BUMN sektor pertambangan batu bara PT Bukit Asam Tbk menerbitkan peta jalan pengembangan bisnis energi baru terbarukan yang tertuang dalam dokumen Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) 2020-2050.
Direktur Pengembangan Usaha Bukit Asam Iskandar Zulkarnain mengatakan penerbitan dokumen itu guna melihat perspektif jangka panjang dari bisnis energi hijau di masa depan.
"Kami sudah menerbitkan dokumen terkait RJPP 2020-2050, karena kami ingin melihat dari perspektif jangka yang sangat panjang," ujarnya dalam acara Public Expose yang dipantau di Jakarta, Senin.
Iskandar menjelaskan peta jalan tersebut memiliki empat pilar utama dalam mengelola dan mengembangkan bisnis perusahaan yang bergerak dalam energi fosil ke energi hijau.
Pilar pertama adalah logistik, transportasi, dan operasi pertambangan. Perseroan akan meningkatkan kapasitas angkutan batu bara dan pelabuhan baru menjadi 32 juta ton pada tahun ini dan 72 juta ton pada 2026.
Dalam upaya mendongkrak kapasitas angkut tersebut, emiten dengan kode saham PTBA ini meningkatkan jalur kereta api dan pelabuhan existing dari Tanjung Enim ke Kertapati dari 5 juta ton menjadi 7 juta ton, Tanjung Enim ke Tarahan I dengan kapasitas 25 juta ton.
Saat ini, PTBA sedang menggarap proyek jalur kereta api dan pelabuhan baru dari Tanjung Enim ke Pelabuhan Perajen sejauh 180 kilometer dengan kapasitas 20 juta ton per tahun yang ditargetkan beroperasi kuartal III 2026.
Selanjutnya terdapat pula proyek jalur kereta api dan pelabuhan baru dari Tanjung Enim ke Pelabuhan Kramasan sejauh 158 kilometer dengan kapasitas 20 juta ton per tahun yang ditargetkan beroperasi pada 2024.
"Dalam konteks operasi pertambangan kami berupaya memberikan satu hal terkait dengan base practice operasi pertambangan terbaik dengan memperhitungkan satu excellence pengoperasian pertambangan," ujar Iskandar.
Pilar kedua adalah bisnis energi yang tidak hanya berbasis batu bara, tetapi juga energi baru terbarukan. Bukit Asam mengarahkan bisnisnya ke sektor pembangkit listrik yang ramah lingkungan.
Perseroan bekerja sama dengan Angkasa Pura II dalam mengembangkan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) serta mendukung program eco-airport.
Saat ini, Bukit Asam sedang mengembangkan PLTS area pascatambang Ombilin di Sumatera Barat kapasitas 200 megawatt, PLTS pascatambang Tanjung Enim di Sumatera Selatan kapasitas 200 megawatt, dan PLTS area pasca tambang Bantuas di Kalimantan Timur.
"Di sisi lain ketika kami melakukan CSR, kami juga membangun CSR berbasis energi baru terbarukan. Jadi, bukan hanya untuk bisnis tapi juga berbasis energi baru terbarukan," ujar Iskandar.
Pilar ketiga dari dokumen RJPP tersebut merupakan bisnis kimia dan dedukatif, seperti produk dimetil eter dari batu bara yang berfungsi sebagai substitusi elpiji, mengurangi ketergantungan impor elpiji, dan meningkatkan ketahanan energi nasional berbasis sumber energi lokal.
Sedangkan pilar keempat adalah manajemen karbon. Saat ini, rasio elektrifikasi energi hijau di Bukit Asam mencapai 25 persen, revegetasi sebanyak 1,39 juta pohon, dan reklamasi area pasca tambang seluas 2.119 hektare.
"Kami mengadreskan bagaimana kami bisa mengelola manajemen karbon di dalam PTBA masa kini maupun masa depan," pungkas Iskandar.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2021
Direktur Pengembangan Usaha Bukit Asam Iskandar Zulkarnain mengatakan penerbitan dokumen itu guna melihat perspektif jangka panjang dari bisnis energi hijau di masa depan.
"Kami sudah menerbitkan dokumen terkait RJPP 2020-2050, karena kami ingin melihat dari perspektif jangka yang sangat panjang," ujarnya dalam acara Public Expose yang dipantau di Jakarta, Senin.
Iskandar menjelaskan peta jalan tersebut memiliki empat pilar utama dalam mengelola dan mengembangkan bisnis perusahaan yang bergerak dalam energi fosil ke energi hijau.
Pilar pertama adalah logistik, transportasi, dan operasi pertambangan. Perseroan akan meningkatkan kapasitas angkutan batu bara dan pelabuhan baru menjadi 32 juta ton pada tahun ini dan 72 juta ton pada 2026.
Dalam upaya mendongkrak kapasitas angkut tersebut, emiten dengan kode saham PTBA ini meningkatkan jalur kereta api dan pelabuhan existing dari Tanjung Enim ke Kertapati dari 5 juta ton menjadi 7 juta ton, Tanjung Enim ke Tarahan I dengan kapasitas 25 juta ton.
Saat ini, PTBA sedang menggarap proyek jalur kereta api dan pelabuhan baru dari Tanjung Enim ke Pelabuhan Perajen sejauh 180 kilometer dengan kapasitas 20 juta ton per tahun yang ditargetkan beroperasi kuartal III 2026.
Selanjutnya terdapat pula proyek jalur kereta api dan pelabuhan baru dari Tanjung Enim ke Pelabuhan Kramasan sejauh 158 kilometer dengan kapasitas 20 juta ton per tahun yang ditargetkan beroperasi pada 2024.
"Dalam konteks operasi pertambangan kami berupaya memberikan satu hal terkait dengan base practice operasi pertambangan terbaik dengan memperhitungkan satu excellence pengoperasian pertambangan," ujar Iskandar.
Pilar kedua adalah bisnis energi yang tidak hanya berbasis batu bara, tetapi juga energi baru terbarukan. Bukit Asam mengarahkan bisnisnya ke sektor pembangkit listrik yang ramah lingkungan.
Perseroan bekerja sama dengan Angkasa Pura II dalam mengembangkan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) serta mendukung program eco-airport.
Saat ini, Bukit Asam sedang mengembangkan PLTS area pascatambang Ombilin di Sumatera Barat kapasitas 200 megawatt, PLTS pascatambang Tanjung Enim di Sumatera Selatan kapasitas 200 megawatt, dan PLTS area pasca tambang Bantuas di Kalimantan Timur.
"Di sisi lain ketika kami melakukan CSR, kami juga membangun CSR berbasis energi baru terbarukan. Jadi, bukan hanya untuk bisnis tapi juga berbasis energi baru terbarukan," ujar Iskandar.
Pilar ketiga dari dokumen RJPP tersebut merupakan bisnis kimia dan dedukatif, seperti produk dimetil eter dari batu bara yang berfungsi sebagai substitusi elpiji, mengurangi ketergantungan impor elpiji, dan meningkatkan ketahanan energi nasional berbasis sumber energi lokal.
Sedangkan pilar keempat adalah manajemen karbon. Saat ini, rasio elektrifikasi energi hijau di Bukit Asam mencapai 25 persen, revegetasi sebanyak 1,39 juta pohon, dan reklamasi area pasca tambang seluas 2.119 hektare.
"Kami mengadreskan bagaimana kami bisa mengelola manajemen karbon di dalam PTBA masa kini maupun masa depan," pungkas Iskandar.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2021