Samarinda (ANTARA Kaltim) - Pemutusan hubungan kerja (PHK) massal hingga ribuan tenaga kerja (naker) di lingkungan  PT Kaltim Prima Coal (KPC) di Sangatta, Kutai Timur, semestinya bisa ditekan dengan berbagai cara.

Salah satunya melakukan transformasi penggunaan energi, dari bahan bakar minyak (BBM) ke energi batu bara untuk memangkas ongkos produksi.

"Ini bisa menjadi solusi jangka panjang. Pemanfaatan energi batu bara pada industri besar yang padat modal akan memberi banyak kelebihan," ungkap Anggota Komisi IV DPRD Kaltim,  Zain Taufik Nurrohman, Kamis (14/2) kemarin.

Ketua Fraksi PAN DPRD Kaltim ini mengatakan, selama ini lebih dari 80 persen produksi batu bara dalam negeri untuk pasar ekspor. Kalau saja industri dalam negeri menggunakan bahan bakar batu bara, tentu ongkos produksi bisa ditekan, harga jual kompetitif, dan ujung-ujungnya tenaga kerja yang ada bisa dipertahankan, bahkan ditambah.

Namun demikian, transformasi penggunaan energi industri dari BBM ke batu bara,  menurutnya,  memang harus menjadi kebijakan nasional, dari pemerintah pusat.

Ada proses  yang perlu dilalui untuk bisa menerapkan kebijakan ini, sehingga perlu dukungan kuat dalam merealisasikannya.

"Transformasi penggunaan energi industri yang dimaksud tidak memerlukan proses dan waktu lama apabila ada 'goodwill' dari pemerintah. Ini kuncinya," sebut mantan aktivis HMI ini.

Produk yang dihasilkan industri dalam negeri, kata Zain tergolong mahal di pasar dunia. Ini yang menyebabkannya kalah bersaing di banding produk dari negara lain yang  biaya produksinya lebih murah.

"Di sisi lain produk minyak dalam negeri sudah berkurang. Bahkan kita sudah menjadi negara importir BBM. Sementara batu bara kita sedang berada pada masa paling produktif, jadi seharusnya penggunaan batu bara yang kita optimalkan," kata Zain. (Humas DPRD Kaltim/adv/lia/met/mir)

Pewarta:

Editor : Arief Mujayatno


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013