Film dokumenter di Indonesia belum terlalu populer apalagi sampai tayang di bioskop, biasanya genre seperti ini diputar pada festival film atau acara tertentu dengan isu terkait.
Film "Pulau Plastik" sebuah dokumenter yang berbicara tentang isu sampah plastik akan tayang di bioskop mulai 22 April 2021. Diharapkan film ini bisa menjadi pembuka bagi para sineas lain untuk mempopulerkan genre tersebut.
Sutradara dan CEO Group Visinema, Angga Dwimas Sasongko mengakui bahwa dokumenter bukanlah genre yang familiar untuk rilis di bioskop Indonesia. Akan tetapi, genre ini adalah cara terbaik untuk menyampaikan isu yang sangat penting dan tidak menutup kemungkinan bisa dikomersialkan.
"Buat saya setiap cerita punya caranya sendiri untuk diceritakan, kenapa enggak bikin dokumenter jadi komersial dan bikin dokumenter bisa jadi accessible buat semua orang, itu yang kita bikin dengan 'Pulau Plastik' ini," ujar Angga dalam jumpa pers virtual film "Pulau Plastik", Kamis.
Film dokumenter yang tayang di bioskop Indonesia secara komersil masih bisa dihitung lantaran sangat jarang. Kehadiran "Pulau Plastik" pun dinilai oleh sutradara Dandhy Laksono sebagai sejarah yang bisa menginspirasi sineas lain untuk mempopulerkannya.
"Buat saya setiap kehadiran dokumenter di bioskop itu adalah sebuah sejarah dan kita mudah mengingatnya karena jarang, ini adalah hal baru, ini mainstreaming-nya," kata Dandhy.
"Mungkin lewat bioskop, ini jadi memperluas lagi peluang-peluang dokumenter yang diproduksi oleh kawan-kawan dengan pesan tertentu. Jadi inilah yang jadi mainstream," imbuhnya.
Sementara itu, Gede Robi "Navicula" sebagai salah satu tokoh dalam film "Pulau Plastik" mengatakan kehadiran film ini bisa menjadi pemantik sineas Indonesia untuk lebih berani menggarap film dengan genre dokumenter.
Sebab selama ini film-film dokumenter tentang isu sosial dan lingkungan yang ada di Indonesia justru digarap oleh orang luar negeri.
"Kenapa dari dulu film dokumenter yang buat orang asing, berbicara soal hutan, isu polusi, mana orang Indonesia yang ngomong tentang apa yang terjadi di rumah kita? Semoga ini bisa menjembatani isu-isu yang lebih detail, kami membuka peluang untuk itu," kata Robi.
Film "Pulau Plastik" menampilkan kisah tentang tiga orang yang menolak diam melawan plastik sekali pakai.
Gede Robi vokalis band rock Navicula asal Bali, Tiza Mafira pengacara muda asal Jakarta dan Prigi Arisandi ahli biologi dan penjaga sungai asal Jawa Timur menelusuri sejauh mana jejak sampah plastik menyusup ke rantai makanan, dampaknya terhadap kesehatan manusia, dan apa yang bisa dilakukan untuk menghentikannya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2021
Film "Pulau Plastik" sebuah dokumenter yang berbicara tentang isu sampah plastik akan tayang di bioskop mulai 22 April 2021. Diharapkan film ini bisa menjadi pembuka bagi para sineas lain untuk mempopulerkan genre tersebut.
Sutradara dan CEO Group Visinema, Angga Dwimas Sasongko mengakui bahwa dokumenter bukanlah genre yang familiar untuk rilis di bioskop Indonesia. Akan tetapi, genre ini adalah cara terbaik untuk menyampaikan isu yang sangat penting dan tidak menutup kemungkinan bisa dikomersialkan.
"Buat saya setiap cerita punya caranya sendiri untuk diceritakan, kenapa enggak bikin dokumenter jadi komersial dan bikin dokumenter bisa jadi accessible buat semua orang, itu yang kita bikin dengan 'Pulau Plastik' ini," ujar Angga dalam jumpa pers virtual film "Pulau Plastik", Kamis.
Film dokumenter yang tayang di bioskop Indonesia secara komersil masih bisa dihitung lantaran sangat jarang. Kehadiran "Pulau Plastik" pun dinilai oleh sutradara Dandhy Laksono sebagai sejarah yang bisa menginspirasi sineas lain untuk mempopulerkannya.
"Buat saya setiap kehadiran dokumenter di bioskop itu adalah sebuah sejarah dan kita mudah mengingatnya karena jarang, ini adalah hal baru, ini mainstreaming-nya," kata Dandhy.
"Mungkin lewat bioskop, ini jadi memperluas lagi peluang-peluang dokumenter yang diproduksi oleh kawan-kawan dengan pesan tertentu. Jadi inilah yang jadi mainstream," imbuhnya.
Sementara itu, Gede Robi "Navicula" sebagai salah satu tokoh dalam film "Pulau Plastik" mengatakan kehadiran film ini bisa menjadi pemantik sineas Indonesia untuk lebih berani menggarap film dengan genre dokumenter.
Sebab selama ini film-film dokumenter tentang isu sosial dan lingkungan yang ada di Indonesia justru digarap oleh orang luar negeri.
"Kenapa dari dulu film dokumenter yang buat orang asing, berbicara soal hutan, isu polusi, mana orang Indonesia yang ngomong tentang apa yang terjadi di rumah kita? Semoga ini bisa menjembatani isu-isu yang lebih detail, kami membuka peluang untuk itu," kata Robi.
Film "Pulau Plastik" menampilkan kisah tentang tiga orang yang menolak diam melawan plastik sekali pakai.
Gede Robi vokalis band rock Navicula asal Bali, Tiza Mafira pengacara muda asal Jakarta dan Prigi Arisandi ahli biologi dan penjaga sungai asal Jawa Timur menelusuri sejauh mana jejak sampah plastik menyusup ke rantai makanan, dampaknya terhadap kesehatan manusia, dan apa yang bisa dilakukan untuk menghentikannya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2021