Balikpapan (ANTARA News Kaltim) - DPRD Kota Balikpapan menyarankan pemerintah kota segera mengeluarkan peraturan yang mengatur mekanisme uang pembayaran penerimaan siswa baru di sekolah swasta.

"Kami rekomendasi agar dibuat peraturan wali kota, karena pendidikan tidak mengalami elastisitas, yakni kemampuan suatu harga untuk melakukan penurunan, tapi berapa pun tarif yang dikenakan, masyarakat tetap bayar," kata Wakil Ketua DPRD Balikpapan Syukri Wahid di Balikpapan, Jumat.

Menurut dia, saran DPRD itu berkenaan dengan upaya mengerem tingginya inflasi sektor pendidikan yang terjadi setiap awal tahun ajaran baru, yaitu saat penerimaan siswa baru di bulan Juli.

Sektor pendidikan memberi sumbangsih tertinggi inflasi kota itu, yaitu sekitar 17 persen. "Kondisi inilah yang terjadi di Balikpapan," kata Syukri Wahid.

Ada sekolah yang menetapkan tarif uang masuk Rp15-20 juta, bahkan ada SMP yang meminta hingga Rp25 juta. Ini jelas berdampak pada pengeluaran masyarakat di sektor pendidikan.

"Saya tidak tahu, apakah ini karena rasio sekolah swasta dan negeri jauh sekali kualitasnya. Kita pahami, pasar mau membeli harga itu kan karena kualitas. Ketika masyarakat membayar itu, di situlah sumbangsihnya kepada inflasi," papar Syukri Wahid.

Menurut Syukri makin tinggi biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat dalam pendidikan maka makin tinggi juga kontribusi inflasi di sektor pendidikan.

"Jadi `multiplyer effect` dari tarif ini berdampak pada kenaikan harga. Karena itu pemerintah harus membuat regulasi mengatur sekolah swasta ini," imbuhnya.

Regulasi dibuat, jelas Syukri, agar sekolah swasta tidak sekehendaknya dalam menentukan uang masuk. Selama ini memang belum ada regulasi yang mengatur soal uang masuk di sekolah swasta.

"Misalnya uang masuk standarnya dibuat bertahap karena kalau sekaligus orang mau tak mau akan mengalihkan uangnya ke situ semua dan ini terjadi lonjakan inflasi yang tinggi," terangnya.

Kondisi di Balikpapan ini nilai Syukri juga tidak lepas karena jumlah sekolah yang ada tidak sebanding dengan pertumbuhan pelajar. Ibaratnya seperti piramida. Makin ke atas makin tinggi terjadi gap dan ini berimbas pada tarif pendidikan.

Contoh lulusan SD jumlah ribuan seharusnya ini bisa diserap oleh sekolah SMP dalam jumlah yang sama begitu pula di SMA tapi ini tidak terserap sehingga diambil oleh swasta dengan konsep keterpaduan yang hampir tidak dimiliki sekolah negeri," ujarnya menganalisis.

Bagi kalangan tertentu, akan berani membayar harga lebih tinggi untuk kualitas dan prasarana yang tidak dimiliki sekolah negeri.

"Saya pribadi khawatir bisa saja terjadi liberalisasi pendidikan di kalangan swasta, kalau ini tidak direm tiap tahun inflasi di sektor pendidikan akan naik terus," katanya.

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Amirullah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012