Para mahasiswa matakuliah Parenting (Pengasuhan) Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) IAIN Samarinda menemukan ada anak yang jadi malas belajar karena susah memahami materi pelajaran dan bingung oleh penjelasan guru yang disampaikan secara daring.
 

“Lebih parah lagi, tugas si anak lalu dikerjakan orangtuanya,” kata dosen pengajar matakuliah Pengasuhan, Lina Revilla Malik MSi.

Lina, dosen fasilitator metode MIKIR dari Yayasan Tanoto, memperlihatkan laporan Gina Dwitami, satu mahasiswanya di Program Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PS PIAUD) FTIK. Laporan yang sudah berbentuk presentasi dengan aplikasi Power Point itu menjelaskan secara singkat keadaan murid dan kendala orang tua.

“Kendala orangtua itu adalah adalah jaringan internet yang tidak stabil, susah mengatur kegiatan kantor dan kegiatan di rumah agar ada waktu untuk mendampingi anak,” kata Gina dalam laporannya.

Sebab itulah, banyak orangtua kemudian mengambil jalan pintas, yaitu mengerjakan tugas anak yang diberikan guru.

“Bukan sekedar membantu anak mengerjakan tugasnya, tapi ya orangtua langsung mengambil alih,” kata Lina Malik, yang juga menduganya sebagai kompensasi sebab tidak bisa mendampingi anak.

Namun demikian, dalam ilmu Pengasuhan kerap terbukti dibantu seperti itu bisa membuat anak menjadi lemah dan tidak belajar menyelesaikan masalah. Mereka bukannya mengandalkan dirinya sendiri, malah tergantung pada bantuan orang lain.

“Padahal, seperti dikatakan Jerome Kagan, fungsi keluarga adalah mengenalkan anak kepada tanggung jawab, tempat anak berlatih mengerjakan sendiri tugas-tugas yang dipercayakan kepadanya sehingga pada gilirannya kelak anak bisa mandiri, bisa memberi dan menjadi bagian baik sebagai anggota keluarga ataupun masyarakat,” papar Lina.

Prof Jerome Kagan adalah perintis ilmu Psikologi Perkembangan, alumnus dan pengajar di Universitas Harvard, Amerika Serikat. Prof Kagan menulis setidaknya 53 judul buku, baik sendirian ataupun bersama orang lain. Satu bukunya yang terkenal adalah Memahami Anak: Perilaku, Motif, dan Jalan Pikirannya yang terbit tahun 1971.

“Tapi mahasiswa saya ketemu juga keluarga yang ideal,” lanjut Lina. Dari laporan Mirsa Damayun yang mengamati satu keluarga dengan anak yang bersekolah di SMP, terbukti anak yang biasa diberi tanggung jawab dan dipercaya bisa melakukannya, memang mampu mengerjakan amanah tersebut.

Anak di keluarga itu memulai hari dengan merapikan sendiri tempat tidurnya. Setelah masuk waktu belajar secara daring, anak sudah siap mengikuti pelajaran.

Diselingi waktu istirahat untuk makan dan salat, anak kemudian kembali belajar, menyelesaikan tugas-tugas dari sekolah. Orangtua, terutama ibu, yang sebelumnya juga menyempatkan diri mendampingi anak saat belajar walau berbagi waktu dengan pekerjaan rumah, juga kembali mendampingi anak saat mengerjakan tugas sekolahnya.

Menurut Mirsa, karena perbedaan generasi, tidak juga sebenarnya orangtua memahami pelajaran seperti yang diajarkan guru. Tapi pendampingan orangtua yang mendorong anak untuk bertanya bila ada yang tidak dipahami, atau berani menyampaikan pendapatnya bila ditanya guru, mendorong anak belajar lebih baik.

“Setelah selesai, anak bebas untuk melakukan kegiatan lain dalam batas waktu. Bisa bermain di luar, membaca, dan lain-lain,” tutur Mirsa. Batas waktunya habis, kadang ibu mengingatkan sebab sudah masuk waktu untuk mengerjakan hal lain, seperti mandi dan salat magrib.

Pola pengasuhan di rumah itu merupakan gambaran dari pengasuhan demokratis atau otoritatif yang disimpulkan Diana Baumrind, ahli psikologi perkembangan dari Universitas California di Berkeley, Amerika Serikat.

Metode MIKIR

Lina Malik memberikan tugas pengamatan ini juga dalam perkuliahan secara daring. Ia memberikan metode MIKIR (Mengalami, Interaksi, Komunikasi, Refleksi) sebagai panduan bagi mahasiswa untuk melakukan pengamatan dan menyampaikan laporannya.

Untuk Mengalami dan Interaksi, mahasiswa diminta mengamati pengasuhan orangtua  selama masa wabah ini. Pada lembar kerja mahasiswa ada sejumlah informasi yang harus didapat, yaitu mulai dari data kependudukan seperti idetintas, pekerjaan, pendidikan, usia, hingga kegiatan sehari-hari orangtua dan anak.

“Catatan pengamatan kegiatan sehari-hari orangtua dan anak itu menjadi inti dari pengamatan ini,” jelas Lina. Catatan itu harus menjawab pertanyaan bagaimana aktivitas sehari-hari anak dan orang tua saat di rumah saja, bagaimana sikap orang tua selama  mendampingi anak belajar di rumah, bagaimana tanggapan anak ketika di dampingi orang tua belajar dari rumah.

Semua hasil pengamatan kemudian dianalisis dengan menggunakan teori-teori dan hasil riset yang relevan. Sambil melakukan Refleksi, bagian analisis ini menjadi penting dari seluruh proses pembelajaran matakuliah Parenting, sebab disinilah diharapkan terjadi proses transfer ilmu dan pengetahuan.

Sebelumnya, mahasiswa bebas memilih obyek pengamatannya, apakah pengasuhan  anak usia kelompok bermain atau taman kanak-kanak, usia sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyah, atau anak usia sekolah menengah pertama atau madrasah tsanawiyah.

Sebagai bekal untuk pengamatan, mahasiswa sudah berdiskusi dan mengkaji ulang berbagai teori dan paparan lewat grup percakapan whatsapp dan google class room.

“Kami kadang kesusahan mencari referensi. Kalau sedang tidak wabah begini mungkin tinggal datang ke perpustakaan kampus. Tapi kan kampus aja tutup, apalagi perpustakaan. Perpustakaan kota juga tutup,” kata Binti, juga Reza, 2 mahasiswa Lina yang lain.

“Jadi ya kami cari di internet. Banyak sumber dan bahan di internet. Apalagi kalau bisa Bahasa Inggris,” kata Reza. 

Laporan tugas matakulian Pengasuhan oleh mahasiswa, ada orangtua mengerjakan tugas sekolah anaknya. (istimewa)

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2020