhan untuk ekonomi terbesar kedua di dunia itu, kemungkinan akan berdampak pada permintaan minyak, kata para analis.
China adalah importir minyak terbesar dunia dan konsumen bahan bakar fosil terbesar kedua setelah Amerika Serikat.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2021
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman November tergerus 45 sen menjadi menetap di 78,64 dolar AS per barel, setelah menyentuh level 80 dolar AS pada Selasa (28/9/2021). Harga minyak berjangka West Texas Intermediate (WTI) melemah 46 sen menjadi ditutup di 74,83 dolar AS per barel.
Persediaan minyak mentah AS naik 4,6 juta barel pekan lalu, melebihi ekspektasi, didorong oleh rebound dalam produksi karena fasilitas lepas pantai yang ditutup setelah dihantam dua badai Teluk AS kembali melanjutkan aktivitasnya.
Pasar juga tertekan oleh penguatan dolar AS, yang mencapai level tertinggi satu tahun terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya. Karena minyak ditransaksikan dalam dolar, penguatan mata uang AS membuat komoditas itu lebih mahal di seluruh dunia.
Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama, melonjak 0,61 persen menjadi 94,3392 pada akhir perdagangan Rabu (29/9/2021), menyusul kenaikan 0,41 persen di sesi sebelumnya. Secara historis, harga minyak berbanding terbalik dengan harga dolar AS.
Harga minyak telah menguat karena ekonomi pulih dari penguncian pandemi dan permintaan bahan bakar meningkat, sementara beberapa negara produsen telah melihat gangguan pasokan.
Stok minyak, bensin, dan sulingan AS naik minggu lalu, menurut Departemen Energi AS. Produksi AS meningkat menjadi 11,1 juta barel per hari, kira-kira sejalan dengan produksi sebelum Badai Ida melanda sekitar sebulan lalu.
Produksi di Amerika Serikat telah gagal untuk meraih kembali tingkat yang terlihat pada akhir 2019, ketika produksi naik menjadi hampir 13 juta barel per hari. Produksi minyak serpih lambat untuk pulih, memperketat pasokan global karena OPEC enggan menaikkan kuotanya.
“Produksi akan kembali tetapi tidak di tempat yang seharusnya,” kata Phil Flynn, pedagang di Price Futures Group.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya termasuk Rusia, yang dikenal sebagai OPEC+, kemungkinan akan tetap berpegang pada kesepakatan yang ada untuk menambah 400.000 barel per hari (bph) ke produksinya untuk November ketika bertemu minggu depan, kata sumber, meskipun ada tekanan dari konsumen untuk lebih banyak pasokan.
Dengan pengakuannya sendiri, permintaan minyak diperkirakan akan meningkat kuat dalam beberapa tahun ke depan. OPEC memperingatkan pada Selasa (28/9/2021) bahwa dunia perlu terus berinvestasi dalam produksi untuk mencegah krisis bahkan ketika bertransisi ke bentuk energi yang kurang berpolusi.
Melemahnya pasar perumahan China dan meningkatnya pemadaman listrik telah memukul sentimen karena setiap kejatuhan untuk ekonomi terbesar kedua di dunia itu, kemungkinan akan berdampak pada permintaan minyak, kata para analis.
China adalah importir minyak terbesar dunia dan konsumen bahan bakar fosil terbesar kedua setelah Amerika Serikat.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2021